scentivaid mycapturer thelightindonesia

Qunut Nazilah; Samakah dengan Qunut Biasa?

Qunut Nazilah; Samakah dengan Qunut Biasa
Ilustasi/Foto: Agung Pambudhy/ https://news.detik.com/berita/d-4989557/bacaan-doa-qunut-subuh-witir-dan-nazilah-semoga-ramadhan-berkah

Diantara anjuran yang disampaikan oleh MUI dalam fatwa terkait pandemi Covid-19 adalah agar umat Islam melakukan qunut nazilah. Tentu saja, apa dan bagaimana tata cara qunut nazilah tidak mungkin dirincikan dalam fatwa itu.

Kalau qunut nazilah dilakukan dalam salat berjamaah tentu tidak sulit. Seorang makmum tinggal mengikuti sang imam dan mengamini doa qunutnya. Tapi salat berjamaah (di masjid) pun saat ini tidak dianjurkan. Akibatnya, mereka yang tidak mengerti tentang apa dan bagaimana mempraktekkan qunut nazilah tidak akan bisa mengamalkan anjuran MUI ini. Padahal ini salah satu ikhtiyar –bahkan mungkin ikhtiyar terbaik- kita agar petaka ini segera berakhir.

Qunut Nazilah adalah qunut yang dilakukan di saat ada musibah atau bencana yang menimpa umat Islam, baik berbentuk bencana alam atau yang disebabkan oleh perilaku manusia seperti musuh menyerang atau ada tokoh Islam dibunuh.

Qunut itu sendiri berarti doa. Tujuan doa ini adalah agar Allah Swt mengangkat musibah dan bencana yang tengah menimpa umat Islam (atau bahkan umat manusia).

Baca Juga: Qunut Terus Menerus Adalah Bidah?

Berbeda dengan qunut subuh yang tidak disepakati oleh para ulama masyru’iyyah-nya (dianjurkan oleh syariat), qunut nazilah disepakati oleh para ulama sebagai sesuatu yang dianjurkan.

Dalil yang mendasari dianjurkannya qunut nazilah adalah hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari :

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا بَعْدَ الرُّكُوعِ يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنَ العَرَبِ (صحيح البخاري رقم 4089)

Dari Anas ra, ia berkata: “Rasulullah Saw melakukan qunut selama satu bulan, setelah ia rukuk, mendoakan ‘kebinasaan’ untuk beberapa suku Arab.

Qunut nazilah dilakukan di setiap salat fardhu (tidak salat sunnah). Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَنَتَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَصَلاَةِ الصُّبْحِ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ إِذَا قَالَ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ يَدْعُو عَلَى أَحْيَاء مِنْ بَنِي سُلَيْم، عَلَى رِعْلٍ، وَذَكْوَانٍ، وَعُصَيَّةٍ، وَيُؤَمِّنُ مَنْ خَلْفَهُ (رواه أبو داود رقم 1443).

Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: “Rasulullah Saw qunut selama satu bulan berturut-turut pada salat Zuhur, Ashar, Maghrib, Isya dan salat Subuh, di akhir salat setelah ia membaca “sami’allahu liman hamidah” di rakaat terakhir. Ia mendoakan kebinasaan untuk suku-suku dari kalangan Bani Sulaim, Ri’il, Dzakwan, dan ‘Ushaiyyah. Makmum di belakang beliau ikut mengaminkan.

Dari hadis di atas bisa disimpulkan bahwa:

1. Qunut nazilah dilakukan setelah bangkit dari rukuk (ketika i’tidal) di rakaat yang terakhir.
2. Doa dalam qunut nazilah dibaca secara jahar (keras) sehingga bisa diaminkan oleh makmum.

Bagaimana kalau salat sendiri? Seseorang yang salat sendirian tetap dianjurkan untuk melakukan qunut nazilah. Apakah doa qunutnya dikeraskan? Ada perbedaan pendapat para ulama dalam hal ini. Sebagian mengatakan, kalau salatnya sirriyyah (bacaan salatnya tidak dikeraskan yaitu Zhuhur dan Ashar) maka doa qunutnya di-sirr-kan juga. Tapi kalau salatnya jahriyyah (bacaannya dikeraskan yaitu Maghrib, Isya dan Subuh) maka doa qunutnya juga di-jaharkan. Sementara ulama yang lain mengatakan, dalam salat apapun, doa qunut tetap dibaca jahr (keras).

Apakah ketika membaca doa qunut kedua tangan diangkat? Lalu apakah setelah selesai berdoa kedua tangan diusapkan ke wajah atau tidak? Cukup beragam pendapat para ulama tentang hal ini. Namun kesimpulan yang saya tarik dari al-Majmu’ karya Imam an-Nawawi adalah pendapat yang terkuat kedua tangan diangkat ketika membaca doa qunut, tapi setelah itu tidak diusapkan ke wajah.

Apa yang dibaca dalam Qunut Nazilah?

Doa yang dibaca dalam qunut nazilah disesuaikan dengan musibah atau bencana yang sedang menimpa umat Islam. Artinya, doanya tidak baku dari hadis. Bukan juga doa qunut yang biasa dibaca dalam qunut shubuh atau witir Ramadhan.
Ketika Nabi Saw melakukan qunut nazilah, beliau mendoakan agar suku-suku Arab badui yang membunuh para qurra` dari kalangan sahabatnya dibinasakan oleh Allah Swt. Beliau juga mendoakan agar beberapa sahabatnya diselamatkan dan dijaga oleh Allah Swt. Tentu saja doa ini tidak cocok dipakai untuk qunut nazilah saat ini.

Baca Juga: Syekh Haji Karim Amrullah: Ulama, Ayah Buya Hamka dan Pendiri Sumatera Thawalib

Doa penolak bala yang umum digunakan oleh banyak orang adalah:

اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْغَلاَءَ وَالْبَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وِمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Bagi yang hafal doa ini tentu lebih baik, karena selain lengkap juga telah diamalkan oleh banyak orang (meskipun saya belum menemukan sumber doa ini di beberapa kitab hadis dan fiqih yang saya rujuk).

Namun, bagi yang tidak bisa menghafal doa yang panjang ini, ia bisa membaca doa qunut nazilah yang lebih ringkas, yaitu:

اللهم ارْفَعْ عَنَّا الْبَلاَءَ وَالْوَبَاءَ

“Ya Allah, angkatlah dari kami bala dan wabah.”

Digunakan lafaz ارْفَعْ (angkatlah), bukan ادْفَعْ (tolaklah) karena bencana wabah ini sudah terjadi dan menimpa manusia. Maka kita berdoa pada Allah Swt agar bencana dan wabah ini diangkat, tidak lagi dalam posisi ‘ditolak’. Ini juga sejalan dengan doa dalam keadaan wabah yang disetujui oleh Imam ar-Ramli dalam fatwanya (Fatawa Imam ar-Ramli 1/156).

Bagaimana kalau doa yang pendek itupun ia tidak hafal, sementara ia tetap ingin untuk melakukan qunut nazilah? Ia bisa menggantinya dengan doa apa saja yang ia hafal. Tentunya diutamakan doa yang subtansinya sama yaitu agar musibah yang terjadi ini segera berakhir.[]

Wallahu a’lam.

Yendri Junaidi
Alumni Perguruan Thawalib Padangpanjang dan Al Azhar University, Cairo - Egypt