Sehubung Haul Buya Kita, Syekh H. Ali Imran bin Hasan yang ke-4, bertepatan hari ini dan besok tanggal 2-3 Maret 2021. Saya yang hina ini akan mencoba menulis sedikit kisah-kisah yang saya alami bersama Buya. Al-hamdulillah saya diberikan nikmat yang sangat besar oleh Allah ketika beliau masih hidup yaitu bisa bersama beliau.
Berawal kisah bersama Buya Syekh H.Ali Imran bin Hasan, ketika waktu itu saya masih duduk di kelas 4 Aliyah di Ponpes Nurul Yaqin Ringan-ringan. Saat situ saya kenal dengan seorang kakak senior yang bernama Rifi Hamdani. Beliau juga termasuk orang yang dekat dengan Buya Syekh H.Ali Imran bin Hasan. Beliaulah yang mengajak saja untuk bisa membantu kanda Rifki untuak menolong-noloang (khitmat) Buya. Sering kali kanda Rifki ini mengajak saya tapi ketika itu saya masih ragu-ragu karana takut salah.
Ketika saya ragu-ragu, lalu dia jawabnya; “dak baa do man bia ambo tunjuak an”. Mendengar kata beliau seperti itu saya cobalah memberanikan diri,karena saya ingat dulu orang kampung saya manasihati saya “tando kito mangaji di Ringan-ringan, mako mangajilah dengan Buya dan bantulah beliau “. Itu pesan orang kampung pada saya. Maka timbullah semangat saya untuk membantu Buya Syekh H.Ali Imran bin Hasan karena beliau ketika itu sudah uzur dan susah untuk berdiri sendiri untuk berwudhu’ jadi beliau perlu ada orang yang membimbing beliau untuk berwudhu’.
Ketika saya suda mulai bersama Buya Syekh H.Ali Imran bin Hasan banyak sekali hal-hal baik atau ibadah yang beliau kerjakan. Hal yang tak akan mungkin mudah dicari bandingan orang yang sudah seumuran beliau, bahkan orang yang masih mudah seperti saya untuk beribadah seperti Buya.
Keseharian Buya Syekh H. Ali Imran bin Hasan
Setia selesai shalat shubuh Buya dengan Buya Jodang (anak Buya Syekh H.Ali Imran bin Hasan) selalu mengaji sampai jam 06.30 atau lebih. Setelah itu buya pergi jalan-jalan pagi di sekeliling komplek pondok menggunakan kursi roda. Kalua tak bersama Jodang, ya dengan kakak Rifi atau dengan saya.
Hal yang saya alami ketika jalan-jalan pagi dengan Buya, apabila santri-sanatri bahkan guru-guru bertemu beliau, semuanya akan bersalaman dengannya. Ada juga yang “bukak kunci” (sedekah untuk keberkahan ilmu). Ada juga yang tidak. Setelah “buka kunci”, uang didapat akan dikasih ke orang yang mendorong kursi Buya. Kata beliau “iko upah pandorong kurisi”, kato Buya. Alhamdulillah yang sudah saya alami saya pernah dikasih Buya uang lebih dari 200 ribu ketika jalan-jalan pagi bersama Buya, hahaha. Mungkin ini sebuah keberkahan bersama Buya.
Setelah jalan-jalan, Buya Syekh H.Ali Imran bin Hasan akan mandi. Setelah mandi, beliau sarapan bersama Uni Muzi atau Elok (beliau berdua ini, anak perempuan Buya) dan lain-lain. Setelah sarapan beliau istirahat sebentar sampai waktu dhuha. Setelah dhuha beliau berzikir dan mengaji sampai waktu qhoilulah. Lalu belaiu istirahat. Lalu shalat zhuhur dan berzikir dan mengaji sekitar jam 01.30 beliau makan siang.
Setelah makan siang, beliau istirahat dan lanjud berzikir, berselawat dll sampai salat ashar. Pada malamnya, siap magrib beliau makan malam. Setelah siap salat Isya, sekitar jam 21.00 beliau tidur dan jam 01.00 lebih kurang, beliau selalu bangun.
Hal yang saya ingat jika membantu beliau di malam hari, beliau selalu membangunkan saya dengan panggilan Abdur Abdur. Karena nama saya Abdurrahman. Pernah Buya berkata; “Abdur yang ancak dipanggie, kalau Rahman tu nama Tuhan mah” kata beliau hehe. Dan Buya selalu bangun ketika malam untuk beribadah. Beliau akan beribadah sampai masuk waktu Subuh. Subhanallah, beginilah beliau tiap malam dan keseharian beliau.
Dengan berjalan waktu, saya bersama Buya, alhamdulillah bertambah juga kawan-kawan yang membantu beliau.
Suatu ketika terjadi katika kami yang biasa bersama Buya mendapat cobaan dari Allah, bahkan saking banyaknya yang dapat cobaan dari Allah sekompleks santriwati diliburkan seminggu ketika itu, cobaaannya yaitu DBD (demam berdarah).
Alhamdulillah Buya tidak kena apa-apa, ketika itu. Tapi yang membantu Buya Syekh H.Ali Imran bin Hasan ketika itu kena DBD semuanya. Orang yang pertama kena adalah Kak Rifi, setelah itu saya. Ketika itu, saya dibawa ke RMC (klinik terdekat). Dipriksa di sana ternyata saya juga terkena DBD. Kemudian saya dirawat di sana selama 2 hari 1 malam yang mengabiskan 18 kantong cairan impus.
Alhamdulillah ketika itu saya selalu ditemani oleh sahabat saya yaitu Syafi’i dan adik angkat yang serasa adik kandung yaitu Abdurrahman Solok. Setalah di RMC saya dibawa ke Rumah Sakit Umum Padang Panjang karena permintaan dari orang tua. Saya berada di sana 5 hari 4 malam dan menghabiskan 26 kantong cairan impus.
Setalah pulang saya mendengar kabar ternyata sahabat saya Safi’i juga terkena DBD, padahal ketika itu beliaulah yang menggantikan kami untuk membantu Buya. Sungguh luar biasa, Buya Syekh H.Ali Imran bin Hasan ketika itu tak kena apa-apa.
Waktu Kepergian Buya Syekh H.Ali Imran bin Hasan
Ketika semuanya sudah mulai normal, dibuatlah jadwal oleh keluarga Buya untuk bergantian untuk membantu beliau. Ketika itu dipandu langsung oleh guru kita Tk. Asyraful Anam. Dan saya mendapatkan jadwal hari Selasa malam. Tenyata hari itulah Buya Syekh H.Ali Imran bin Hasan pergi meninggalkan kita semua, anak-anak beliau.
Pada siang hari Selasanya saya ikut kerja di pondok untuk me nambah-nambah uang untuk di pondok. Malamnya saya pergi melihat Buya ke pondok dan Buya Alhamdulillah seperti biasa. Ketika itu saya minta tolong sama kak Rifi yang beliau ada di sana ketika itu, untuk membantu Buya, sebab ketika itu badan saya kurang enak karena siap kerja (bakuli). Padahal malam itu adalah jadwal saya untuk membatu Buya. Setalah minta bantuan sama kak Rifi saya pergi ke asrama( rusunawa).
Ketika sebelum azan Subuh terdengarlah oleh saya pembicaraan teman saya Fakrorrozi katanya “Buya telah berpulang (meniggal),” mendengar itu air mata ini langsung mencucur keluar. Langsung saya berwudhu’ sambil menangis dan salat sambil menangis apakah sah sholat saya ketika itu atau tidak, saya tak tahu!
Setelah saya salat Subuh langsung saya berlari ke tempat Buya. Dengan air mata yang selalu mencucur sampainya di sana ternyata Buya telah di tutupi oleh kain. Saya langsung ke kaki jenazah Buya sambil mencium-mencium kaki Buya dan tak henti-hentinya menangis dan berdoa. Hal yang saya tangiskan ketika itu bukan masalah tidak ikhlas atas kepergian Buya. Saya menangis karena saya tidak ada di dekat Buya ketika beliau berpulang, padahal ketika itu jadwal saya untuk berkhitmat padannya.
Saya keluar dari ruangan Buya untuk membeli obat magh ,ketika itu sakit magh saya kambuh, ternyata di luar rumah Beliau, orang bagaikan di pasar yang sangat ramai, seking banyaknya orang. Lalu saya mencari-cari sandal saya ternyata tak ketemu, lalu saya ingat-ingat ternyata saya dari asrama putra subuh tadi belari tak pakai sandal.
Saya Ditegur Buya dalam Mimpi
Setalah Buya dimakamkan di komplek asramah putra Nurul Yaqin Ringan-ringan, Makam buya tak henti-hentinya dikunjungi oleh jama’ah, guru-guru dan santri-santri dari mana pun. Ketika itu saya ada perasaan yang tak enak. Entah itu bisikan dari setan, entah itu dari iblis kepada saya. Saya juga tidak tahu. Bigini dalam hati saya “lah maningga Buya baru berbondong-bondong ka tempek buya apo salah e katiko buya masih hidup dulu tu kan bisa lo mambatu bantu buya tu”. Dan ketika itu timbullah malas di hati saya pergi ke tempat makam Buya. Karena orang selalu bnyak yang datang, dan pada malam harinya saya bermimpi didatangi beliau, beliau berkata ada saya “lah balupoan jo ambo Abdur” hanya itu yang beliau katakan dan lansung beliau pergi. Lansung saya terbangun dan air mata langsung keluar sejadi-jadinya. Setalah kejadian itu mulailah saya sering membacakan surat Yasin. Kalua tidak surat Yasin saya kiirimkan, saya niatkan Umul al-Qur’an untuk beliau dan setalah beberapa hari setelah itu bermimpi kembali. Saya dengan buya dalam keadaan sedang membaca al-Qur’an.
Baca Juga: 2017-2018, Tahun Duka bagi Minangkabau
Sedikit Pesan
Wahai seluruh anak-anak Buya Syekh H.Ali Imran bin Hasan, walupun dimana kita berada,sempatkanlah selalu sedikit waktu kita setelah selesai shalat untuk mendoakan Buya. kirimkanlah Umul al-Qur’an untuk beliau, agar wasilah dan hubungan kita dengan beliua selalu ada dan terjalin.
Bak kato guru-guru; “Ado ah engkau beserta Allah, mako tidak ado. Mako adolah engkau beserta orang yang ado beserta Allah” yaitu para ulama, baik yang hidup maupun yang telah berpulang, (وله الفاتحة).
Mungkin itu segelintir kisah saya bersama Buya ketika beliau masih hidup. Semoga bermanfaat bagi kita semua. amiin ya Allah. []
Leave a Review