Sejarah Persatuan Tarbiyah Islamiyah Sejarah Persatuan Tarbiyah Islamiyah Sejarah Persatuan Tarbiyah Islamiyah
Dulu sekali ketika masih dalam pendidikan di madrasah saya pernah mendengar nama Syekh Sulaiman Arrasuli sebagai orang besar dan tokoh Islam berpengaruh dan disegani pada masanya (Minang; urang basa). Dari cerita yang saya dengar waktu itu, beliau adalah pendiri Persatuan Tarbiyah. Tak ada nama lain selain beliau sebagai pendiri Persatuan Tarbiyah.
Sehingga berkunjung ke Canduang waktu itu, adalah kebanggaan luar biasa. Hingga menyelesaikan pendidikan madrasah, saya tidak mengenal nama lain sebagai pendiri Persatuan Tarbiyah. Kalau pun saya mengenal Syekh Jamil Jaho (Inyiak Jaho), itu karena kakek saya dari pihak ibu, pernah belajar pada beliau. Begitu nenek dan mak saya bercerita.
Doktrin tentang Inyiak Canduang sebagai pendiri Persatuan Tarbiyah semakin mantap ketika menempuh pendidikan sarjana. Karena narasi yang saya dengar adalah bahwa “Inyiak Canduang mendirikan Persatuan Tarbiyah. Lalu beliau mengembangkannya dalam bentuk pendidikan, hingga berdirilah madrasah di mana-mana, besar dan menjadi partai Islam”.
Kalaupun ada nama seperti Syekh Jamil Jaho dan Syekh Abdul Wahid dan Syekh Arifin, sifatnya hanya ‘pembantu’ belaka. Tentu saja tidak menjadi tokoh sentral bahkan dalam dan untuk perkembangan Persatuan Tarbiyah selanjutnya hingga mencapai puncak kejayaannya.
Dari sejak itu muncul pertanyaan, bagaimana mungkin satu organisasi besar dan berpengaruh sepanjang sejarah dinamika Islam melayu-Indonesia, bisa bertumpu pada satu orang, sementara kultur masyarakatnya (Minangkabau) adalah kultur egaliter?
Setelah ditelusuri, ternyata Sulaiman Arrasuli dalam proses pendirian awal Persatuan Tarbiyah adalah orang pertama kali yang mengubah halaqah menjadi pendidikan dengan sistem kelas dari kalangan kaum tuo, sebuah saran permintaan yang disampaikan oleh Syekh Abbas Qadhi, agar ada lembaga pendidikan tingkat menengah dan lanjut dengan sistem modern dari pendidikan ibtidaiyah -yang telah lebih dulu dibentuk Syekh Abbad Qadhi dengan sistem kelas.
Gagasan yang sama juga ia sampaikan kepada Syekh Jamil Jaho, Syekh Abdul Wahid, Syekh Arsyad, Syekh Arifin dan mengajak mereka untuk melakukan hal yang sama pula. Jadilah hingga saat itu 5 Mei 1928, lahirlah empat madrasah yakni Madrasah Canduang, Jaho, Tabek Gadang dan Batu Hampar.
Lalu pada malam itu juga disepakatilah bahwa madrasah terbut bernama Madrasah Tarbiyah Islamiyah, setelah sebelumnya ada usulan untuk memberi nama dengan tarbiyatuttulab.
Lalu dibentuklah Persatuan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (PMTI) sebagai lembaga yang bertugas mengembangkan pendidikan. Singkat cerita, PMTI ini kemudian berubah menjadi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PTI) di kongres Canduang, 1930. Pada tahun 1935 di kongres ke dua, di Payakumbuh berubah menjadi Persatuan Pendidikan Islam Indonesia (PPII).
Karena memakai nama Indonesia, PPII dicurigai berubah sebagai partai politik, yang berdampak politik pula, yakni dibuang ke digul oleh Belanda. Lalu pengurusnya menarik diri, kegiatan organisasi PPII terhenti dan bubar.
Sementara itu, di Suliki ada organisasi tarekat, bernama at-Tarbiyah al-Shufiyah al-Islamiyah, yang didirikan oleh Syekh Abdullah, mamak dari Syekh Abdul Wahid 1929 (Deliar Noer). Organisasi ini pada awalnya tampak tidak memiliki hubungan apapun dengan organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah yang didirikan di Canduang.
Karena usia yang telah menua Syekh Abdullah memindahkan kepemimpinan organisasi ini kepada Buya Rusli Abdul Wahid dan direstui oleh Syekh Abdul Wahid (mamak sekaligus mertua Buya Rusli Abdul wahid). Setelah memimpin, ia mengusulkan namanya diubah menjadi Persatuan Tarbiyah Islamiyah, tapi disingkat dengan PERTI.
Dalam kongres Perti Suliki 1937, muncul usulan dari Syekh Abbas Qadhi supaya PERTI Suliki ditingkatkan menjadi PERTI Minangkabau karena PTI/PPII yang awalnya didirikan di Canduang 1928 sudah lama lumpuh dan bubar. Usulan ini diterima peserta kongres dengan catatan Buya Rusli Abdul Wahid tetap dalam pengurus inti/ketua umum.
Gagasan ini mendapat dukungan dari ulama kaum tuo seperti Syekh Jamil Jaho dan Syekh Sulaiman Arrasuli, karena organisasi yang didirikannya telah terhenti gerakannya dan bubar sendiri gara-gara berubah nama dari PTI menjadi PPII 1935.
Sejak mendapat dukungan dari ulama senior kaum tuo, PERTI asal Suliki ini menyatakan akan berusaha memajukan pengajaran Islam dan memperbaiki sekolah dan dinyatakan dalam AD Pasal 3. Sejak itu Madrasah Tarbiyah Islamiyah, semula bernaung di bawah PTI menemui naungan baru di bawah naungan PERTI, Persatuan Tarbiyah yang berasal dari perkumpulan tarekat di Suliki.
Ini berarti bahwa PERTI yang didirikan oleh Buya Rusli Abdul wahid inilah yang ada, bertahan, besar, dan menjadi partai Islam di kemudian hari dan menjadi Ormas kembali saat ini. Dan PERTI yang berasal dari perkumpulan tarekat Suliki ini pula yang menaungi Madrasah Tarbiyah Islamiyah selama bertahun-tahun sejak 1937, sejak gerakan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PTI) yang didirikan di Canduang terhenti dan bubar karena berubah nama menjadi PPII, dua tahun sebelumnya.
Ini juga berarti bahwa PERTI yang berasal dari surau tarekat inilah yang sebenarnya terbelah menjadi dua 40 tahun lalu itu ulah politik masa orde baru. Dengan demikian kita dapat melihat posisi masing-masing tokoh dan peran mereka dalam sejarah. Tidaklah pantas kita membesarkan satu tokoh secara berlebihan dan menghilangkan nama tokoh lain dalam perjalanan sejarahnya. Ada Syekh Sulaiman Arrasuli sebagai penggagas perubahan halaqah menjadi madrasah dan ada Buya Rusli Abdul Wahid yang membentuk dan mengembangkan PERTI dan menaungi madrasah. Keduanya berasal bisikan dari Syekh Abbas Qadhi.
Dari kronologi peristiwa di atas, mungkin kita akan mengerti kenapa dekrit Syekh Sulaiman Arrasuli tidak menjadi pertimbangan pengurus masa itu untuk meninggalkan politik. Dan dari kronologi ini pula kita akan mengerti dari mana munculnya perpecahan.
Kini kita semua telah berkumpul di bawah satu atap setelah islah 2016. Dengan demikian, Persatuan Tarbiyah Islamiyah adalah rumah kita semua, ya rumah para sufi yang menyelesaikan pendidikannya di surau dan rumah para faqih yang menyelesaikan pendidikannya di Madrasah Tarbiyah. Karena Madrasah Tarbiyah telah ditampung oleh Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) sejak 1937 sebagai konsekuensi dukungan kaum tuo, yang bergerak di bidang pendidikan.
Narasi sejarah Persatuan Tarbiyah ini tidak akan pernah didapatkan dari wawasan sejarah yang bersifat doktrinal. Generasi muda Persatuan Tarbiyah perlu membaca kembali sejarah Persatuan Tarbiyah Islamiyah sebagai organisasi Islam dan Madrasah Tarbiyah sebagai pendidikan Islam. Karena keduanya adalah hal yang berbeda.
Baca Juga: Sejarah Ringkas Berdirinya PERTI: Penghimpun Ulama
Setelah ini, saya dan kita semua berharap, tak ada lagi klaim dari generasi muda Persatuan Tarbiyah merasa lebih berhak terhadap organisasi Persatuan Tarbiyah dan merasa sebagai penyandang titel anak ideologis Persatuan Tarbiyah. Apalagi bertanya tentang asal sekolah madrasah seseorang agar diakui sebagai bagian dari Persatuan Tarbiyah Islamiyah.
Bagaimana kalau masih ada yang bertanya tentang asal sekolah seseorang supaya diakui sebagai bagian dari Persatuan Tarbiyah Islamiyah? Ya, saya akan tertawa saja. Hehe
Wallahu a’lam
Ciputat, 24 desember 2017
Muhammad Yusuf el-badri (Anak Muda Persatuan Tarbiyah Islamiyah)
Leave a Review