Inilah peta ziarah Syekh Muhammad Arsyad Batuhampar di Timur Tengah yang tercatat rapi dalam catatan perjalanan beliau.
Oleh: Sabarnuddin, Aisiah, dkk.
Ziarah merupakan aspek penting yang menjadi fenomena hampir di semua kelompok muslim di dunia, terutama dalam konteks dunia kesufian. Dalam kamus sufi, ziarah menjadi satu ritus yang secara kontinu dilaksanakan. Ziarah bisa bersifat perjalanan ilmiah, bisa juga terkategori dalam bentuk ibadah.
Dalam tradisi sufi, begitu juga di Batuhampar, perjalanan ziarah merupakan salah satu aspek penting terkait dengan peningkatan spiritualitas. Ziarah, dalam kamus sufi bukan sekadar mengingat mati, atau menimbulkan rasa takut sehingga menggiatkan amal, namun lebih dari itu, ziarah merupakan satu bentuk upaya mengunjungi guru atau ulama yang telah wafat.
Adalah Syekh Muhammad Arsyad Batuhampar seorang tokoh terkemuka sufi, tarekat Naqshbandiyah asalah pendalaman Minangkabau yang mempraktikkan langsung ziarah itu sendiri. Aktivitas ziarahnya terekam dengan baik dalam catatan perjalanannya yang menjadi penegas bahwa kesufiannya menjadi dasar kokoh dalam safar-safar ziarahnya itu. Dalam catatan itu terlihat jelas peta ziarah Syekh Muhammad Arsyad Batuhampar di Timur Tengah.
Dalam catatan itu, perjalanan ziarah Syekh Batuhampar dimulai dengan mengunjungi Suez. Lokasi ini menjadi yang pertama disebabkan sebagai tempat transit menuju lokasi-lokasi lain. Di Suez Muhammad Arsyad menziarahi makam dua ulama terkemuka yang dikenal sebagai wali, yaitu Sayyid Syekh al-Gharib dan Sayyid Syekh Binnuari.
Setelah satu hari di Suez, hari Senin Muhammad Arsyad berangkat ke Thanta. Thanta adalah satu daerah tujuan ziarah yang penting, yaitu pusara Sayyid Ahmad al-Badawi (w.1276), terletak beberapa puluh kilo meter dari Suez. Dalam catatan Syekh Muhammad Arsyad terhadap al-Badawi dijelaskan bagaimana posisi al-Badawi sebagai wali. Ia disanjung karena keberadaannya merupakan berkah, sehingga negeri Thanta makmur. Mengenai kunjungan ke makam al-Badawi, Syekh Muhammad Arsyad menyebutkan bahwa kegiatan ziarah selalu dilakukan sehingga makam tidak sepi. Di antara tujuan ziarah adalah untuk menyampaikan wakaf, sedekah ataupun nazar, mengharap berkah al-Badawi. (Arsyad,1301 H:3).
Dari Thanta, Syekh Muhammad Arsyad bertolak ke Iskandariyah dengan menaiki kereta api. Di Iskandariyah, Muhammad Arsyad tinggal di Gahwa ‘Ashfur, selama 6 hari karena banyaknya lokasi yang akan diziarahi (Arsyad, 1301 H: 3). Muhammad Arsyad mencatat perjalanan ziarahnya antara lain: di kuburan Nabi-Allah Daniel, makam Luman al-Hakim, Sayyid Syekh ‘Abd al-Razaq, Sayyid Jabir al-Anshari, Sayyid Syekh Muhammad Sharif, Sayyid Muhammad al-Bushairi, Sayyid Abu Abbas al-Mursi dan muridnya Sayyid Faqahani, Sayyid Syekh al-Khazji, Sayyid al-Manshur al-Anshari, Sayyid Syekh Yusuf. Syekh Muhammad Arsyad melengkapi lokasi perjalanannya di Iskandariyah dengan menziarahi makam Sayyid Abdullah al-Maghawuri, Sayyid Syekh Ya’qub al-Aras, Sayyid Ja’far al-Anshari, dan Sayyid al-Zilqarnain.
Dari Iskandariyah juga, Muhammad Arsyad tidak luput juga untuk menziarahi Bayt al-Maqdis. yad, (1301 H: 6). Ziarahnya di Bayt al-Maqdis ini dipandu oleh seorang syekh-ziarah (penunjuk jalan), yaitu Syekh Mushtafa ibn Muhammad. Tujuan Syekh Muhammad Arsyad dalam perjalanan kali ini, pertama ialah ziarah ke al-Shakhrat al-Sharif. Al-Shakhrat al-Sharif ialah batu melayang yang dijadikan pijakan oleh Rasulullah dalam Mi’raj.
Setelah itu ia berziarah ke beberapa lokasi, seperti Mihrab Imam Syafi’i, Kubah Khidhir, Mihrah Hamzah dan situs-situs bersejarah lainnya. Terdapat 54 lokasi ziarah yang dikunjungi oleh Syekh Muhammad Arsyad selama di Bayt al-Maqdis. Dari Bayt al-Maqdis, Syekh Muhammad Arsyad berziarah ke Makam Nabi Yunus yang menempuh jarak 6 jam dari Bayt al-Maqdis.
Setelah berziarah dari Makam Nabi Yunus, Syekh Muhammad Arsyad menuju makam Nabi Ibrahim. Di Kubah itu terdapat tujuh makam lain selain makam Nabi Ibrahim, yaitu Makam Nabi Ishaq, Nabi Ya’qub, Nabi Yusuf, Siti Sarah, Siti Rafiqah dan Siti Liqah (Arsyad, 1301 H: 6-7). Syekh Muhammad Arsyad mengakhiri catatan perjalanannya di Kubah Nabi Ibrahim dengan menggambarkan kondisi makam serta aktivitas menuntut ilmu di masjid tersebut: Kalau melihat kepada masjid dan kubah beliau, seperti tempat Rasulullah di Madinah, tetapi menaranya dua buah saja. Beberapa ulama mengajar kitab dan menghafal al-Qur’an (Arsyad, 1301 H: 8).
Setelah menyelesaikan ziarah di Yerusalem, Muhammad Arsyad kembali ke Mesir dengan menempuh perjalanan selama enam hari. Sampai di Mesir ia bermukim di Gahwa Haji Irahim Turki selama delapan hari. Ziarah yang ia lakoni, pertama di makam Sayyidina Husein dan ahli bait lainnya. Setelah itu berziarah ke makam Imam Syafi’i di dalam Mesjid al-Qadim, serta makam gurunya Imam Waqi’ yang terletak di dalam mesjid Jami’. Setelah itu Syekh Muhammad Arsyad menziarahi makam Muhammad ‘Ali Basha, raja Mesir (Arsyad, 1301 H: 9-10). Perjalanan ziarah Muhammad Arsyad berakhir di al-Azhar al-Sharif setelah berhari-hari berkunjung ke berbagai lokasi ziarah di Timur Tengah.
Ziarah sebagai ibadah terletak pada keberkahan yang diyakini terdapat di makam orang-orang suci. Bagi kalangan ulama sufi, ziarah merupakan pintu penghubung jalinan rohani atau sanad keilmuan kepada ulama pendahulu. Begitu juga terlihat dalam catatan peta ziarah Syekh Muhammad Arsyad Batuhampar di Timur Tengah itu yang berusuha menyambungkan sanad keilmuan itu.
***
Syekh Muhammad Arsyad Batuhampar merupakan tokoh terkemuka tarekat Naqsyabandiyah yang diberi ijazah oleh ayahnya Syekh Abdurrahman al-Khalidi Batuhampar. Ia memimpin surau, sebuah lembaga pendidikan, merangkap tempat latihan rohani (riyadah, atau dikenal dengan zawiyah) hingga wafatnya ditahun 1924.
Tarekat Naqshabandiyah sebagai ordo sufi yang banyak dianut di dataran tinggi Minangkabau. Tarekat ini menekankan pentingnya hubungan guru-murid. Hal ini tercermin dari salah satu amalan yang selalu dilanggengkan oleh pengikut suluk, yaitu rabitah.
***
Untuk diketahui Batuhampar ialah daerah kecil di gerbang selatan Luak Limo Puluah, (Toeah, 1985:55). Sekarang wilayah ini termasuk teritorial kabupaten Lima Puluh Kota. Sejak abad 19, Batuhampar dikenal sebagai salah satu sentra pendidikan Islam ala surau yang terkemuka di Minangkabau.
Nagari Batuhampar ini dikenal sebagai salah satu pusat islamisasi yang relatif tua di pedalaman Minangkabau. Banyak warisan kebesaran Islam masa lalu, baik berupa bangunan-bangunan keagamaan (menara, gobah, kuburan dan sistem pengairan kompleks surau) maupun tradisi Islam yang sangat khas seperti suluk, tarekat dan kepemimpinan ulama khas Batuhampar membuat cocok untuk pengembangan wisata religius. Oleh karenanya, masyarakat sekitar sudah terbiasa dengan kunjungan berbagai pihak seperti para peziarah, pejabat pusat, wisatawan mancanegara, dan wisatawan domestik dari berbagai daerah.[]
Leave a Review