Opini Muhammad Yusuf El-Badri
Kurang dari 24 jam setelah “Teguran Suci” saya tulis, lalu disiarkan tarbiyahislamiyah.id, saya mendapat pesan singkat bahwa tulisan itu menjadi pembicaraan banyak orang, terutama warga Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Tarbiyah-Perti). Saya berdoa dan amat sangat berharap sekali pembicaraan itu terjadi setelah isi semua tulisan itu dibaca dengan tenang dan pikiran yang bersih.
Dalam beberapa jam setelah tulisan itu disiarkan, ada juga yang menyampaikan bahwa redaksi tarbiyahislamiyah.id ‘diteror’ dan diminta menurunkan (men-take down) tulisan saya dari lama media pertalian adat dan syara’ itu. Kepada teman-teman redaksi tarbiyahislamiyah.id saya mohon maaf karena terseret oleh tulisan saya.
Sehari kemudian, masih terkait dengan tulisan itu, orang-orang membuat kesimpulan berupa tuduhan dan sinisme. Kesimpulan atau tuduhan itu adalah (1) bahwa saya tengah berusaha memecah belah dalam tubuh Persatuan Tarbiyah Islamiyah, (2) tulisan saya dituding sebagai perwakilan MTI Pasia, -sekolah maupun pandangan alumni.
Baca Juga: Teguran Suci Menjelang Milad 94 Tarbiyah-Perti
Saya Memecah belah? No!!
Melalui tulisan ini saya akan menjawab tudingan-tudingan itu. Pertama tak terbersit sedikitpun dalam hati saya untuk memecah belah Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Alih-alih memecah, saya justru mengantisipasi terjadinya perpecahan pasca Islah Tarbiyah-Perti. Jangan sampai setelah enam tahun islah terjadi lagi perpecahan karena egoisme kelompok dalam tubuh Tarbiyah-Perti.
Antisipasi itu saya lakukan dengan memberikan teguran agar warga Persatuan Tarbiyah, -terutama pengurus daerah Sumatera Barat dan panitia Milad 94, menjauhi dominasi dan penonjolan atau favoritisme tokoh tertentu.
Menurut pemahaman saya yang dangkal, munculnya frasa ‘tarbiyah’, ‘ketarbiyahan’, ‘tarbiyah islamiyah’, tanpa dibarengi dengan frasa ‘Perti’ dalam acara Milad 94 Tarbiyah-Perti (8/6), apalagi itu terjadi setelah islah, maka kemunculannya itu adalah bermasalah.
Saya sebut bermasalah karena frasa-frasa itu adalah bagian tak terpisahkan dari kelompok sebelum Islah yaitu kelompok Tarbiyah (PTI). Hal ini tentu dapat memicu perpecahan dan melukai perasaan kelompok tertentu, dalam konteks ini warga yang dulu terafiliasi dengan Perti.
Dengan undangan yang tersebar secara terbuka dan dapat diakses oleh warga Persatuan Tarbiyah dari sabang sampai merauke, di sana tertulis susunan acara “Orasi Ketarbiyahan” dan peluncuran buku “Ketarbiyahan”.
Dari ribuan bahkan jutaan warga atau simpatisan Persatuan Tarbiyah, tentu bakal ada yang bertanya-tanya sekaligus curiga, kenapa bukan “Orasi Kepertian” atau “Orasi Ketarbiyah-Pertian” dan kenapa bukan “peluncuran buku Kepertian?” Atau dalam frasa yang netral kenapa tidak ditulis sebagai “Orasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah” saja dan “Peluncuran buku Persatuan Tarbiyah”.
Kenapa hanya “Ketarbiyahan” yang diangkat dalam acara Milad ini? Bukankah ini acara milad yang dilaksanakan atas nama “Tarbiyah-Perti”, bukan “tarbiyah” saja. Kenapa “Perti” tidak disebut-sebut dalam penulisan “Orasi dan Peluncuran buku” sebagaimana Lazis Tarbiyah-Perti dan Tarbiyah-Perti TV?
Itu saja soal sebenarnya dalam tulisan Teguran Suci itu.
Maka sebelum pertanyaan-pertanyaan dan kecurigaan-kecurigaan itu benar-benar muncul dan mewujud menjadi protes diam-diam, atau berubah menjadi gerakan ‘undur’ diri dari organisasi Tarbiyah-Perti ini, saya memberi saran supaya frasa yang digunakan dalam acara Milad 94 Tarbiyah-Perti adalah frasa yang netral. Bukan frasa yang condong pada salah satu kelompok saja. Sekali lagi, supaya yang sudah islah ini tidak pecah lagi karena tindakan yang berat sebelah ini.
Ketika Persatuan Tarbiyah (Tarbiyah-Perti) di satu daerah didominasi kelompok dan menonjolkan tokoh tertentu, dapat dipastikan pengurus daerah lain akan merespon pula dengan dominasi dan menonjolkan tokoh tertentu pula. Hal itu bisa berdampak pada konflik yang lebih besar di tingkat pengurus pusat. Kalau itu sudah terjadi, tak ada lagi artinya islah. Dan organisasi Persatuan Tarbiyah akan terus menerus diseret oleh arus konflik tak berkesudahan.
Bukankah perpecahan di masa lalu itu terjadi karena egoisme dan dominasi satu kelompok, tuan? Akankah perpecahan itu akan diulang kembali di masa akan datang?
Tuan dan puan, bila tulisan ini masih juga dipahami sebagai sesuatu di luar konteksnya, seperti memecah, memecah alek, baper, tidak menghargai orang yang ikhlas dalam islah, tidak menghargai panitia dan sebagainya, saya tidak mengerti lagi bagaimana menjelaskannya.
Andai saya masih dianggap pemecah-belah, siapa saya bisa memecah belah organisasi sebesar Persatuan Tarbiyah Islamiyah? Tuan, saya hanya orang biasa. Tak punya kekuasaan, tak punya massa, kelompok dan jaringan. Tak pula saya mengerti dengan stratak politik. Saya bukan pula pendukung salah satu kelompok, Tarbiyah atau Perti.
Jadi tuan dan puan tak perlu khawatir dengan tulisan saya. Lebih-lebih lagi tulisan saya hanya tulisan icak-icak yang berisi igauan belaka dan tak melihat fakta. Sekali lagi tak perlu khawatir. Dan tak pula perlu diambil hati.
Selanjutnya saya akan menjawab tudingan kedua. Tak perlu tuan lanjutkan membaca lagi kalau hanya akan berpendapat sinis.
Saya Bicara sebagai Warga Persatuan Tarbiyah Islamiyah
Tudingan kedua adalah bahwa tulisan saya berupa protes atau teguran disebut terkait dengan asal sekolah saya dan kelompok alumni. Di sini saya tegaskan bahwa pandangan dan tulisan-tulisan saya sama sekali tidak ada hubung-kaitnya dengan institusi dan kelompok manapun. Tidak juga terhubung dengan MTI Pasia atau sikap alumni MTI Pasia, baik Alumni MTI Pasia secara organisasi, perorangan maupun HAMTI-P.
Sebagai orang yang terus belajar, saya sudah lama meninggalkan cara berpikir sektarian seperti ini. Saya sudah lama berdamai dengan sejarah. Bahkan sejak sebelum Tarbiyah dan Perti melakukan islah menjadi Tarbiyah-Perti. Saya mencintai Tarbiyah dan Perti sekaligus. Saya menghargai pengabdian setiap orang dalam organisasi, baik ketika mendirikan maupun membesarkan organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah tanpa perlu memberi penilaian sebagai orang paling berjasa terhadap organisasi.
Dalam organisasi besar seperti Persatuan Tarbiyah (Tarbiyah-Perti) sudah seharusnya setiap orang dipandang sebagai perwakilan atas dirinya sendiri, paham yang dianutnya dan kapasitas yang dimilikinya. Sudah tidak masanya lagi seseorang dipandang dan dinilai dari asal sekolah, kelompok, organisasi dan sebagainya. Sejak tujuh tahun lalu saya selalu menegaskan bahwa sektarian sempit ini harus dikikis habis dari tubuh Persatuan Tarbiyah Islamiyah.
Ketika pandangan dan tulisan saya dikaitkan dengan asal sekolah dan kelompok alumni, saya maklum. Paling tidak, upaya mengaitkan tulisan saya dengan asal sekolah dan alumni menunjukkan bahwa memang sektarianisme dan sentimen antar sekolah itu nyata adanya dan masih pekat dalam pikiran banyak warga Persatuan Tarbiyah (Tarbiyah-Perti).
Baca Juga: Tarbiyahislamiyah.Id Simpul Pertalian Gagasan dan Gerakan
Patut diketahui, terhadap pandangan dan tulisan saya ini, banyak alumni MTI Pasia yang tidak sependapat. Bahkan berseberangan dengan pandangan saya tentang bagaimana melihat Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Tarbiyah-Perti) sekarang dan masa mendatang. Sebab pandangan saya bukan pandangan alumni MTI Pasia. Pandangan saya adalah pandangan warga Persatuan Tarbiyah yang berdamai dengan sejarah.
Pasaman, 09 Juni 2022 bertepatan dengan 09 Zulqa’dah 1443 H
Leave a Review