Sajak-sajak Moh Rofqil Bazikh I
MENATAP KAMPUNG
sedang yang terus meninggi, adalah sepi sepi ini
selalu kuhafal dengan beberapa nama lain. nama yang begitu asing.
ramai tumbang ke rahim bumi, sunyi semakin meninggi, selalu tinggi
menyentuh kening langit. tempat segala resah raib, didobrak doa doa ibu
dari jarak yang terulur sebegitu jauh, sekat terakhir pada kampung.
atau sengau kangen yang enggan dituntaskan, menolak dibungkam
kita sama sama bersajak, mohon luput dari godaan resah yang tiba tiba
takut takut segala gamang menyerang dari arah belakang
bila masa angin rantau tak lagi teduh, aku ingin berpulang
pada kampung kampung ilalang. dan Aldebaran penyibak temaram
penghantar pada jalan jalan lebih benderang, lebih terang.
akhirnya segala resah dibasuh angin desa, semilir nyanyian dusun
yang selalu merobek kuping satu perastu tiap kepulangan,
pulang pada tepi tenang dan kenang.
hanya jarak yang selalu mengerti, kesepian paling hakiki
dirawatnya dengan senang sulurut sulur tenang di sela gamang
Gapura, 2020
SERAT KEBERANGKATAN
;kepada orang-orang yang kutinggal di kampung
ini sajak sajak yang kutulis diam diam, berlindung dari segala sunyi
dari seluruh kesepian dan takut yang berkemelut di pintu kepergian
sebagai pamit pada kampung jagung, kepada tanah yang tiada henti
mengirim anyir—tiap hujan pertama gegas ke perut jendela
doa doa semalaman kuajari terbang, menukik bintang, bulan, tepi langit
yang temaram. dengan kedua sayap buatan, hanya bisa menyentuh sisi sisi
di kedalaman lengang. sedang puisi ini, sampai lebih dulu pada batasnya
;ruang gaib yang mempertemukan tangan kita bersentuhan begitu dekat
ada yang harus disempurnakan, sebelum halaman terasa berjauhan
dan kita tak lebih dari pesakitan. duh, kacong1! ini rumputan yang kelak
kurindukan deraknya. semisal angin desa kuingin teduhnya
kemudian, lekas jarak merawat resah dan kangen yang selalu
tiba tiba. maka pada keberangkatan ini segala bunyi berubah sunyi
sampai jarak yang setengah jauh dilipat tangan tangan waktu
1Panggilan untuk anak laki-laki di Madura
Gapura, 2020
KAMPUNG OMBAK
;nelayan pulau Giliyang
maka pada debur debur menawan, segala ingin dititipkan
berebutan dengan angin selatan. yang terus terusan berdebaran.
dan ujung kapal ini, mengusik dermaga dengan tiang palka
dililit bendera robek. sedang awan berbentuk domba domba
menjelma satu satunya peta. menghiasi lengang segara
laut menjadi kepulangan kedua, setelah tanah di rantau
hanya menyisakan sesak di tulang iga. diam sepanjang
keheningan pesisir dan kemarau yang nyaris tenggelam.
serta hanya kepada asin ini, aku enggan terasing. asin
sama sama kita hafal sebelumnya dengan bentuk lain
lain lagi layar kita robek dijilati lidah angin diburu ingin
segala getar ombak dan rasi bintang sebagai satu satunya
penunjuk jalan paling benderang, paling terang dari segala
terang. Sedang anak ikan hanya meratapi nasib yang mulai
runduk dan tua tua di lecut gelombang. Kita sama membunuh
seperti angin yang berubah arah dan sakal tiba tiba.
Gapura, 2020
Baca Juga: Puisi-puisi J Akid Lampacak II
Sajak-sajak Moh Rofqil Bazikh I
Leave a Review