scentivaid mycapturer thelightindonesia

MTI Bayur, Madrasah Tarbiyah Islamiyah tepi Danau Maninjau

Madrasah Tarbiyah Islamiyah Bayur/Edi Fuadi

Siapa yang tidak kenal danau Maninjau. Ya, salah satu danau yang merupakan salah satu ikon wisata Sumatera Barat. Danau dengan luas 99.5 km2 ini terkenal dengan makanan khasnya yaitu rinuakRinuak adalah ikan danau Maninjau seperti ikan teri. Maninjau merupakan satu di antara beberapa nagari yang ada di Kecamatan Tanjung Raya. Ada sembilan nagari yang dinaungi oleh Kecamatan Tanjung Raya tersebut.

Bayur, merupakan salah satunya. Nagari dengan keelokan wisatanya ini juga didukung oleh masyarakatnya yang religius. Ini terbukti dengan dibangunnya Masjid Raya Maninjau di nagari tersebut. Masjid itu begitu indah dan megah. Tak jauh dari masjid tersebut, berkisar 100 meter dari arah Maninjau menuju Lubuk Basung. Terdapat Pondok Pesantren Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI). Pesantren ini dibangun jauh sebelum Masjid megah itu berdiri.

MTI Bayur adalah institusi pendidikan Islam yang didirikan oleh Syekh Muhammad Salim al-Khalidi dengan Buya H. Sultani Abdullah. Berdirinya MTI ini berawal dari kelompok-kelompok “mengaji” yang dilakukan di berbagai surau, belajar seperti ini disebut juga halaqah.

Buya H. Sultani Abdullah merupakan kakek dari Ahmad Fuadi (penulis novel negeri 5 menara). Beliau juga menantu dari Syekh Muhammad Salim al-Khalidi dan syekh Sulaiman Arrasuli (pendiri mti canduang). Peran Buya H. Sultani Abdullah terhadap perkembangan MTI-MTI tidak diragukan lagi. Ia merupakan salah seorang yang menggagas sistem halaqah menjadi sistem kelas pada tahun 1928 di Canduang. Ia juga menjadi ketua panitia kongres pertama yang diadakan di Madrasah Tarbiyah Isalamiyah Canduang.

Syekh Muhammad Salim al-Khalidi dengan Syekh Sulaiman Arrasuli adalah satu angkatan. Syekh Muhammad Salim al-Khalidi pergi ke Mekah setelah kembalinya Syekh Sulaiman Arrasuli pada abad ke-19. Syekh Sulaiman Arrasuli belajar di Mekah selama tujuh tahun.

Sepulangnya Syekh Muhammad Salim al-Khalidi dari Mekah, maka pada tahun 1915 dirintis pendirian MTI Bayur. Sebab pada waktu itu sudah ada Tarbiyah Sibiyan. Tarbiyah Sibiyan ini terletak di halaman MTI Bayur sekarang, sesuai namanya Tarbiyah ini khusus bagi anak-anak.

Baca Juga: Ashhabul Yamin dan Pentingnya Pendidikan Islam di Lasi

Pada tahun 1928 beberapa kelompok-kelompok halaqah sudah dideklarasikan menjadi Madrasah Tarbiyah Islamiyah, seperti Madrasah Tarbiyah Islamiyah Canduang, MTI Malalo dan MTI Jaho. Hal itu, seiring dengan keinginan Syekh Muhammad Salim al-Khalidi untuk menjadikan sistem halaqah menjadi sistem kelas, memakai meja dan papan tulis sebagai sarana belajar. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh beberapa MTI-MTI lainnya.

Barulah pada 1929 Syekh Muhammad Salim al-Khalidi dengan sahabat-sahabatnya menyepakati untuk mendirikan MTI pula. Kemudian pada tahun yang sama Syekh Muhammad Salim al-Khalidi meminta bantuan kepada Syekh Sulaiman Arrasuli. Supaya murid-murid MTI Canduang yang berasal dari Bayur kembali dan mengajar di MTI Bayur. Namun Syekh Sulaiman Arrasuli tidak memberi izin, karena MTI Canduang ketika itu juga membutuhkan guru bantu.

Baca Juga: PPTI Malalo Tarbiyah Islamiyah tepi Danau Singkarak

Dengan demikian, Syekh Muhammad Salim al-Khalidi melakukan musyawarah dengan para sahabatnya untuk mendirikan sekolah terlebih dahulu. Akhirnya, pada tanggal 05 Mei 1930 berdirilah MTI Bayur dengan tiga kelas. Tepatnya di Jorong Kapalo Koto, Kanagarian Bayur, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Bagian timur danau Nagari Maninjau.

Karena MTI Bayur ini telah berdiri, kemudian Syekh Sulaiman Arrasuli memberikan izin kepada murid-muridnya yang berasal dari Bayur untuk membantu Syekh Muhammad Salim al-Khalidi mengajar.

Salah seorang murid Syekh Sulaiman Arrasuli yang kembali ke Bayur adalah Buya Muhammad Taher. Ia merupakan alumni pertama MTI Canduang yang mengajar di MTI Bayur. Buya Muhammad Taher telah telah mendapat ijazah dari gurunya Syekh Sulaiman Arrasuli.

Tidak hanya ulama yang berperan dalam pendirian MTI Bayur ini, tetapi juga tokoh adat.  Buya H. Sultani Abdullah Datuak Dubalang dan Buya Muhammad Taher Datuak Rajo Endah misalnya, selain mereka ahli dalam hal agama mereka juga paham terhadap persoalan adat.

Tidak sedikit dari masyarakat yang terlibat terhadap pembangunan MTI Bayur, mulai dari para pemuda, bundo kanduang hingga pemuka masyarakat lainnya. Mereka tidak hanya berperan untuk pembangunan saja, tetapi juga ikut mengawasi serta menjaga santri yang belajar di pesantren ini.

Bertahannya MTI Bayur sampai hari ini, tentu melewati proses yang panjang. Banyak tantangan yang dihadapi. Ada masa-masa MTI menghadapi persoalan yang berat. Misalnya pada tahun 1980 MTI Bayur mengalami krisis murid, ketika itu tidak beberapa orang yang ingin belajar agama.

Di samping itu, juga terbit Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri tentang pelaksanaan Ujian Negara bagi sekolah swasta. Ini menjadi salah satu sebab kurangnya minat masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke pesantren. Karena masyarakat beranggapan bahwa jika sekolah di pesantren suatu saat sulit mendapatkan pekerjaan.

Terbitnya SKB tiga menteri tersebut menjadi tantangan sendiri bagi MTI Bayur, selain mempelajari kitab-kitab kuning sebagai ciri khas. Santri juga harus belajar pelajaran-pelajaran madrasah. Ditambah dengan jurusan bagi Madrasah Aliyah harus merujuk ke sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) terdekat.

Semulanya, jurusan yang ada di MTI Bayur hanya jurusan agama. Berhubung sekolah terdekat tidak ada jurusan agama maka MTI Bayur secara resmi mengikuti jurusan IPS. Namun pada tahun 2005 dibuka jurusan agama di MAN Maninjau, akhirnya madrasah kembali ke jurusan agama pada tahun 2007 sampai saat ini.

Tantangan yang dihadapi MTI Bayur semakin berat, ini bukan karena faktor luar tetapi dari internal sekolah. Yaitu ditiadakannya beberapa pelajaran kitab kuning, seperti ilmu mantiqbalaghah, dan tarekh. Ini karena para santri lebih menyukai pelajaran madrasah ditambah dengan para guru yang kurang mumpuni untuk mengajarnya.

Baca Juga: Sulaiman Arrasuli Ulama Pujangga nan Ahli Adat

Belum lagi persolan honor guru-guru yang mengajar, ini merupakan persoalan klasik yang sampai hari ini masih menghinggapi sekolah-sekolah swasta lainnya. Namun guru-guru tersebut masih tetap mengajar meskipun harus mencari penghasilan tambahan, karena mereka merasa bertanggungjawab atas MTI Bayur ke depannya.

Atas perjuangan para pewaris buya-buya dahulu, akhirnya permasalahan tersebut cepat diatasi dengan melakukan pembenahan kurikulum. Serta membuat terobosan-terobosan baru guna meningkatkan minat masyarakat terhadap pesantren. Dengan demikian, untuk tahun berikutnya santri MTI Bayur kian bertambah.

Santri tidak hanya dibekali dalam ilmu agama, namun juga ketarampilan-keterampilan lainnya. Seperti muzakarah, muhadharah, kaligrafi, tahfidz al-Quran, pramuka hingga drumband. Kegiatan-kegiatan seperti ini diadakan setiap minggunya dengan waktu bergantian.

Terobosan demi terobosan terus dilakukan. Tercatat MTI Bayur merupakan satu-satunya sekolah menengah yang mempelajari ilmu falak. Tidak hanya itu MTI Bayur selalu diundang oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama RI Provinsi Sumatera Barat untuk melihat hilal ke Padang saat masuk Ramadan dan hari-hari penting lainnya.

Baca Juga: Dialek Madrasah Tarbiyah Islamiyah

MTI Bayur telah memainkan peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan agama di Sumatera Barat dan secara Nasional umumnya. Dimana lulusan MTI Bayur sudah banyak jadi ulama, guru, dosen, abdi negara, praktisi hukum hingga bergabung ke partai politik. Saat ini jumlah santri MTI Bayur berkisar 200 orang dengan 35 orang guru yang dikepalai oleh Dra. Afni Awida untuk tingkat Tsnawiyah. Sedangkan untuk tingkat Aliyah dipimpin oleh Yulimar, S.Pd.[]

Zulfikar
Mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang, Sekarang aktif di Asosiasi Mahasiswa Arrasuli (AMR) Padang