Pada dasarnya secara akal kebaikan dan keburukan itu tidak ada, hanya saja dalam menjalankan kehidupan dengan sistem yang ada di alam semesta ini manusia membutuhkan kebaikan dan keburukan untuk bisa hidup nyaman dengan hukum alam yang ada. Dengan kacamata itulah sebuah hukum terbentuk. Ini yang dikenal sebagai pembahasan tentang nilai atau moral hukum.
Makanya latar belakang pandangan manusia pada asal muasal alam semesta itu sangat berpengaruh pada pembuatan hukum dan undang-undang, makanya pembahasan tentang asal-muasal alam semesta selalu menjadi perdebatan para ahli filsafat hukum dan pembuat hukum, dalam menentukan hukum yang tepat untuk dijadikan undang-undang, dititik inilah perang pemikiran selalu terjadi, yang terkadang bisa menjadi perang fisik.
Jadi perdebatan tentang hukum apa yang harus dipakai di sebuah negara tidak akan pernah berhenti, karena perbedaan pandangan manusia dalam menafsirkan asal usul alam semesta, jadi keduanya saling terkait. Metode berpikir yang melahirkan hukum itu dalam Islam dikenal dengan ushul fiqh, sedangkan metode berpikir tentang penafsiran asal muasal alam semesta itu dalam Islam dikenal dengan ilmu kalam.
Jadi mengerikan kenapa pembahasan ushul fiqh tidak bisa terlepas dari permasalahan ilmu kalam? Ini alasan Alqadhi Baqilany memasukan ushul fiqh dalam ilmu kalam. Awalnya, pembahasan ilmu kalam tidak masuk terlalu jauh dalam ushul fiqh, karena di era awal sedikit sekali ada orang yang terpengaruh dengan pemikiran hukum di luar Islam.
Dengan keadaan itu, otomatis hukum Islam diterima semua dalam dunia Islam untuk mengendalikan negara, maka fokusnya hanya pada penafsiran sumber keislaman, dan itulah ushul fiqh era awal. Perdebatannya hanya perdebatan antar mazhab saja seperti istihsan, mafhum mukhalafah, dll. Tapi saat Islam meluas, dan dunia Islam mulai melihat peradaban lain yang memiliki pandangan tersendiri tentang alam semesta, yang dengan sendirinya melahirkan pandangan hukum dan undang-undang yang berbeda dengan yang ada dalam Islam.
Dari sini, mau tidak mau agar hukum Islam tahan banting dalam mengatur manusia dalam level negara maka pembahasan kalam harus dimasukan dalam pembahasan dasar hukum Islam (ilmu ushul fiqh). Dalam ilmu ushul fiqhlah argumen tentang penting dan benarnya hukum Islam dipertahankan. Karena hanya dengan argumen logis yang kuatlah sebuah hukum bisa bertahan dan tetap dipercaya untuk dijadikan dasar kehidupan bernegara ditengah apitan pemikiran tentang peradaban besar lainnya.
Untuk kebutuhan itu pembahasan kalamiah seperti tahsin taqbih aqly atau syar’i, al-Qur’an apakah bisa dinaskh, al-Qur’an makhluk atau bukan, dll. Maka dari itu ushul fiqh sering disebut sebagai filsafat hukum dalam Islam. Jadi jika hari ini ada yang mencoba memisahkan pembahasan ilmu kalam itu sama juga dengan mengatakan, hukum Islam itu tidak logis dan tidak pantas untuk dijadikan undang-undang, cukup jadi kepercayaan pribadi di ruang privat dan dirumah ibadah.
Karena dengan itu hukum Islam hanya melahirkan fiqh untuk lokal muslim saja, bukan undang-undang atau hukum yang bisa dipakai di level negara dan menjadi rahmat bagi semesta alam. Jika anda merasa sulit dengan itu jangan pembahasan kalam di ushul fiqh yang disalahkan tapi anda sendiri yang tidak mampu paham.
Leave a Review