Seiring waktu, fatwa ditiadakannya shalat (tidak baku) Jumat dan berjamaah di masjid menjadi hangat karena wabah virus korona atau umum disapa Covid-19 ini. Banyak pernyataan yang muncul dari fatwa ini hadir. “Ada virus korona (Covid-19) atau tidak kita bakalan mati juga”, “Kenapa harus takut? Jikalau tuhan yang berkehendak”, ada pula begini “benar-benar kelewatan negara ini, lebih takut kepada virus korona ketimbang sang pencipta.
Mereka yang menjawab demikian melanjutkan bantahannya dengan solusi yang begitu normatif: “lagian orang pergi shalat jumat itu pasti dalam keadaan berwuhdu, toh berwudhu itu suci lagi membersihkan”.
Sekarang, mari logikakan secara mendasar. “Jangan takut terhadap virus korona, karena itu adalah ciptaan Allah. Sehingga feedback-nya adalah “maka berlindunglah kepada Allah”. Nah, bagaimanapun virus korona adalah bagian ciptaan makhluk Allah SWT. Lantaran demikian wabah itu sama dengan manusia, binatang, dan tumbuhan. Seketika itu kita setuju dengan statement di atas. Meski demikian harimau dan ular adalah ciptaan sang Khalik pula. Tetapi, kita tentu tidak pernah mencoba bersalaman dan berpelukan dengan hewan itu kan? Dan begitulah virus korona, kita tidak mungkin berusaha untuk melakukan kontak terhadapnya.
Baca Juga: Covid-19 dan Rukhsah Shalat Jumat
Sebagaimana hadis Rasullah SAW menjadi pendukung untuk menjauhi penularan penyakit:
وَفِرَّ مِنَ المَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الأَسَدِ (صحيح البخاري)
“Larilah dari penderita lepra/kusta sebagaimana engkau lari dari singa.” (H.R. Al-Bukhari)
Kembali lagi dengan masalah dinafikannya shalat Jumat ini. Fatwa MUI pusat sudah dikeluarkan untuk menjawab kebingungan umat. Bahwa akibat virus korona itu boleh mengganti shalat Jumat dengan Zuhur. Di sini daya literasi begitu berguna demi mencapai nalar berpikir yang baik. Ringkasnya fatwa ini menjelaskan orang yang terkena virus korona ini mengganti shalat Jumat dengan Zuhur di rumahnya demi mencegah penyebaran pandemi ini.
Untuk daerah yang berisiko tinggi dari penyebaran ini pula, dapat diganti dengan Zuhur. Berbeda dengan daerah yang berisiko rendah atau nihil, bahwa fatwa ini tidak berlaku terhadapnya. Mestinya kita tahu bahwa hal yang demikian sebenarnya upaya dari meningkatkan kewaspadaan.
Dalam Ilmu Mantiq seketika lafaz fatwa itu dipahami dalam keadaan kulliy, kita akan mendapatkan buah pikiran se-Indonesia ditiadakan shalat Jumat dan berjamaah di Masjid. Tapi, kalau memahami fatwa itu dengan keadaan lafaz juziy kita bisa mengetahui bahwa peniadaan itu bersifat khasterhadap daerah di Indonesia yang rawan akan virus korona ini.
Kembali lagi dengan perseteruan “lebih takut akan virus korona ketimbang Allah”. Pertama kita harus menyadari dulu, apakah pantas perbandingan ini muncul? Yang satu makhluk dan satunya Khalik. Tentu, antara dua objek ini tidak setimbangan atau setara. Baiknya kalimat seperti ini sangat keliru dan rancu apabila terus berlarut membahasnya.
Kasus di atas hanyalah sebagai contoh untuk membuktikan bahwa sekalipun kita dibekali argumen yang melimpah, kadang kala kita terjebak dalam kesalahan berpikir ketika kita tidak mengetahui kaidah dalam berpikir atau berlogika. Bermula kesalahan berpikir itulah, diskusi dan perdebatan yang kita langsungkan sering kali berujung kepada kesia-siaan.
Baca Juga: Salat Jumat dengan Tiga Orang, Bolehkah?
Maka kaidah berpikir (logika) dalam masalah ini adalah Qanun al-Dzatiyyah. Secara sederhana, kaidah ini hendak menjelaskan bahwa setiap sesuatu itu memilki hakikat dan ciri khasnya yang bersifat tetap sebagai pembeda dari satu sama lain.
Misalnya khalik dan makhluk. Hakikat Khalik (Allah) dan makhluk sudah jelas berbeda bersesuaian itu dengan hukum logika. Kita tidak bisa mempersamakan makhluk dengan Allah. Jika kaidah ini kita abaikan, maka kita akan mudah mempercampuradukkan dua hal dari satu sisi boleh jadi sama. Tapi, pada hakikatnya adalah suatu yang berbeda. Dan itu sering terjadi apalagi di sosial media.
Maka Ilmu Mantiq berperan besar dalam memahami konteks ini. Bagaimana tidak? Manusia sering kali sebagai makhluk yang berpikir dipengaruhi oleh pelbagai tendensi, emosi, subjektivitas dan lainnya. Sehingga manusia tidak dapat berpikir secara jernih, logis dan objektif. Jadi, Ilmu Mantiq merupakan kajian yang berupaya agar seseorang tidak keliru dalam berpikir dengan menggunakan cara-cara sistematis berpikir yang benar. []
Redaksi tarbiyahislamiyah.id menerima tulisan berupa esai, puisi dan cerpen. Naskah diketik rapi, mencantumkan biodata diri, dan dikirim ke email: redaksi.tarbiyahislamiyah@gmail.com
Leave a Review