scentivaid mycapturer thelightindonesia

Puisi-puisi Wahyu Hidayat

Puisi-puisi Wahyu Hidayat
Ilustrasi/Dok. https://abstrack-ok.blogspot.com/1986/

Puisi-puisi Wahyu Hidayat

Wahyu Hidayat
————————

Meja Tak Lagi Ada
Geletak Kitab Suci
 
meja tak lagi ada geletak kitab suci
yang ada setabur mentah janji
mulut lepuh dan kepulan yang luruh
dari mulut. –secawan susu
hilang manis tegak di meja. ingin diseruput
pelan sambil mengenang kenang
 
ah, ia takluk pada ketetapan senyum
para gadis di lengan jalan
seperti menyesatkan lidah dan langkah.
meja masih kehilangan kitab suci
atau buku mata pelajaran
sebatas aneka sajian gila: sebotol bir,
sebungkus rokok, dan aneka tuak neraka
 
aduh, ia mencekik leher malam
anak-anak muda seperti
dititah ke ladang duri atau kandang api
berpintu pecahan kaca
dan alas perapian pemanggang  tubuh
 
apa yang bisa ditampi
dari malam dan anak-anak muda?
–segabah pedih pamitlah–
 
yang datang pada kita mestinya cinta
mahabening. kasih seputih susu!
 
06/2019  

Baca Juga: Puisi-puisi Mahlil Bunaiya Bagian I

Wahyu Hidayat
————————

Seperti Menanti Mati
 
barangkali, duduk sendiri
seperti menanti mati
melihat detik melompat-lompat di
jantung sendiri dan
menikmati macam kasih yang
Engkau suguh
 
maha luas kasih, sampai sayang
tak jemu memandang
di bibir jalan, pantai-pantai
berkibar, dan gunung mencecar
langit-langit-Nya
 
menunggu adalah setia waktu
menjagai rumput-rumput
di depan rumah
sesekali menatap atap dan
mengutil bahasa
dari bibir warga. ya, sembari
menunggu yang ditunggu
jangan maut!
 
Aku, Rian, dan Riswan masih ingin
menikmati batang
hari di sepanjang jalan tiada
ujung sampai yang buntu
hanya pulang yang
ingin dicumbui dan dicemburui
 
menunggu adalah
sebal dan mengkal yang tak
perlu diungkit-ungkit
 
menunggu perihal waktu;
menanti perihal janji
menunggu dan menanti sebuah
mati. ah, barangkali
itu definisi yang amat serasi
 
Merak 3—Ratu Abung, 2019

Wahyu Hidayat
———————–
Selalu Beralamatkan Pulang  

lengah pada ini bumi adalah debu-debu
yang diterbangkan marah angin
daun-daun tanpa rona dan rupa
–nama-nama menguar, lalu ditiadakan–
 
ya, mestinya kita hendak jatuh cinta pada
taman-taman surga. tiada kuldi di situ
buah-buah yang ranum tersaji
jari-jari kita mekar, hendak memetik
dan mengunyah pelan. o, nikmat yang
tiada tara
                   
kita boleh terbujuk malaikat yang
pandai diam. takjub pada
kebesaran-Nya sewaktu kehebatan musim
ganti bersilih
 
~ke mana pun kita pergi, pergi ialah
jalan-jalan yang beralamatkan pulang~
begitulah….
 
Brebes.12.08.2019

Baca Juga: Dari Balik Pintu Sajak-sajak Muhammad Zikri

Wahyu Hidayat
———————–

K i t a b
 
ingin dipeluk. dibuka-buka dan
dikecup selepas dieja
namun, aroma semesta lebih menggoda
cinta dicelup ke asin laut dan
yang sampai hanya perih di luka sendiri
 
mulut-mulut semisal keluasan bisu
mata juga pejam. menikmati
dengkuran pagi atau siang yang bolong
kitab rebah di atas meja
ingin dibelai, lalu kata-kata melambai
angin, menguar ke dengar
 
tubuhku besi berani, tapi selalu bertolak
dengan kitab suci di atas meja itu
sepertinya hati adalah
rona hitam di dinding putih
 
pikir mendung melebatkan hujan di
sempit kepala. ah, beri aku putih awan
di pikirku. biar rumahku gaduh
ihwal muratal sampai lidahku keriting           
tak letih mengeja
menafsir luas kasih-Nya
 
kitab-kitab ingin dicium, para pengeja
makin beringsut ke makam
kitab-kitab jadi mahkota; kitab-kitab
jadi jalan menuju-Nya
 
para alim membelalaknya, lalu
mengucur materi mencintai kitab suci
 
memompa kedalaman hati biar
makin melembung dan
mentok hanya pada-Nya. –aku ingin
selamanya mengeja
menggodamu biar kita makin ketat
 
15.06—04.08.2019

Wahyu Hidayat
———————–

Di Pabrik Itu
: Fiane Nurulhafifah
 
lalu jalan seperti menuntun
ke tujumu
langkah jadi sembarang
pun kita bertatapan
merawat sebuah bincang di
berisik pabrik itu
 
jug-jag jug-jag jug-jag ejez-ejez
berisik percakapan
dan mulut pabrik seperti
saling ricuh. mulut jadi riuh
 
–waktu menyembelih
tiap gemericik tawa kita di situ
wajahmu menakar
tiap sedih. pipi hampir
diserang musim
 
aku pun berpamitan
menutup pertemuan dengan
salam. kita bakal
saling rindu layaknya
adik-kakak yang mengulur
layang-layang
: jangan putus
–aku haus pertemuan. o!–
 
Bandung, 22.08.2019

Redaksi tarbiyahislamiyah.id menerima tulisan berupa esai, puisi dan cerpen. Naskah diketik rapi, mencantumkan biodata diri, dan dikirim ke email: redaksi.tarbiyahislamiyah@gmail.com

Puisi-puisi Wahyu Hidaya

Wahyu Hidayat
Wahyu Hidayat merupakan penulis dari Lampung. Buku terbarunya yang terbit di tahun 2019 adalah Ozlemli Olum. Ia sering memenangkan lomba cipta puisi umum dan nasional. Puisinya juga masuk di beberapa media. Saat ini ia masih berstatus sebagai mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Kotabumi (UMKO), Lampung. Alamat: Dusun Purwosari, Desa Ratu Abung, Kecamatan Abung Selatan, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung. No Telepon: 088286562573, WA: 082371522459