scentivaid mycapturer thelightindonesia

Rujû’ al-Syaikh ilâ Shabâh; Kitab Pusaka Seks Versi Melayu Jawi (1911 M)

Rujû’ al-Syaikh ilâ Shabâh; Kitab Pusaka Seks Versi Melayu Jawi (1911 M)
Halam Muka kitab Rujû’ al-Syaikh ilâ Shabâh; Kitab Pusaka Seks Versi Melayu Jawi (1911 M)/Dok. Penulis

Kitab Pusaka Seks Kitab Pusaka Seks

Sebenarnya saya agak segan dan malu untuk menggugah ulasan ini, karena kitab yang diulas berisi tentang sesuatu yang tabu; yaitu “hubungan intim suami istri atau seks”. Tetapi bagaimana pun ini adalah sebuah temuan dan kajian ilmu pengetahuan. Dan seperti yang diajarkan guru-guru saya di pesantren dulu, bahwa “lâ hayâ-a fî-l ‘ilm (tidak boleh ada malu dalam ilmu).

Halaman Muka kitab Rujû’ al-Syaikh ilâ Shabâh fî al-Quwwah ‘alâ al-Bâh” karangan Syekh Ahmad ibn Sulaimân

Baiklah. Ini adalah halaman muka dari naskah kitab terjemah bahasa Melayu dari kitab “Rujû’ al-Syaikh ilâ Shabâh fî al-Quwwah ‘alâ al-Bâh” karangan Syekh Ahmad ibn Sulaimân yang terkenal dengan nama Ibn Kamâl Bâsyâ (w. 1534 M).

Tertulis dalam halaman muka kitab tersebut;

“Inilah suatu risalah pada menyatakan hukum jima’ dengan istrinya yang//tersebut ini di dalam kitab bahasa Arab karangan ‘Âlim al-Dahr wa//Wâhid al-‘Ashr Tarjamah al-Munâzhirîn wa Bahjah al-Nâzhirîn (Seorang Alim Zamannya, yang Tiada Duanya pada Masanya, Penyambung Lidah Para Cendekiawan, dan Yang Membuat Para Pemandangnya Terkesima)//al-Fâdhil al-Maulâ Ahmad bin Sulaimân Kamâl//Bâsyâ, rahimahullâhu ta’âlâ âmîn//Diterjemahkan dengan bangsa//Melayu [.] Wallâhu A’lam//Âmîn”.

Naskah kitab ini dicetak dalam format litografi (cetak batu) oleh percetakan “al-Mathba’ al-Muhammadî” yang terdapat di kota Bombai, India, pada tahun 1329 H (1911 M), tanpa menyebutkan siapa nama penerjemahnya.

Percetakan ini juga tercatat mencetak kitab-kitab karangan Syekh Shâlih ibn ‘Umar al-Samârânî al-Jâwî (Kiai Soleh Darat) dan kitab karangan Syekh Baing Yusuf Purwakarta (guru Syekh Nawawi Banten) yang ditulis dalam bahasa Jawa dan Sunda beraksara Arab (Pegon).

Dalam halaman muka naskah tidak disebutkan judul kitab aslinya, hanya menyinggung “kitab karangan Syaikh Ibn Kamâl Bâsyâ”.

Baca Juga: Tarbiyah Islamiyah Sarang Seniman, Menerjemahkan Zakar dengan “Cinonot”

Dalam sumber-sumber biografi dan bibliografi Arab, disebutkan jika Ibn Kamâl Bâsyâ adalah seorang ulama Turki Usmani yang hidup pada abad ke-16 M (beliau wafat pada 1534 M/ 940 H). Beliau adalah seorang ulama besar asal kota Edirne yang menguasai pelbagai bidang keilmuan Islam, juga menganggit banyak kitab dalam bahasa Arab dan Persia. Di antara karangan Ibn Kamâl Bâsyâ adalah “Tawârîkh Âl Utsmân” (Sejarah Sultan-Sultan Turki Ottoman), “Daqâiq al-Haqâiq”, “Nigâristân”, dan “Dîwân” (kumpulan puisi).

Ibn Kamâl Bâsyâ disebut mengarang sebuah kitab dalam ‘ilm al-bâh (seksologi), yang berjudul “Rujû’ al-Syaikh ilâ Shabâh fî al-Quwwah ‘alâ al-Bâh” (Kembalinya Usia Tua ke Usia Muda dalam Meramu Kekuatan Hubungan Suami Istri). Kitab ini dihadiahkan untuk Sultan Salim I (w. 1520 M), sultan ke-9 dinasti Ottoman (Usmani).

Dalam tradisi keilmuan Islam, terdapat satu disiplin ilmu yang disebut ‘ilm al-bâh (ilmu seks). Ada banyak ulama muslim klasik yang mengarang kitab dalam bidang ilmu ini, termasuk Syekh Jalâl al-Dîn al-Suyûthî (w. 1505 M), seorang ulama sentral dunia Islam asal Mesir. Beliau memiliki tiga buah kitab dalam bidang ini, yaitu “al-Wisyâh fî Fawâid al-Nikâh”, al-Îdhâh fî Ahkâm al-Nikâh”, dan “Nawâdir al-Aik fî Ma’rifah al-Naik”.

Namun, yang perlu dicatat dan diperhatikan di sini adalah, bahwa kitab-kitab yang berkaitan dengan ‘ilm al-bâh ini sama sekali terbebas dari kategori pornografi. Kitab-kitab tersebut lebih berisi tuntunan, etika, adab, tata cara, doa-doa, dan ramuan-ramuan yang dapat membantu mengantarkan suami istri menuju kebahagiaan berhubungan intim.

Nah, kitab “Rujû’ al-Syaikh ilâ Shabâh fî al-Quwwah ‘alâ al-Bâh” karangan Ibn Kamâl Bâsyâ ini adalah salah satu kitab ilmu “al-bâh” yang paling populer dan terkenal. Karena itu, tidak mengherankan kiranya jika kitab tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu.

Baca Juga: Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat, Simbol Cinta Rakyat kepada Sultan dan Islam

Lalu bagaimana kandungan dan cakupan kitab ini? Bagaimana perbandingan isinya, antara versi asli kitab ini dalam bahasa Arab dan versi terjemahannya dalam bahasa Melayu (beraksara Arab/ Jawi/ Pegon)? Mengapa sebuah perusahaan di Bombay yang mencetak dan menerbitkan terjemahan versi Melayu-Jawi ini? Apakah ada literatur Islam Nusantara lainnya yang juga mengaji ilmu “al-bâh”? Pertanyaan-pertanyaan di atas tentunya akan sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam.[]

Amaroossa Bekasi, November 2016

Ahmad Ginanjar Sya'ban
Dosen Pascasarjana UNUSIA Jakarta