Sebelumnya Baca: Pengembangan Desa Sukaraja (Bagian I): Potret Transformatif Pembangunan Kawasan Pesisir Komering Berbasis Pemukiman Warga Jawa
Oleh : DMS. Harby, Lailatul Fitriyah dan Puji Adi Pertiwi**
Peradaban kosmopolitan merupakan potret kehidupan masyarakat Desa Sukaraja, Kecamatan Buay Madang, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Provinsi Sumatera Selatan. Peradaban yang berbasis keutuhan jati diri masing-masing tokoh dari komunitas pribumi dan pendatang yang hidup di dalam masyarakat Desa Sukaraja. Baik elit pribumi Komering maupun elit pendatang Jawa, dengan keutuhan karakter masing-masing, mengembangkan kerjasama yang mendukung bagi pertumbuhan wilayah dan pengembangan sumberdaya masyarakat Desa Sukaraja.
Kerja sama saling mendukung antar warga pribumi Komering dan warga pendatang Jawa dalam membangun dan mengembangkan peradaban yang maju dan lebih mulia bermula dari para elit kedua komunitas warga Desa Sukaraja itu. Mengembangkan pola kehidupan masyarakat yang dalam suka dan duka, yang tanpa pamrih, namun senantiasa ramai bekerja secara bersama-sama. Telah menumbuhkan karakter masyarakat Desa Sukaraja yang di dalam suka maupun duka senantiasa ramai bekerja bersama-sama. Masyarakat yang bersemangat suka duka ramai bekerja.
Sukaraja Bagian Pemerintahan Marga Buay Pemuka Bangsa Raja
Prinsip suka duka ramai bekerja ini merupakan nilai yang dicetuskan oleh Muhammad Daud bin Syafei. Elit pribumi Komering satu ini, sebagaimana diceritakan oleh Tamrin (salah seorang puteranya) memang mengidentifikasi nilai luhur masyarakat dari nama salah satu sub wilayah Marga Buay Pemuka Bangsa Raja yang ia pimpin. Sukaraja kala itu merupakan bagian dari Marga Bangsa Raja, Kawedanan Martapura, Kabupaten OKU.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 1959 tentang pembentukan kembali Kabupaten OKU dengan ibukotanya Baturaja. Baturaja sendiri merupakan satu dari tiga kawedanan di dalam Kabupaten OKU dengan ibukotanya Lubuk Batang. Selanjutnya Kawedanan Martapura dan Kawedanan Muaradua. Struktur pemerintahan kabupaten di masa itu dimulai dari Bupati hingga Penggawa.
Bupati memimpin beberapa Wedana dan dimana wilayah bupati itu memimpin disebut kabupaten. Wedana memimpin beberapa Pesirah dan dimana wilayah wedana itu memimpin disebut kawedanan. Pesirah, Danguan, Kai-Pati/Kipati/Depati (Komering) atau Datuk (Rejang) memimpin beberapa Peroatin dan dimana wilayah pesirah itu memimpin disebut marga. Peroatin, Baginda/Baginde/Ginde (Rejang), Kai-Ria/Keria (Komering), Lurah dan Ngabehi memimpin warga dan dimana wilayah peroatin itu memimpin disebut dusun.
Dalam memimpin dusun, peroatin, ginde atau keria itu dibantu oleh empat orang penggawa. Para penggawa ini menjadi pembantu keria dalam mengurus dusun. Di antara tugas mereka adalah memelihara ketertiban termasuk di dalamya urusan kepolisian. Mengawasi penanaman lada dan mengawasi penerimaan orang asing. Salah satu dari mereka dikerjakan sebagai Amameh atau pesuruh dari kepala dusun. Bertugas mengantar surat-surat dan pesan-pesan mengenai pemerintahan dusun. Stuktur pemerintahan ini mengikuti pemerintahan marga yang sudah ada sebelumnya. Baik di masa pemerintahan Belanda maupun masa sebelumnya lagi yaitu masa pemerintahan kesultanan atau kerajaan.
Sebagaimana tersebut di atas, Kabupaten OKU kala itu membawahi Kawedanan Baturaja (bekas Onder Afdeling Ogan Ulu), Kawedanan Martapura (bekas Onder Afdeling Komering Ulu) dan Kawedanan Muara Dua (bekas Onder Afdeling Mekakau dan Ranau). Kawedanan Martapura membawahi beberapa marga, salah satunya adalah Marga Buay Pemuka Bangsa Raja. Salah satu wilayah di dalam Marga ini adalah Sukaraja yang kala itu dipimpin oleh Keria Muhammad Daud.
Muhammad Daud: Elit Kria Pembangun Komering Marga Bangsa Raja
Muhammad Daud bin Syafei bin Sahing bin Alam Liyu bin Raya Sahing. Begitulah nama lengkap Keria Sukaraja ini. Jika diteruskan ke atas, salah satu garis silsilahnya akan sampai ke Muyang Tuan Riya. Ibunya bernama Halimah (dipanggil juga Beringin) binti Riya Pisa Mas gelar Pangeran Nata Marga XII. Keria Daud memiliki tiga saudara, Maryam kakak perempuannya sementara adiknya Muhammad Yusuf dan Rohimah. Istrinya bernama Nur Sima binti Mesagus Cani yang merupakan keturunan Muyang Lembu Sura dan wafat pada tanggal 30 Januari 1997. Beliau berputera dua orang yaitu Nur Yaman dan Tamrin.
Keria Daud sendiri lahir pada tahun 1921 dan wafat pada 28 November 1991 di Sukaraja. Pendidikannya hingga Kelas III SR Belanda di Martapura dan meneruskan hingga Kelas V SR Belanda di Muara Dua. Lalu Beliau ke Palembang guna bekerja di bengkel kapal laut. Ketika Jepang masuk tahun 1942, Beliau bergabung sebagai pejuang menjadi tentara hingga Indonesia merdeka. Setelah Agresi Belanda II 1948, Beliau mengundurkan diri dari ketentaraan dan pulang kampung ke Sukaraja.
Saat itu, Sukaraja baru mengalami pergantian pemimpin. Dari Keria Bintang Marga ke Keria Manap. Mengetahui kepulangan dirinya, Keria Manap yang masih kerabatnya memintanya menjadi pembantunya sebagai Penggawa. Tak lama setelah itu, Beliau pun juga dipercaya mengemban tugas sebagai Keria di Sukaraja. Keria Daud bertugas sejak tahun 1953 hingga tahun 1968. Tugas besar pertamanya adalah mensukseskan penyelenggaraan Pemilu I yang berlangsung pada tahun 1955 di wilayah Sukaraja.
Keria Daud merupakan sosok pembangun Sukaraja. Kebijakan pemerintahannya dalam rangka pengembangan Sukaraja, salah satunya, adalah mendatangkan warga dari Jawa. Seperti dari daerah Banyuwangi, Trenggalek, Bondowoso, Tuban, Malang dan lainnya. Beliau melokalisasi warga pendatang itu ke wilayah dalam Sukaraja. Itulah sebabnya terkenal istilah “Lokal” bagi wilayah dalam Sukaraja. Wilayah ini sejak tahun 2015 menjadi Desa Sukaraja sementara wilayah lama menjadi Desa Sukaraja Tuha.
Sejarah Pembangunan Desa Sukaraja: Berawal Dari Lokalisasi Pendatang Jawa
Terinspirasi dari program transmigrasi di Belitang pada tahun 1954 yang dilakukan oleh pemerintah pusat, Keria Daud memulai membangun Sukaraja melalui pengembangan kawasan berbasis lokalisasi atau pemukiman warga pendatang Jawa pada tahun 1959. Beliau pada tahun ini melakukan pemetaan, penyiapan lahan pemukiman warga dan fasilitas-fasilitas umum serta penentuan batas-batas lokasi pemukiman. Pemukiman ini dipusatkan di lokasi yang kini masuk dalam lingkungan Rukun Wilayah (RW) III Desa Sukaraja.
Tahun 1960 mulai perintisan pembangunan pemukiman, termasuk di dalamnya pembangunan jalan-jalan penghubung di dalam wilayah calon pemukiman. Pada tahap ini juga Keria Daud mulai berkeliling pulau Jawa dalam rangka mengajak calon warga Lokalisasi Sukaraja atau Sukaraja Lokal.
Saat itu, sesungguhnya, calon warga sudah mulai berdatangan di Sukaraja Lokal. Namun, resminya pemukiman warga pendatang Jawa itu dihuni pada tahun 1961. Di antara para pendahulu Desa Sukaraja itu, menurut Tamrin, putera kedua Keria Daud, di antaranya Sodikun, Atmo, Rubiyan, Dullah, Poh, Yadi, Kromo Sidum, Jakir dan Mangun.
Mengingat warga lokalisasi ini adalah komunitas agamis, maka fasilitas umum prioritas dibangun adalah langgar. Langgar atau musholla perdana didirikan adalah Musholla Al Istiqomah yang dipimpin oleh Mbah Rubian, Mbah Dullah dan Mbah Juli. Tahun 1962, bersama para pendahulu yang dipimpin sesepuhnya yaitu Kiai Rubiyan ini, Keria Daud membangun musholla ini.
Musholla ini merupakan fasilitas umum pertama yang dibangun di Sukaraja Lokal. Pada tahun 1964, juga bersama masyarakat dipimpin oleh Kiai Rubian, Keria Daud membangun Madrasah Miftahul Huda (MMH) Sukaraja yang berada di bawah binaan LP Maarif NU Jawa Timur. Di antara tokoh pembangunan MMH Sukaraja ini selain Kiai Rubiyan adalah Purbani, Abu Khoiri, Kanan, Mulyoto dan Muhdor.
Sebelum Gerakan 30 September (G30S), menurut Tamrin, sering ada panggung terbuka di halaman MMH Sukaraja ini. Lulusan pertama MMH Sukaraja ini adalah Rawito yang kemudian meneruskan studi ke PGA 4 Tahun di Martapura. Madrasah ini kemudian berganti nama menjadi Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah (MII) Sukaraja.
Pemerintah pusat menjelang tahun 1990-an mewajibkan semua unit pendidikan dikelola oleh Badan Hukum Yayasan. MII Sukaraja, karenanya, kemudian bergabung ke dalam Yayasan Pondok Pesantren Nurul Huda (PPNH) Sukaraja pada tahun 1992 dan menjadi Madrasah Ibtidaiyah (MI) Nurul Huda Sukaraja. Pada tahun 1966/1967, Keria Daud bersama masyarakat Sukaraja Lokal yang dipimpin Kiai Rubiyan, mulai membangun masjid yang kini bernama Masjid Jamik Nurul Huda Sukaraja.
Selanjutnya pada tahun 1968 membangun pasar Sukaraja Lokal yang kini menjadi Pasar Sukaraja. Pembangunan Pasar Sukaraja Lokal ini adalah program besar terakhir pemerintahan Keria Daud. Sebab tahun 1968 adalah awal masa bagi peralihan pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru. Masa dimana Keria Daud juga memungkasi pembangunan demi pembangunan yang telah dilakukannya dengan tanpa pamrih. Pembangunan Komering melalui pengembangan wilayah pemukiman berbasis lokalisasi pendatang Jawa.
Baik musholla yang kini bernama Musholla Al Istiqomah Sukaraja. Madrasah yang kini bernama MI Nurul Huda Sukaraja. Masjid yang kini bernama Masjid Jamik Nurul Huda Sukaraja. Serta pasar yang kini bernama Pasar Sukaraja. Kesemua itu berawal dari lahan yang menjadi bagian dari lokalisasi pemukiman warga pendatang Jawa yang telah disiapkan oleh Keria Daud sebagai pemimpin Sukaraja kala itu. Keria Daud sama sekali tidak memikirkan pamrih. Beliau berpegang teguh dengan prinsip Sukaraja yang dicetuskannya. Suka duka ramai bekerja!
Karena jasa Beliau dalam pembangunan Sukaraja melalui pengembangan pemukiman berbasis lokalisasi warga pendatang Jawa di wilayah dalam Sukaraja atau Sukaraja Lokal yang kini menjadi Desa Sukaraja inilah namanya harum di masyarakat. Setiap malam Jumat, hampir tak pernah terlupakan, namanya masuk ke dalam daftar nama arwah yang dikirim atau dihadiahi dalam majelis-majelis Yasinan warga Desa Sukaraja.
Elite Tokoh Pendahulu Desa Sukaraja
Di antara tokoh pendahulu warga Sukaraja Lokal yang kini menjadi Desa Sukaraja yang paling dekat dengan Keria Daud adalah Kiai Rubiyan, Slamet, Atmo, Imam Duri, Zainuri dan Sanardi. Sementara tokoh mudanya adalah Jumiran, Abdullah dan Purbani. Yang terdekat dari tokoh muda warga Desa Sukaraja ini adalah Jumiran dan Purbani. Jumiran bahkan sering pulang pergi ke rumah Keria Daud untuk menjalankan perintah atau tugas-tugas. Baik terkait urusan keluarga maupun urusan warga Lokal Sukaraja.
Kiai Purbani sendiri datang ke Sukaraja Lokal pada tahun 1963. Beliau menemui Keria Daud guna mengutarakan maksud kedatangannya dari Jawa ke Sumatera. Beliau ditanya oleh Keria Daud apakah mau hidup bertani atau berdagang. Karena Kiai Purbani menjawab akan berdagang, maka Keria Daud mengarahkannya untuk menjual beras.
Beras dimaksud adalah beras produksi pabrik milik Keria Daud. Dengan menggunakan sepeda milik Keria Daud, beras dijual oleh Kiai Purbani ke Martapura hingga ke Muara Dua. Dari berdagang beras produksi pabrik Keria Daud inilah memungkinkan Kiai Purbani merintis usahanya yang kemudian tumbuh berkembang. Jaringan Keria Daud juga yang menjadi salah satu pendukungnya.
Pabrik beras Keria Daud di Sukaraja Lokal kala itu ada dua titik. Titik pertama adalah yang berasnya diperdagangkan oleh Kiai Purbani. Pabrik pertama ini kerjasama dengan Raden Tihang dan pabrik kedua kerjasama dengan Slamet. Lahan kedua pabrik ini milik mereka berdua sementara pabrik baik gedung dan peralatan Keria Daud yang mengadakannya. Lokasi pabrik pertama tak jauh dari rumah Kiai Purbani yang berseberangan dengan rumah Raden Tihang. Sementara lokasi pabrik kedua tak jauh dari rumah Slamet yang berada di belakang Pasar Sukaraja Lokal.
Pabrik pertama yang bermitra dengan Raden Tihang ini dibangun pada tahun 1964. Pada tahun 1968, Keria Daud menjual saham miliknya di pabrik yang kini masih ada namun sudah tidak beroperasi lagi ini kepada Raden Tihang. Penjualan saham ini oleh Keria Daud murni atas dasar kekeluargaan yang tulus dan kemitraan yang harmonis.
Pada tahun yang sama, Keria Daud memanfaatkan uang hasil penjualan saham pabrik pertamanya untuk membangun pabrik kedua di lahan milik Slamet. Bersamaan dengan pembangunan Pasar Sukaraja Lokal di lahan yang sama, pabrik yang kini sudah tidak ada ini dibangun oleh Keria Daud bermitra dengan Slamet. Selain membangun gedung dan peralatan pabrik, Keria Daud juga menyertakan satu (1) unit motor sungai (tongkang) untuk pengangkut beras berkapasitas 20 ton.
Tongkang tersebut pemberian ayah angkat Keria Daud dari Talang Aur, Indralaya, Ogan Komering Ilir (OKI) yang sekarang Ogan Ilir (OI). Ayah angkatnya ini bernama H. Ziad yang merupakan salah seorang yang cukup terpandang karena jiwa sosialnya yang tinggi dan sangat familiar dengan suku mana pun juga. Dengan tongkang inilah pemasaran beras dari pabriknya yang kedua ini dikembangkan.
Pada tahun 1970 pabrik berikut tongkang dikembalikan kepada ayah angkatnya. Hal ini dikarenakan Suni gelar Ratu Tunggal bermaksud akan mendirikan pabrik juga di dekat lokasi gereja. Dalam rangka mendukung hal itu, Keria Daud dengan legowo menutup pabrik keduanya
Keria Daud sendiri sebelumnya telah memiliki pabrik beras yang berlokasi di Sukaraja (kini Desa Sukaraja Tuha). Pabrik ini mulanya juga bermitra dengan Raden Tihang dan dibangun pada tahun 1962. Sejak tahun 1967 sampai 1992, pabrik ini kemudian menjadi milik Keria Daud.
*Artikel ditulis dari berbagai sumber, terutama dari Bapak Tamrin bin Muhammad Daud. Diterbitkan berseri untuk Pusat Kajian Komering Universitas Nurul Huda dalam rangka memperingati 43 Tahun Berkhidmah PPNH Sukaraja.
**Para penulis adalah Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Nurul Huda.
Leave a Review