scentivaid mycapturer thelightindonesia

“Pemimpin Universal” Di Pinggir Pandemi

“Pemimpin Universal” Di Pinggir Pandemi
Ilustrasi/Dok. https://get.suficomics.com/wise-fool/

Oleh Riki Dhamparan Putra

Pada tahun 2000, seorang pemimpin spritual di Cyprus, Syekh Nazim Adil Effendi Al Haqqani[1] (almarhum) menyampaikan sebuah pemandangan batin pada para penghayat spritual yang mengunjunginya. Murid-muridnya belakangan mengupload rekaman pertemuan itu di media sosial dan menterjemahkannnya untuk publik.   

Pada suatu menjelang Ramadhan, kata Syekh Nazim,China akan dijatuhkan dalam tiga hari jika Allah Swt berkenan. Ia mengingatkan umat Muslim untuk semakin memperkuat tauhid dan berhati-hati pada kedatangan sebuah penyakit yang tidak diketahui. Penyakit itu kata beliau, virus yang menyerang melalui hidung, mulut dan paru-paru. Ratusan ribu orang akan mati karenanya, orang-orang tidak bisa keluar rumah (karantina, pen) dan para dokter (ilmuwan, pen) dilanda bingung karena tidak mengetahui penyakit ini. Dikatakan juga, orang-orang akan melindungi dirinya dengan bungkusan (APD, pen) untuk mencegah penularan. Banyak orang tidak dikubur, melainkan dibakar karena rasa takut telah meningkatkan kegilaan manusia. Di akhir peringatan itu beliau mengatakan telah dekatnya kedatangan Al Mahdi yang akan memimpin orang-orang beriman. 

Rincian proses bencana penyakit yang digambarkan oleh Syekh Nazim 20 tahun lalu itu, memang mencengangkan kita sesuai dengan keadaan yang berlangsung saat ini. Namun bila disimak dengan lebih teliti, inti dari pemandangan batin di atas bukanlah semata ramalannya. Melainkan dua hal, pertama anjuran untuk memperkukuh tauhid.  Kedua, telah dekatnya kedatangan Imam Mahdi.

Pada dua point ini, pemandangan batin Syekh Nazim terhubung dengan topik-topik sensitif dari dunia keagamaan, khususnya topik Imam Mahdi yang belakangan kembali menjadi perhatian di gelanggang wacana pandemi. Baik kalangan Sunni maupun Syi’ah mempercayai sosok Imam Mahdi sebagai pemimpin universal, yang kedatangannya merupakan salah satu tanda besar hari kiamat. Hadis-hadis juga menggambarkannya sebagai pemimpin protagonis bagi menentang pengrusak utama dunia, Dajjal, yang akan mengendalikan manusia di akhir zaman.

Baca Juga: Samakah Wabah Korona dengan Tha’un?

Pemimpin Universal     

Topik Imam Mahdi, tentu tergolong marjinal ditinjau dari sudut pandang mainstream dalam wacana pandemi, lantaran bersumber dari alam spritual yang tidak bersandar pada wawasan kesehatan modern yang bersifat sekular. Sandaran utamanya adalah perkataan Nabi Saw yang dicatat dalam sejumlah kitab hadis. Pandemi di sini, merupakan latar belakang yang menjelaskan ciri-ciri keadaan manusia ketika pemimpin pamungkas datang untuk menyelamatkan akidah manusia. Itu antaranya terpapar jelas dalam hadis yang diriwayatkan Imam As Shadiq “Sebelum Al Qaim muncul, dua kematian akan terjadi: kematian merah dan kematian putih. Kematian merah akan terjadi melalui pembunuhan dan kematian putih akan terjadi melalui epidemik”[2]       

Al Qaim yang berarti “pemimpin kebangkitan” adalah julukan lain dari Imam Mahdi, karena salah satu perannya adalah membangkitkan kembali keseimbangan alam semesta.  Kematian merah, yang berarti peperangan dan pembantaian, di dalam hadis itu disejajarkan kondisinya dengan kematian putih yang berarti wabah penyakit global. Ini mengandaikan, wabah penyakit berhubungan dengan proses-proses rusaknya tatanan keseimbangan alam karena ulah manusia.  

Faktanya, pandemi kini bukan lagi sekadar masalah kesehatan. Tetapi telah berkembang menjadi masalah kemanusiaan yang kompleks, yang memperlihatkan kegagapan sistem formal global mengendalikannya. Situasi yang serba tak pasti hari ini pada gilirannya mendorong orang untuk mencari penghiburan batin agar tidak jatuh dalam keputusasaan. Pada moment inilah agama mengambil peran sesuai dengan esensi agama yang salah satu misinya adalah memberi harapan dan penghiburan kepada manusia.

Imam Mahdi adalah pamungkas untuk mewujudkan misi yang seperti itu. Kehadirannya diperlukan, sebab agama tidak bekerja semata dengan perintah tekstual, tetapi dengan suri teladan, dengan kepemimpinan yang mampu menafsirkan serta mengimplementasikan nilai-nilai paling otentik dari agama itu melalui tindakannya, sehingga manusia tidak kehilangan kepercayaan dan harapan pada janji-janji Sang Pencipta yang termaktub dalam keterangan agama.  Dalam konteks kemanusiaan yang sedang terguncang, kehadiran Sang Imam berarti akan menjadi penguat, untuk membawa kembali kemanusiaan itu pada kemuliaannya. Eksplisit, keadaan itu dinyatakan dalam sebuah hadis “ (yang pada masa itu) Allah SWT memberikan hujan kebaikan, bumi mengeluarkan tanaman-tanamannya, harta akan dibagikan secara merata, binatang ternak melimpah dan umat menjadi mulia… [3]

Umat mulia, berdasarkan hadis ini merupakan visi dari akidah agama yang akan ditegakkan kembali oleh Sang Pemimpin Universal itu.  Yakni suatu keadaan yang hanya tercapai apabila ada keselarasan antara alam semesta (bumi yang mengeluarkan tanam-tanaman) dan kemanusiaan dalam keadilan sosial yang merata. Dalam konteks alam semesta yang sudah tereksploitasi habis-habisan di tengah ketidakadilan global yang terus berlangsung, berarti Sang Imam harus melakukan pemulihan total dengan cara memperbarui tatanan dunia yang telah menyebabkan rusaknya keseimbangan itu.

Hadis juga meriwayatkan, akan ada perang besar (malhama al-kubra) antara pengikut Sang Imam melawan para komprador, eksploitator, dan kekuatan-kekuatan arogan dalam proses pemurnian kembali alam semesta itu. Tetapi ia akan dimenangkan sebagai bukti janji Tuhan untuk mewariskan bumi dan isinya pada yang paling berhak, yakni orang-orang beriman yang teraniaya.

Tak diragukan, jihad Sang Imam ini kalau demikian adalah sebuah jihad kemanusiaan. Pertaliannya dengan akidah agama bersifat wajib, karena akidah menyediakan panduan untuk mencapai kemuliaan manusia itu. Dalam hadis lain dari Imam Al Baqir, dinyatakan, kemuliaan manusia itu benar-benar akan terjadi manakala Imam Mahdi datang. Karena pada saat itu, menurut hadis itu  “Allah akan menyentuhkan rahmatNya kepada kepala makhluk-makhlukNya, sehingga akal mereka menjadi sempurna…”.[4]

Baca Juga: Isykal (Dilema) Seputar Hadis-hadis tentang Mahdi dan Dajjal

Hadis ini sangat lugas dalam memberi batasan pada kemuliaan akal sebagai syarat kemuliaan manusia. Akal dikatakan sempurna apabila ia telah mendapat sentuhan rahmat Ilahi, yang berarti ia akan tercerahkan sehingga dapat bekerja sebagai daya yang suci, yang mustahil bertentangan dengan ketentuan-ketentuan keseimbangan dari Penciptanya. Mungkin dalam tujuan seperti itulah perkabaran tentang Imam Mahdi perlu terus dipelihara dalam imajinasi manusia. Agar akal itu menjadi sempurna, tidak merosot menjadi sekadar arogansi kemajuan ilmu, yang terbukti tidak banyak berguna ketika pandemi melanda. []

2020

*Penulis lahir 1 Juli 1975, di Sumatra Barat. Menekuni puisi dan berkhidmat pada segi-segi batin daripada manusia dan kebudayaannya. Buku yang telah terbit adalah Percakapan Lilin (kumpulan puisi, 2004), Mencari Kubur Baridin (Kumpulan puisi, 2014) dan Suaka-Suaka Kearifan (2019)


[1] Syekh Nazim Adil Al Haqqani dikenal dunia internasional karena aktivitas perdamaian dan kemanusiaannya. Perjumpaannya dengan Paus Benecdit XVI di Cyprus pada Juni 2010 digambarkan media barat sebagai surprise. Banyak pemimpin dunia dan selebritis (termasuk petinju almarhum Muhammad Ali) yang berbaiat kepada beliau. Sekalipun sudah wafat, beliau tetap dianggap Mursyd tertinggi dalam tarekat Naqsyahbandy Haqqani sampai saat ini.

[2] Hadits dari Imam Ja’far As Shadiq dalam Bihar Al Anwar yang dikutip dalam buku Imam Mahdi: Penerus Kepemimpinan Ilahi – study komprehensif dari jalur sunnah dan sy’ah tentang eksistensi Imam Mahdi, karya Ibrahim Amini. Terjemahan Indonesia diterbitkan Islamic Center Al- huda, 2002.  

[3] Hadits riwayat Al Hakim. Selengkapnya kalimatnya adalah “Dari Abu Said al-Khudri RA, sesungguhnya Rasul  bersabda: “Akan muncul di masa akhir umatku seorang yang diberikan petunjuk (al-Mahdi), (yang pada masa itu) Allah SWT memberikan hujan kebaikan, bumi mengeluarkan tanaman-tanamannya, harta akan dibagikan secara merata, binatang ternak melimpah dan umat menjadi mulia, dia akan hidup selama tujuh atau delapan,” yaitu musim haji.

[4] Hadits yang dikutip dalam buku Ibrahim Amini, hal 312. “Ketika Al Qaim muncul, Allah akan menyentuhkan rahmat kepada kepala-kepala makhluk-makhluknya, sehingga akal mereka menjadi sempurna, dan mampu mewujudkan impian-impian mereka dengan akalnya itu…” (Hadits riwayat Imam Al Baqir).

Riki Dhamparan Putra
Riki Dhamparan Putra, lahir di Kajai, Talamau, Pasaman, 1 Juli 1975. Proses kreatifnya bermula di kampung keluarga besarnya, Lumpo, IV Jurai, Pesisir Selatan, dengan mendirikan Sanggar Seni Welidtra, antara lain bersama Raudal Tanjung Banua. Kelak, Riki dan Raudal merantau ke Bali, bergabung dengan Sanggar Minum Kopi dan berguru pada penyair Umbu Landu Paranggi. Buku Riki adalah Percakapan Lilin (puisi, 2004), Mencari Kubur Baridin (puisi, 2014) dan Suaka-Suaka Kearifan (esei, 2019). Sekarang ia tinggal di Jakarta. Ia deklarator Jaringan Intelektual Berkemajuan (JIB) dan peneliti senior di CEDEP President University. Lahir di Sumatra Barat, menekuni puisi dan bergiat di bidang budaya. Buku kumpulan esainya, Suaka-Suaka Kearifan terbit 2019.