Sajak-sajak Moh Rofqil Bazikh II
KUBUR KAKEK
hanya kembang ini merawat kesepian. sunyi yang susut ke iga tanah
merajah warna merah. merah yang menguar menyesaki langit kita
sesekali diselingi debar asap dupa atau tangis jika ada, sebagai
ketakziman setalah kata kata
jika tanah ini setengah kering, usia kita mulai runduk
pelan pelan membidik tanah juga. semisal daun dipaksa gugur
dengan hening tanpa membenci angin. dua batu tua,
setua rindu rindu sebagai tanda letak kepala.
di dalam, ketenangan berhembus dari sempit liang
semisal lidah angin mengacak acak rambut kita
mendengungkan segala tenang dengan rupa macam macam
setiap kemungkinan di jantung hari yang menjelang
kenanglah! kenangan yang berserakan tiap malam
melubangi ketentraman. mengirim banyak gelisah
dengan bentuk paling sederhana dan seadanya.
memasuki sunyi ini, kita dipertemukan kembali
dari tiap tepi bumi dan hening yang meninggi
Gapura, 2020
Sajak-sajak Moh Rofqil Bazikh II
Baca Juga: Sajak-sajak Anugrah Gio Pratama
RUMAH KEDUA
dan kesepian kampung kita tanggalkan, angin desa dibiarkan
meringkuk di pojok bukit di rimba berkabut nan berkabung tiap hari
berjalan ke barat sambil mengejar bayang bayang matahari.
kemarau yang meruang di atas kepala mengirim terik menyengat
menepuk nepuk punggung padi yang khusyuk runduk
di seberang, rumah kedua dalam bayang bayang, kita cipta
dari lentera paling benderang. halaman luas merentang
dari utara ke selatan. segala ratap begitu mudah kita garap
di tengah kenangan yang berjalan sendirian dan lindap
maka halaman kita yang panjang, sekejap lelap dalam fikiran
diam diam hilang dirampas setiap jarak yang tandang
betapa harapan yang kita pajang di sini, tak pernah sulit
diciptakan mengukur segala keremangan nasib
kampung kita semakin sunyi, sayang, ketenangan
hadir dengan tubuh berlubang lubang. sebab
kepergian satu satunya jalan menuju tentram yang lain
setelah kegamangan yang tiba tiba membadai
:hanya pada rumah kedua, segala resah tercurah
bermusim musim di perantauan, merapikan luka silam
bercak bercak merah muncrat dari liang jiwa.
berhamburan menyesaki kepala. sedang duka kita
kekal di rumah lama, dan tiada matinya.
Gapura, 2020
Sajak-sajak Moh Rofqil Bazikh II
LAUT BERCERITA*
;mengenang tragedi 1998
sepuluh orang tua menabur karamgan bunga,
di bawah langit lebam, merah tembaga atu kuning pucat
segala ruang begitu gelap, kebebasan sampai pada jalan buntu
pada setapak penuh batu batu. kita sengaja diraibkan
dimasukkan pada liang liang kefanaan
teriakan kami hanya tinggal gema, menyesaki angkasa
sebab diam buka jalan satu satunya. dan bunga bunga merah
dikirim dari halaman rumah. hanya kami cium busuknya
ada doa ibu, membuka jalan jalan baru ke haribaan tenang
nyatanya pengasingan, begitu cepat melubangi keprkasaan
sementara jarak, lekas kita hapus. malan dan siang menyatu
bulan dan matahari berbenturan di dadaku. meletup letup.
lalau tangis ini kuasah untuk semakin tajam saja
di tepi laut ini, keremangan nasib tercipta dari keganjilan
pada keberadaan yang sungguh sungguh. lengking nasib
yang surut ke iga ombak
kelak kau akan mencium, kehilangan seperti gelas tiba tiba pecah di meja makan kita
Gapura, 2020
Leave a Review