scentivaid mycapturer thelightindonesia

Puisi-puisi Mahlil Bunaiya Bagian I

Puisi-puisi Mahlil Bunaiya Bagian I
Ilustarsi/Dok. Karya Yoes Rizal, https://www.seputaraceh.com/37-perupa-ikuti-pameran-marapi-singgalang-di-rumah-budaya/

Puisi-puisi Mahlil Bunaiya Puisi-puisi Mahlil Bunaiya

Mahlil Bunaiya
————————-

kepada dua bukit yang bersalaman

di belantara beton dan kunang-kunang bercahaya terang
ingatanku beranak songsang
melamun jauh ke halaman rumah
 
hamparan lembayung terbentang
oleh tangan pelukis ulung
tebing tinggi dan parit menyangga pemukiman warga
hijau mata memandang
 
pemandian air terjun mengairi ladang petani
aku membangun sekolah tinggi
kau membangun industri perut
biarkan anak-anak kita mendirikan rumah bagi buku
tempat terbit segala renungan
penuh tawa mengiri matahari terbenam
 
kepada musim dataran tinggi
yang mendaki menurun melereng mendatar
tuan bertangan besi sudah pulang kampung
dentuman meriam sudah pula usai
 
tanyakan kepada dua bukit yang bersalaman
kenapa kita masih menyuruk di bawah ketiak pohon pinus
bersembunyi di jemuran pakaian
menunggu tawaran saudagar bersaku tebal
 
jejak pelor dan keris saudara begitu dalam membudaya
sedangkan bait kedua adalah dongeng pemuda
yang terbuang ke kampung seberang
ini oleh-oleh untuk dikunyah kemudian hari
 
2019

Mahlil Bunaiya
————————-
keringat pembungkus air mata
: ayah
 
aku ingin berkasih dengan sulung
di bawah pohon berkulit manis
bapak beranak mengadukan nasib
kepada siul burung
yang menari di pelapah daun tebu
 
aku ingin berkesah dengan relung
tentang ketangkasan tangan ayah
menyurukkan tangis ke balik dada
muasal cerita terbentangnya
ampuah kariang di rusuk merapi
 
dahulu ampauah kariang banyak air
menyesal menghanyutkan mayat perang saudara
ia bersumpang menahan tangis ke dada rimbo pancang
dan sekarang air itu mengalir di seluruh keringat ayah
sehingga ayah tiada pandai lagi berwajah sedih
 
setelah kejadian itu
aku tulis kisah ini seperti ratapan
ampuah kariang kepada ranting pinus tua
 
pada saf-saf  batang tebu sedang sembahyang
tangis sulung menusuk langit
aku miangkan derita hinggapi tubuh ayah
 
2019  

Mahlil Bunaiya
————————-
puisi yang larut
di bukit bintang
 
bagi lidah yang kaku
mata yang melupa kedipan
aku tak ubahnya seperti orang melarat
yang kau beri rasa hormat
 
tubuh yang merangkak untuk mengumpulkan cahaya
seharusnya sudah puas dengan menjilat telapak tuannya
percaya bahwa yang hidup di laut
akan bertemu dengan yang tumbuh di gunung
adalah sesal langit yang menitipkan bintang kepada bulan
 
bagi jiwa yang semakin tenggelam
menatap punggung lebih baik
dari pada menyalin wajah kekasih
 
ini malam terlalu larut
untuk mencintai perempuan lain
aku tahu cara bersikap angkuh dengan lembut
 
2020

Mahlil Bunaiya
————————-
Di kehidupan lain
aku mengulang kematian
 
di kehidupan lain
aku telah membuatmu bahagia
jatuh cinta dalam kali yang berulang
 
tiada batas
antara gelap dan sunyi
terang dan ramai
aku dan kamu
 
di kehidupan lain
waktu beku di tangan pujangga
aku melihat serumpun mawar
serentak mekar di matamu
 
di kehidupan lainnya pula
aku menyalinmu sebagai senja
yang aku tinggalkan demi malam
memeluk bayangmu
lebih baik rasanya
dari pada mengulang kematian
 
2020

Baca Juga: Puisi-puisi Raudal Tanjung Banua II

Redaksi tarbiyahislamiyah.id menerima tulisan berupa esai, puisi dan cerpen. Naskah diketik rapi, mencantumkan biodata diri, dan dikirim ke email: redaksi.tarbiyahislamiyah@gmail.com

Mahlil Bunaiya
MAHLIL BUNAIYA, lahir di Batang Silasiah, kabupaten Agam, Sumatra Barat,09 Juni 1995. Sedang Menyelesaikan Studi Magister di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. mahlilbunaiya@gmail.com