scentivaid mycapturer thelightindonesia

Napal Putih dalam Lintas Sejarah PERTI Provinsi Bengkulu (Bagian I)

Napal Putih dalam Lintas Sejarah PERTI Provinsi Bengkulu (Bagian I)
Rumah Bersejarah Markas Gubernur Militer Daerah Militer Istimewa Sumatera Bagian Selatan. Berada di Desa Napal Putih, ibukota Kecamatan Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Sumber Photo: Akun Youtube Romansyah Sabania.

Oleh : D.M.S. Harby*

Peran satu atau sekelompok orang tokoh tidak dapat muncul begitu saja. Ia mengalami proses pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya. Proses pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya ini belakangan diistilahkan pula sebagai morfogenetik agen. Proses saling pengaruh tokoh atau komunitas ini berlaku pula kemudian proses pengaruh mempengaruhi satu titik lokasi dengan titik lokasi lainnya.

Begitu pula dengan sejarah dan gerakan sosial PERTI di Provinsi Bengkulu. Seperti halnya Curup dengan basis komunitas Masjid Jamiknya sebagaimana yang menjadi fokus dokumentasi penulis selama ini. Curup berjejaring dengan titik-titik lokasi lain yang sentral atau tidak, langsung atau tidak, dan masih aktif atau tidak, telah mendukung kemunculannya sebagai salah satu titik sentral pergerakan PERTI di Renah Sekelawi hingga saat ini. Dari sekian titik jejaring Curup tersebut adalah Napal Putih yang akan coba kita ulas banyak pada kesempatan ini. 

Baca Juga: Ki Zaidin Burhany: Murid Inyiak Canduang Pejuang Provinsi Bengkulu

Trio Tokoh PERTI Napal Putih

Setidaknya terdapat tiga sosok dalam jaringan ini yang ketokohannya cukup menggambarkan sentralitas Napal Putih bagi perjuangan PERTI di Provinsi Bengkulu. Beliau adalah Pangeran Mohammad Ali Firman Alamsyah, Buya Awwaluddin dan Buya Mohammad Thaib. Selain telah membasiskan Napal Putih bagi perjuangan PERTI, ketiganya juga telah mengembangkan basis Napal Putih itu untuk mendukung perjuangan nasional, PERTI dan Provinsi Bengkulu. Termasuk ketika mereka beraktivitas di Curup. Bahkan, dua dari mereka, Pangeran Ali dan Buya Thaib, duo mertua dan menantu, wafat dan bermakam di Curup.

Alhamdulillah bibarkatillah, penulis diberi ruang dan peluang untuk mendokumentasikan ketiga tokoh PERTI jaringan Napal Putih ini dari kacamata keluarganya. Pertama penulis diperkenankan oleh kakanda Ahmad Wali, MH. Dosen di Fakultas Hukum Universitas Bengkulu yang juga tokoh aktivis hukum serta pernah memimpin Satkorwil Banser Provinsi Bengkulu ini merupakan salah seorang cucu dari Buya Thaib. Yang darinya penulis dapat mendokumentasikan ketokohan Buya Thaib sekaligus ketokohan Pangeran Ali.

Kedua, penulis diperkenankan pula oleh pamanda Buya Abdul Aziz. Alumni Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Limbukan, Payakumbuh, Sumatera Barat, ini adalah kemenakan dari Buya Awal. Selain itu, Buya Abdul Aziz sendiri merupakan ayahanda dari Buya Shafrullah, S.Ag., M.H.I., gelar Tuanku Datuk Malano, alumni MTI Koto Panjang Lampasi, Payakumbuh. Pimpinan Pondok Pesantren Shofi Almubarrod Talang Tige, Muara Kemumu, Kepahiang, yang kini juga dipercaya sebagai Rais Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kepahiang.

Dari kedua narasumber itulah, tulisan ini hamba ketengahkan kepada sidang pembaca tarbiyahislamiyah.id. Tentu saja diiringi dengan tambahan informasi dari beberapa sumber pendukung lainnya. Tujuannya agar ulasan dapat seluas mungkin membantu menggambarkan ulang konteks yang sesungguhnya terjadi dalam sejarah PERTI di Provinsi Bengkulu. Semoga bermanfaat.

Napal Putih Situs Sejarah Nasional

Sebelum kita mengulas tentang ketokohan jaringan Napal Putih bagi PERTI di Bengkulu, ada baiknya kita intip sedikit tentang sentralitas Napal Putih itu sendiri secara umum. Napal Putih kini merupakan sebuah desa yang terletak di Kabupaten Bengkulu Utara. Sentralitasnya tidak hanya terlihat dari fungsinya sebagai ibukota kecamatan, tetapi dari nama kecamatannya yang juga Napal Putih, menunjukkan bahwa Napal Putih sepertinya menyimpan makna atau peran sejarah yang lebih strategis dari pada desa-desa lainnya.

Memang, jauh sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Napal Putih telah menjadi pusat pemerintahan Marga Ketahun. Beriringan dengan itu, atau menyusul hal itu, Napal Putih juga menjadi pusat perkantoran bagi pengelolaan pertambangan dan perdagangan emas yang dihasilkan oleh Lebong Tandai. Karena strategisnya akses Napal Putih bagi Lebong Tandai dan juga bagi dermaga sungai Ketahun, maka tak heran jika fasilitas umum dan vital lebih memadai tersedia di Napal Putih.

Itu pula yang menjadi salah satu alasan kenapa Napal Putih sempat menjadi Kantor Gubernur Militer Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) medio tahun 1947-1949.  Rumah milik Muning Deram, Pesirah Marga Ketahun, yang kini telah diserahkan keluarga ke Negara, menjadi tempat di mana Gubernur Adnan Kapau (A.K.) Ghani memusatkan aktifitasnya dalam memimpin wilayah Karesidenan Bengkulu, Karesidenan Sumatera Selatan, Karesidenan Jambi dan Karesidenan Lampung dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II. Tentu saja, selain karena fasilitas teknis yang telah begitu memadai seperti saluran telekomunikasi berupa kawat, yang pokok karena Napal Putih adalah pusat pengendalian tambang dan dagang emas Lebong Tandai.

Terkait emas ini, Belanda memang pernah juga beroperasi dalam pertambangan dan perdagangan emas Lebong Tandai. Bahkan, Belanda menyebut Lebong Tandai dengan istilah “Batavia Kecil” karena fasilitas pendukung yang tersedia cukup mewah untuk para pegawai tambang. Mulai dari lapangan tenis, lapangan basket, tempat billiard, rumah sakit hingga rumah bordil, semuanya ada di Lebong Tandai. Belanda beroperasi medio 1906-1942 dengan perusahaan yang bernama MMS atau Mijnbouw Maatschappij Simau.

Tambang ini dapat memproduksi satu ton emas per tahun. Bahkan tercatat di tahun 1937 mencapai 1,095.538 gram hasil emasnya. Tambang ini, bahkan, mampu memproduksi 72% dari semua emas Netherlands East Indies yang totalnya 123 ton. Membuat Lebong Tandai menjadi salah satu daerah tambang yang besar di Asia Tenggara. Pengelolaan MMS yang Belanda itu berakhir pada tahun 1942, karena Jepang masuk. Lalu Indonesia menjadi negara merdeka pada tahun 1945. Lalu Belanda mau kembali menguasai Indonesia lewat Agresi Militernya medio 1947-1949. Oleh sebab itulah Gubernur A.K. Gani memusatkan pemerintahan militer Sumbagsel di Napal Putih.

Penguasaan teritorial yang memadai oleh tokoh pergerakan nasional satu ini juga tidak muncul begitu saja. Kelahiran Palembayan, Agam, Sumatera Barat ini sebelumnya memang telah terhubung dengan aktivitas pertambangan dan perdagangan emas Lebong Tandai. Yang kemudian memungkinkan baginya untuk lebih maju dalam kegiatan penyelundupan senjata yang digunakan untuk keperluan perjuangan nasional dalam melawan penjajah. Jalur bisnis emas dan minyak yang telah terakses oleh dokter lulusan STOVIA ini sebelumnya membuatnya muncul sebagai elit tokoh Palembang, bahkan Sumatera, yang didukung beberapa pedagang Tionghoa membarter minyak dan mungkin juga emas dengan senjata di Singapura dan Malaysia.

Baca Juga: Dinamika Struktural Organisasi Tarbiyah Cabang Rejang Lebong

Kontak Perjuangan Revolusi dan Pertambangan Emas Lebong Tandai

Barter minyak dan juga emas dengan senjata yang diselundupkan demi perjuangan nasional melawan penjajah itulah yang kemudian menambah maju peran A.K. Gani dalam mengurus militer di Sumatera. Peran yang dibantu dengan jejaring dokternya dan tentu juga jejaring pedagang minyak dan emasnya, membuatnya mungkin mempunyai inisiatif pada 1945 menyusun organisasi militer yang lebih baik di Palembang. Sejak saat itu organisasi militer di Palembang menjadi lebih tertata dengan baik hingga dirinya ditunjuk sebagai koordinator pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Sumatera dan formatur penyusun Komando Militer Sumatera.

Prestasinya dalam dunia militer pada masa awal revolusi itu membuat rakyat Sumatera Selatan sampai memberikan julukan sebagai “Pemimpin Gerilya Agung”. Penghargaan berupa Bintang Emas 24 karat juga didapatkan. Julukan dan penghargaan itu diberikan Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Selatan (DPRSS) pada tanggal 17 Februari 1950.

Napal Putih yang telah berperan sejak zaman Marga Ketahun dan penguasaan perusahaan pertambangan dan perdagangan emas Lebong Tandai oleh Belanda, semakin sentral dengan keberadaan Gubernur Gani. Sentralitas yang bermuatan perjuangan nasional, perusahaan emas Lebong Tandai dan sejarah Rejang, Indrapura dan Minangkabau dengan kontaknya Napal Putih ini ternyata juga menyimpan hubungan kultural para tokohnya. Terutama antara Gani sang Gubernur Militer Sumbagsel dengan Pangeran Ali, sang Pesirah Marga Ketahun yang kediamannya digunakan sebagai Kantor Gubernur Militer Sumbagsel.

Ternyata, Gubernur Gani adalah Pak Etek atau paman dari Pangeran Ali. Ayahnya, Badu Karimudo, adalah kakaknya Gubernur Gani. Keduanya berasal dari Palembaian, Agam, Sumatera Barat. Selain urusan perjuangan, lewat basis kekeluargaan ini, hubungan Pangeran Ali dan Gubernur Gani juga berkembang dalam urusan perdagangan emas. Dari Curup, Pangeran Ali setelah purna tugas sebagai Wedana Mukomuko, kemudian banyak berhubungan dengan Gubernur Gani di Palembang. (Bersambung ke Trio Napal Putih dalam Lingkaran Elite Perti Renah Sekelawi (Bagian II) – Tarbiyah Islamiyah ).

* Penulis adalah Ketua PC Tarbiyah-PERTI Kabupaten Rejang Lebong dan Ketua Pembina Yayasan Tarbiyah Rejang Lebong (YTRL). Alumni MTI Curup, PP Arrahmah Curup, PP Nurul Huda Sukaraja, Khairani Study Centre (KSC) Bengkulu dan Harian Bengkulu Ekspress ini juga dipercaya sebagai Anggota Badan Pengawas Yayasan Khairani Bengkulu, Ketua Ikatan Keluarga Alumni Nurul Huda (IKANUHA), Ketua Bidang Pendidikan Yayasan Pondok Pesantren Nurul Huda (YPPNH) Sukaraja dan Ketua Dompet Alumni Peduli Arrahmah (DAPA) Curup.

D.M.S. Harby
Tulisan diolah dari berbagai sumber. Penulis adalah alumni Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyah Islamiyah (MITI) Pasar Baru Curup, MTs. Pondok Pesantren Arrahmah Air Meles Atas Curup, MAK Pondok Pesantren Nurul Huda Sukaraja OKU Timur dan Kepala Sekolah Dasar Tarbiyah Islamiyah (SDTI) Curup 2015-2017. Kini Ketua Ikatan Alumni PPNH Sukaraja, Ketua PC Tarbiyah-Perti RL dan Ketua Pembina Yayasan Tarbiyah Rejang Lebong (YTRL).