Puisi-puisi Ardiansyah Puisi-puisi Ardiansyah
Terlambat
Kala itu aku masih sangat lugu
Begitu tabu perihal rindu
Bahkan, aku terlalu sibuk melucu
Tanpa ingat punya urat malu
Kupikir ini kesalahan fatal
Kita belum saling mengenal
Tapi sudah kau buat aku terpintal
Sampai rasaku tak bisa diganjal
Rasanya seperti musim semi
Saat kau pertama kali kupandangi
Semoga saja ini bukan ilusi
Karena, aku benar-benar jatuh hati
Namun pada kenyataannya
Kita tak dapat bersama
Kau telah beranjak
Sebelum aku bertindak
Ardiansyah
Banjarmasin, 24 Juli 2020
Garis Simetris
Sepi menepi menanggapi
Perihal aku yang masih ragu
Menjumpai malam tentram
Padang sayup sayup kuyup
Semua ada di bayangku
Senja yang sedang tertawa
Dersik menyanyi dengan asik
Dan kau, perlahan menyeringai
Ini tentang garis di parasmu
Lengkungan penuh keindahan
Terukir bak pasir pesisir
Selalu menerima ombak berderu
Aku hanya merindu…
Garis simetris yang buatku candu
Ardiansyah
Banjarmasin, 23 Agustus 2020
Betah di Sini
Tempat ini sudah membuatku nyaman
juga sudah mengukir banyak kenangan
tentang suka duka sebuah hubungan
yang sampai saat ini masih bertahan
Tempat ini selalu ingin ku kunjungi
meski hanya untuk menenangkan diri
dari hiruk-pikuk aktivitas sehari-hari
yang cukup banyak menguras energi
Tempat ini sudah banyak memberi pelajaran
tentang sebuah kepercayaan
tentang sebuah perjuangan
juga tentang sebuah ketulusan
Di mana tempat itu? katamu
kubiarkan kau bertanya-tanya
Tapi, yakinlah!
kamu tahu di mana tempatnya
Ardiansyah
Banjarmasin, 1 Februari 2020
Gurauan Bulan April
Maaf, jika malam ini aku salah
telah membuat atmamu gundah
canda itu tak dapat kucegah
meskipun tak berfaedah
Raut wajahmu mendadak renyut
diiringi laju jantung yang berdenyut
dengan deru napas agak akut
lalu air hujan membawamu hanyut
Aku masih menunggumu di sini
dan berharap kamu mau mengerti
dengan kondisi afiliasi saat ini
yang penuh dengan alibi
Ayolah sayang……
tadi itu hanya kelakar awang
tak mungkin kan rasa mu berkurang?
lalu sedikit demi sedikit menghilang?
Ardiansyah
Banjarmasin, 4 April 2020
Strata
Kita dalam perbatasan
bukan antar wilayah
bukan juga pada jalur
yakni dalam stratum
Dengan gaya primitif
Aku menyanjungmu untuk berkunjung
menikmati rasa yang mungkin sama
mengurai semua menjadi sebuah cerita
Hanya berbekal roda dua
mengundi peruntungan pada semesta
Apa aku layak memboncengmu?
Atau, apa kau mau aku bonceng?
Gesturmu menjawab jelas
mengisyaratkan rona wajah memerah
pertanda ada segumpalan pongah
mencemari hari yang begitu indah
Dengan gaya bertarif
Kau mengusung perasaan linglung
mencabik renjana menjadi lara
mengundang duka bertahta lebih lama
Posisiku di situ rupanya
padang tumpukan amnesia
tak dianggap walau ada
hanya karena beda strata
Lantas, apa aku bodoh?
Jika mengharapkan kita berjodoh?
Ardiansyah
Banjarmasin, 24 Agustus 2020
Baca Juga: Puisi Asriani: Rindu dalam Sepi dan Si Bandit Kecil Sebatang Kara
Baca Juga: Puisi Duka yang Pecah dan Menunggu Seorang Pulang
Leave a Review