Sajak Surau Patah Tiang
Kami jabat surau ini
pengisi musim yang berlepasan dari jantung kami
surau patah tiang
tumbang menjelang hari raya terang
Di remang mihrab, masih ada yang tegak
menggumam barzanji:
ke surau adik ke surau
ke surau membasuh kaji
risau bersambut rarau
alif kami tak lagi berdiri
2012
Kampung Tak Bernabi
Perkampungan kembali tenang
setelah ayat terakhir alfatihah diaminkan
lidah kami berhenti pada alif lam mim
tiga huruf berangkulan dalam rahasia
mereka tidak sempat jadi kalimah.
kata alif: aku tak sanggup berdiri di titik kesendirian
ucap lam: kau masih menjauh tak terjangkau tubuhku
mim pun berseru: rajah aku lam. aku kedinginan.
terdengar ada yang berdentang
teperti gemerincing lonceng
menjelang Jibril turun mengurai misteri kalam
tapi di kampung kami ini kini tiada lagi yang bisa kami panggil nabi
2012
Ode Liris Inyiak Guru
Jalan ini tak lagi sunyi, Nyiak
langkah kami kadang mirip derap kuda perang yang berlari kencang
tapi jiwa kami, entah mengapa, memendam rintihnya sendiri
meredam ringkiknya sendiri
Melengkapi hidup di sini adalah menyulam wajah iba guru tuo
menggenggam gigil di ujung jarinya
denyut yang canggung
kitab-kitab kuning telah memutih
gema suara debat mengabu di rusuk surau
tahlil dan kunut ditabukan
segalanya bertaburan jadi bid’ah
memenuhi udara bagi paru-paru kami yang sesak
dan dongeng tentang surau yang roboh menjadi dendang
menghiasi irama siul menjelang kami membuka pintu toko
Seperti eskalator yang kami tapaki setiap berkunjung ke pusat
perbelanjaan
madrasahmu berputar-putar mengantar santri mengaji laba-rugi
gambar mihrab hangus terbakar menato kuduk kami
lalu namamu terukir di buah kalung yang kami pakai ketika bernyanyi
dari panggung ke panggung
dari televisi ke televisi
di dada dan punggung kaos oblong kami
dari situs ke situs
dari dinding ke dinding
dari halaman ke halaman akun sosial kami
Ya, jalan ini memang tidak lagi sunyi, nyiak
kami sudah pandai meramaikannya
dengan desiran rintih dan ringkik
pada artefak akal kami
2014
Leave a Review