scentivaid mycapturer thelightindonesia

Revitalisasi Madrasah Tarbiyah Islamiyah: Optimalisasi Peran Alumni Melalui Organisasi Tarbiyah-Perti

Revitalisasi Madrasah Tarbiyah Islamiyah Optimalisasi Peran Alumni Melalui Organisasi Tarbiyah-Perti

Revitalisasi Madrasah Tarbiyah Islamiyah: Optimalisasi Peran Alumni Melalui Organisasi Tarbiyah-Perti

Revitalisasi Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) sejatinya adalah revitalisasi organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Tarbiyah-Perti) itu sendiri. Sebab, MTI adalah fondasi bangunan organisasi Tarbiyah-Perti. MTI adalah akar atau ruh Tarbiyah-Perti. Kenapa? Karena Tarbiyah-Perti dibentuk untuk menopang tumbuh berkembangnya MTI-MTI. Lalu, kenapa MTI-MTI itu sendiri perlu berdiri? Bermula di ranah Minang, dengan topangan Tarbiyah-Perti, kemudian merantau ke beberapa daerah di Nusantara. Apa motivasi pendiriannya dan bagaimana kronologi sejarah berdirinya?

MTI didirikan untuk meneguhkan keluhuran Islam dengan mempertahankan ajaran Asy’ariyah dalam aqidah, Syafi’iyah dalam syari’ah, dan Khalidiyah Naqsyabandiyah dalam thariqah. Kenapa? Karena nilai Islam yang terpadu dari aspek aqidah, syari’ah dan thariqah inilah yang telah hidup dalam kesadaran masyarakat. Baik masyarakat Minangkabau, secara lokal, maupun masyarakat Nusantara, secara regional. Kesadaran Islam yang seperti inilah yang kemudian menjadi adaptif dengan adat lokal maupun regional. Sebuah kesadaran yang membuat masyarakat Minangkabau dan Nusantara dapat menerima Islam sesuai dengan karakter mereka yang humanis dan kosmopolitan.

Pamflet Halal bi Halal Online Pimpinan Daerah Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Tarbiyah-Perti) Provinsi Bengkulu tahun 2020 dengan Tema:
Revitalisasi Madrasah Tarbiyah Islamiyah: Optimalisasi Peran Alumni Melalui Organisasi Tarbiyah-Perti

Praktik yang faktual seperti di atas kemudian dapat berkembang menjadi bagian dari peradaban lokal maupun regional secara menggembirakan. Menjadi jati diri bangsa Jawi, Melayu atau Nusantara yang berupa eratnya hubungan antara adat dan syarak. Sehingga nyaris tak dapat dibedakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat mana yang adat dan mana yang syarak. Yang, sesungguhnya, justru semakin mengukuhkan identitas adat lokal dan regional, di satu sisi, sekaligus juga mengembangkan universalitas agama, di sisi lain. Yang senantiasa dididik melalui surau-surau dengan halaqah pembelajaran teks-teks kitab yang kandungan pokoknya fikih sufistik.

Zaman kemudian mengalami peralihan. Peradaban modern menjadi fenomena global. Peralihan teknologi dari pengerjaan manusia secara manual menjadi mekanikal mengemuka. Berkembang pula hasrat kolonial dan imperial secara global. Modernisme dan kapitalisme sebagai dasar menyatu menjadi ilmu pengetahuan dan teknologi. Menyasar dunia dengan bangsa-bangsa di dalamnya. Renaisan muncul di Eropa dengan protes terhadap otoritas gereja sebagai penanda. Dari etika protestan lalu berkembang menjadi konspirasi global. Persekongkolan tentang perebutan sumber daya alam dan kekuasaan dunia dengan bungkus agama. “Gold, glory and gospel”, demikian semangatnya.

Baca Juga: Revitalisasi Pendidikan Islam Surau

Lalu terjadilah penjajahan dan penjarahan atas bangsa atau sekutu para bangsa oleh bangsa atau sekutu para bangsa lainnya. Dalam rangka menguasai bangsa lain, bangsa kolonialis melakukan agenda penghancuran bangsa jajahan. Ada tiga cara yang dilakukan untuk menghancurkan bangsa jajahan ini. Pertama, mengaburkan sejarahnya. Kedua, menghancurkan data dan fakta sejarah bangsa itu sehingga tidak bisa diteliti dan dibuktikan kebenarannya. Ketiga, memutuskan hubungan mereka dengan leluhur dan jaringannya dengan mengatakan bahwa leluhur mereka dan segala yang berasal dari dunianya itu bodoh dan terbelakang (primitif). Demikian disinggung Juri Lina dalam bukunya yang berjudul “Architects of Deception”.

Gerak bangsa kolonialis dan imperialis ini menjadi mengancam bangsa-bangsa lainnya. Terutama yang kaya sumber daya alam. Tak terkecuali bangsa Arab hingga terjadi pertukaran kepentingan di jazirah Arabia yang meruntuhkan peradaban berbasis tradisi luhur Islam di jantungnya. Yaitu Makkah dan Madinah yang telah berabad-abad pula menjadi tujuan pendalaman studi generasi intelektual masyarakat Nusantara. Dengan dukungan teknologi Eropa dalam eksplorasi minyak bumi sekaligus kudeta politik melalui keluarga Saud dengan kontak yang berwujud Wahhabiyyah. Yang menjadi mengemuka pada peralihan abad ke-19 dan 20 Masehi. Beriringan dengan terjadinya modernisasi konflik antar qabilah yang menjadi warisan di jazirah Arabia. Kolonialisasi dan imperialisasi tak lain dari agenda penumpukan modal atau kapitalisasi oleh bangsa penjajah atas bangsa jajahan yang dibungkus lewat gerakan modernisasi.

Modernisasi yang awalnya lahir senapas dengan “The Protestan Ethic”. Modernisasi lalu berkembang menjadi ideologi puritan yang memberangus jati diri bangsa-bangsa. Modernisasi lalu diadopsi pula ke dalam Islam hingga menjadi gerakan pemurnian (furifikatif). Dengan dalih kembali ke al-Qur’an dan Hadis, lalu terjadilah juga pembunuhan terhadap karakter bangsa Jawi atau Melayu. Mulailah terjadi pengaburan sejarah Nusantara. Terjadilah penghancuran data dan fakta sejarah yang hidup di dalam kesadaran masyarakatnya. Terjadilah pula pembunuhan karakter para leluhur masyarakat Nusantara. Termasuk segala yang menyangkut dunia mereka. Tak terkecuali juga indahnya pertalian erat antara adat Nusantara dan syara’ Islam. Lalu meletuplah perang Paderi di Minangkabau sebagai penanda keberhasilan kolonialis dan imperialis yang telah beroperasi sejak tiga abad sebelumnya.

Pada waktunya letupan Paderi itu disusul oleh kehadiran mereka para muda yang baru pulang dari Arab Saudi. Mereka yang telah terpengaruh ideologi puritan khas kelompok modernis. Baik ajaran Wahabiyah dari Muhammad bin Abdul Wahhab maupun gerakan Pan Islamisme dari Jamaluddin Al Afghani. Yang sampai di Minangkabau dikenal dengan sebutan Kaum Muda. Mereka tidak hanya melakukan pengajaran dengan mendirikan madrasah-madrasah bersistem klasikal guna mengembangkan teologi puritan tersebut. Tetapi juga provokasi dan agitasi hingga menimbulkan bentrok fisik. Semua yang menjadi ajaran ulama yang merupakan pelanjut perjuangan para pendahulu dan kemudian disebut juga dengan Kaum Tua digugat dan dianggap bukan ajaran Islam murni. Kalau tidak dituduh Takhayul maka disebut Bid’ah atau Churafat. Bahkan, melalui madrasah-madrasah itulah literasi dan narasi provokatif dan agitatif yang menghancurkan keindahan hubungan erat antara adat Minangkabau dan syara’ Islam dilancarkan secara aktif.

Itulah yang membuat Inyiak Canduang, Maulana Syekh Sulaiman Arrasuli, dan beberapa Inyiak di Minangkabau berijtihad mengambil langkah reaktif melalui surau-surau mereka. Hal yang sesungguhnya sama juga terjadi di pulau Jawa yang dilakukan oleh para Kiai dengan pesantren-pesantren mereka. Tak terkecuali juga Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari. Hanya, pesantren di Jawa tidak secara langsung merombak sistem pendidikan dari halaqah yang relatif kultural menjadi madrasah yang relatif struktural. Seperti yang dilakukan Kiai Hasyim yang menyuruh anaknya, Kiai Wahid, untuk mendirikan madrasah guna mengembangkan pendidikan yang klasikal. Sementara dirinya masih fokus dengan pendidikan tradisional model halaqah di pesantren yang didirikannya di Jombang. Sedangkan Inyiak Canduang dan kawan-kawan, terinspirasi dengan keberhasilan Inyiak Abbas Ladang Laweh melakukan transformasi suraunya menjadi madrasah.

Akhirnya, mereka bermufakat untuk juga mengembangkan langkah transformatif itu pada surau mereka masing-masing. Dengan kesepakatan untuk menyamakan namanya dan menjadi Madrasah Tarbiyah Islamiyah. Jadi, selain untuk membendung gerakan Kaum Muda dengan agenda ideologi puritan mereka, transformasi pendidikan Islam tradisional surau-surau di Minangkabau menjadi MTI-MTI juga sebagai langkah inovatif dalam pertahanan keluhuran Islam yang terpadu dari aqidah, syari’ah dan thariqah dengan karakteristik pertalian erat antara adat dan syarak. Lalu demi menyokong langkah itu, lalu didirikan sebuah organisasi bernama Persatuan Madrasah Tarbiyah Islamiyah, pada 05 Mei 1928. Yang pada tahun 1930, kemudian diringkas menjadi Persatuan Tarbiyah Islamiyah dan disingkat Perti. Lalu setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, organisasi masyarakat diminta untuk mendirikan partai-partai politik guna menyalurkan aspirasi warga semasa Orde Lama. Perti menjadi Partai Islam (PI) Perti dan sempat mendudukkan para kadernya ke jabatan legislatif maupun eksekutif setingkat menteri. Termasuk ketuanya yang paling melegenda yaitu Abuya KH. Sirajuddin Abbas. Yang tak lain merupakan putra dari Inyiak Abbas Ladang Laweh. Lalu Orde Baru membuat kebijakan fusi partai-partai dimana Perti bersama NU, PSII dan Parmusi berfusi menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Sebagai langkah antisipatif terhadap Perti yang sudah begitu praktis politis, yang tentu bakal terpapar praktik perebutan kekuasaan dengan sesama organisasi pendiri PPP lainnya, serta demi mengembalikan orientasi pokok organisasi kepada pendidikan lewat perjuangan MTI-MTI, maka disyiarkanlah gerakan “Kembali ke Tarbiyah”. Dengan maksud fokus kepada persoalan pendidikan, Inyiak Canduang dengan MTI-nya secara lugas menyatakan tidak lagi terlibat di dalam politik praktis dan fokus semata pada bagaimana upaya melestarikan sekaligus meningkatkan mutu pelayanan MTI-MTI. Namun, meskipun Inyiak Canduang dengan MTI-nya fokus pada peningkatan mutu pendidikan, Tarbiyah sebagai transformasi organisasi Perti pasca deklarasi kembali ke khittah, justru menjadi salah satu mesin pendulang suara paling efektif bagi Golongan Karya (Golkar) sebagai kendaraan penguasa Orde Baru terutama di Sumatera. Sehingga, alih-alih strategis dalam
mengembangkan MTI-MTI, para kader potensial Tarbiyah justru cenderung terjebak dalam konflik pragmatis politik. Baik rebutan jatah kursi anggota legislatif Golkar dari Tarbiyah, maupun katabelece dari pejabat Golkar yang merekomendasi jatah kursi pegawai negeri. Belum lagi konflik yang berkembang antara Perti dan Tarbiyah sendiri yang sesungguhnya diperparah oleh oknum elite masing-masing.

Baca Juga: Nasib Madrasah Tarbiyah Islamiyah dalam Ingatan Sejarah Catatan Pasca Halaqah Online Kaji- Surau

Islah Tarbiyah-Perti pada akhir tahun 2016 lalu adalah momentum historis, strategis sekaligus taktis bagi pembenahan organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Tentu, apa yang diharapkan secara ideal dalam momentum itu belum bisa langsung menjadi sesuatu yang real. Apalagi pada usianya yang sudah 90 tahun. Pasti banyak pokok pikiran dan gerakan terkait revitalisasi organisasi Tarbiyah-Perti. Dan yang utama, tentu revitalisasi Madrasah Tarbiyah Islamiyah itu sendiri. Baik dalam pengertian mikro yaitu revitalisasi MTI-MTI serta unit-unit pendidikan yang dinaungi. Maupun dalam pengertian makro yaitu revitalisasi gerakan pendidikan Islam Sunni Syafi’i yang praksis menjadi ranah pertalian adat Nusantara dan syara’ Islam.

Revitalisasi MTI tentu akan menjadi signifikan jika dilakukan oleh para alumni apalagi melalui wadah organisasi Tarbiyah-Perti. Kenapa signifikan oleh alumni? Karena hanya alumni MTI yang lebih paham bagaimana pendidikan yang terintegrasi dari aqidah Asy’ariyah, syari’ah Syafi’iyah dan thariqah Naqsyabandiyah Kholidiyah itu. Hanya mereka yang lebih tahu detil pendidikan yang menjadi ranah pertalian erat adat dan syara’ itu. Dan optimalisasi peran alumni melalui organisasi Tarbiyah-Perti layak untuk diprioritaskan. Pertanyaan adalah apa dan bagaimana yang dimaksud dengan revitalisasi MTI melalui organisasi Tarbiyah-Perti oleh alumni? Spesifikasi alumni seperti apa yang mungkin untuk melakukan revitalisasi MTI melalui organisasi Tarbiyah-Perti? Apa saja yang mungkin dilakukan lewat organisasi Tarbiyah-Perti untuk upacara revitalisasi MTI oleh alumni? Mudah-mudahan, melalui Halal Bihalal Online PD Tarbiyah-Perti Provinsi Bengkulu yang dikemas lewat Majelis Pakar PC Tarbiyah-Perti Kabupaten Rejang Lebong pada Sabtu 30/05/2020 ini dapat sedikit membantu langkah ke arah tersebut. Wallahu waliyyuttaufieq walhidayah..

* Penulis merupakan pelayan di Pondok Pesantren Nurul Huda Sukaraja, OKU Timur, Sumatera Selatan. Sejak tahun 2018 dipercaya sebagai Ketua PC Tarbiyah-Perti Kabupaten Rejang Lebong.
** Tulisan ini menyambut Halal Bihalal Online PD Tarbiyah-Perti Provinsi Bengkulu, Sabtu (30/05/2020).

Revitalisasi Madrasah Tarbiyah Islamiyah: Optimalisasi Peran Alumni Melalui Organisasi Tarbiyah-PertiRevitalisasi Madrasah Tarbiyah Islamiyah: Optimalisasi Peran Alumni Melalui Organisasi Tarbiyah-Perti

D.M.S. Harby
Tulisan diolah dari berbagai sumber. Penulis adalah alumni Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyah Islamiyah (MITI) Pasar Baru Curup, MTs. Pondok Pesantren Arrahmah Air Meles Atas Curup, MAK Pondok Pesantren Nurul Huda Sukaraja OKU Timur dan Kepala Sekolah Dasar Tarbiyah Islamiyah (SDTI) Curup 2015-2017. Kini Ketua Ikatan Alumni PPNH Sukaraja, Ketua PC Tarbiyah-Perti RL dan Ketua Pembina Yayasan Tarbiyah Rejang Lebong (YTRL).