scentivaid mycapturer thelightindonesia

Selawat sebagai Washilah

Selawat sebagai Washilah
ilustrasi/sumber: khasha03.files.wordpress

Berdasarkan analisis teori living-sunnah yang digagas oleh Fazlurrahman, dapat disimpulkan bahwa salah satu sunnah Nabi Saw yang masih hidup hingga sekarang ini adalah selawat. Perintah selawat yang muncul pada zaman Nabi Saw terus dihidupkan oleh para sahabat dan kemudian dilanjutkan oleh tabiin dan kaum muslim setelahnya hingga saat sekarang ini.

Tersebab oleh putaran zaman dan pergantian generasi, praktik selawat yang terjadi di lingkungan masyarakat dari masa ke masa tidaklah statis, atau lepas dari perubahan. Banyak sekali hal-hal berbeda yang ditemukan. Sebagai contoh dasar, mungkin bisa kita lihat bagaimana praktik berselawat yang terdapat pada masa Syekh Sulaiman Arrasuli dengan praktik yang terjadi pada saat ini.

Dulu, selain mengaji kitab kuning dan bermulazamah dengan para Buya atau Kiai, tradisi selawat juga tidak kalah hidupnya. Di berbagai tempat, rumah, langgar atau surau-surau, bacaan selawat selalu mengisi ruang waktu. Apalagi sehabis melaksanakan salat Maghrib, hampir yang terdengar hanyalah bacaan-bacaan selawat, walaupun semua itu mereka lakukan secara sendiri-sendiri.

Tentu, keadaan seperti itu jarang sekali kita temukan sekarang ini. Langgar, surau atau tempat ibadah lainnya, tidak lagi diisi dengan suara sanjungan-sanjungan terhadap baginda Rasul. Atau lebih tepatnya, tempat-tempat itu masih digunakan, tapi tidak semarak yang dulu, hanya digunakan sekali seminggu atau sekali sebulan.

Saat ini, prektek selawat lebih banyak dialihkan kelapangan besar yang memuat ribuan Jamaah. Didalam acara tersebut, para habib atau kiai memimpin para jamaah untuk berselawat bersama-sama dengan iringan musik-musik yang menambah semangat jiwa. Seperti yang dijelaskan diatas, dua fenomena yang berbeda ini berjalan dengan sebab perubahan zaman. Namun, ada satu hal yang tidak hilang dari berbagai bentuk perubahan tersebut. yaitu cinta umat yang tidak pernah sirna kepada baginda Rasulullah Saw. 

Baca Juga: Hukum Alkohol dan Bedanya dengan Khamar

Keutamaan selawat

Di berbagai literatur Hadis, banyak sekali kita temukan Hadis yang menganjurkan untuk berselawat kepada Nabi Saw. Salah satunya adalah Hadis yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmizi di dalam Sunnan-nya yang riwayatkan dari seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Mas’ud. Hadis tersebut berbunyi:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : أَوْلَى النَّاسِ بِي يَوْمَ القِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلاَة.رواه الترميذي

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud : Bahwa Rasulullah Saw pernah berkata: Manusia yang paling dekat denganku nanti di hari Kiamat adalah yang banyak berselawat kepada ku.

Telaah Hadis

Sejatinya, Hadis diatas tidak hanya ditemukan dalam kitab Sunan karya imam at-Tirmizi saja. Dalam literature lain, seperti shahih al-Bukhari, shahih Ibnu Hibban, Musnad Abi Yu’ala al-Mushili, Sya’bul Iman karya Imam al-Baihaqi, juga dapat kita temui keberadaannya.

Imam at-Tirmizi di dalam Sunan-nya menghukumi Hadis diatas sebagai Hadis hasan gharib. Artinya Hadis ini diriwayatkan melalui para perawi yang hafalan mereka tidak begitu kuat, serta pada salah satu tingkatan hanya ditemukan satu orang perawi saja.  Dalam kitab Fathul al-Bari, Imam Ibnu Hajar juga menjelaskan bahwa komentar terhadap Hadis tersebut tidak hanya datang dari Imam at-Tirmizi saja, Imam Ibnu Habban, sebagai pakar Hadis dimasanya, juga ikut memberikan partisipasi. Beliau  menegaskan bahwa derajat Hadis tersebut bukanlah Hasan namun sudah mencapai derajat Hadis Shahih.

Dari dua keterangan di atas, dapat dipahami bahwa Hadis yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmizi diatas bukan lah termasuk Hadis yang lemah, atau Hadis yang tidak bisa diamalkan. Tapi sudah mencapai derajat Hadis yang bisa dijadikan sebagai landasan dalam beramal dan berfatwa.

Baca Juga: Memahami Salat Gerhana

Keterangan lebih lanjut, dipapari oleh Syekh an-Nawawi al-Bantani dalam kitab Tanqih al-Qaul al-Hastis, Syarah Lubab al-Hadis. Syekh Nawawi mengutarakan bahwa isi Hadis tersebut berbicara tentang orang-orang yang mendapatkan derajat yang mulia di akhirat. Di akhirat kelak, salah satu yang kita harapkan adalah syafaat dari baginda Rasul dan selalu berada didekatnya. Karena, selain sebagai bentuk bukti cinta kita kepada beliau, kita juga mendapatkan kemudahan dalam menjalani proses hisab dan lain-lainnya. Dalam Hadis ini Nabi menjelaskan bahwa orang-orang yang dekat dengan beliau berhak untuk mendapatkan syafa’at-nya. Mereka adalah orang yang paling banyak berselawat. Selawat yang mereka baca merupakan bukti cinta dan hubungan batin mereka dengan Nabi Saw.

Dalam redaksi lain, ditemukan sebuah Hadis yang mendukung makna Hadis diatas. Yaitu Hadis yang diriwayatkan oleh Imam ad-Darimi dari sanad Abi Thalhah. Hadis tersebut berbunyi:

عَنْ أَبِي طَلْحَةَ قَالَ: جَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا وَهُوَ يُرَى الْبِشْرُ فِي وَجْهِهِ، فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا نَرَى فِي وَجْهِكَ بِشْرًا لَمْ نَكُنْ نَرَاهُ؟ قَالَ: ” أَجَلْ، إِنَّ مَلَكًا أَتَانِي فَقَالَ لِي: يَا مُحَمَّدُ إِنَّ رَبَّكَ يَقُولُ لَكَ: أَمَا يُرْضِيكَ أَنْ لَا يُصَلِّيَ عَلَيْكَ أَحَدٌ مِنْ أُمَّتِكَ، إِلَّا صَلَّيْتُ عَلَيْهِ عَشْرًا، وَلَا يُسَلِّمَ عَلَيْكَ، إِلَّا سَلَّمْتُ عَلَيْهِ عَشْرًا؟ ” قَالَ: ” قُلْتُ: بَلَى “.رواه الدارمي

“Dari Abi Thalhah, ia berkata : Pada satu hari, Nabi Saw datang dalam keadaan gembira. Lalu beliau ditanya : Wahai Rasulullah, kami melihat wajah mu sedang dalam keadaan bahagia yang belum pernah kami lihat sebelumnya. Nabi Saw menjawab: Ya, bahwa sesungguhnya malaikat datang kepadaku, lalu ia berkata: Wahai Muhammad, Allah Ta’ala berbicara kepada mu : Apakah kamu tidak redha, bahwa salah seorang dari umatmu yang berselawat satu kali akan dibalasi  ampunan sepuluh kali, dan bahwa salawat seorang umatmu yang bersalam kepada mu, Allah akan bersalam kepadanya sepuluh kali, Nabi menjawab: Ya.” (H.R. ad-Darimi)

Dari segi isi, Hadis ini menjelaskan kabar gembira yang disampaikan Rasul kepada umatnya yang suka berselawat. Karena, balasan selawat yang mereka lakukan tidak hanya sebatas kedekatan dengan baginda Nabi Saw. Para malaikat juga memberikan tanggapan positif dari selawat yang mereka ucapkan tersebut. yaitu dengan melalui permintaan ampun kepada Allah Ta’ala supaya dosa mereka diampuni. Bahkan satu kali mereka memanjatkan selawat kepada Rasul, para malaikat membalasnya dengan sepuluh kali memohon kepada Allah Ta’ala.

Selawat dan Washilah

Sebagaimana yang dijelaskan di atas, berselawat kepada kanjeng Nabi Saw merupakan salah satu bentuk bukti rasa cinta kita kepada beliau. Rasa yang selama ini Allah titipkan dalam hati sanubari. Rasa yang membuat kita umat Islam selalu bersemangat untuk mengucapkan lafaz-lafaz sanjungan kepada kanjeng Rasul. Hal ini mirip dengan salah satu ungkapan: cinta itu butuh bukti dan pengorbanan, takut berkorban jangan bercinta. Terlepas dari siapa perkataan ini berasal, tapi secara isi, perkataan ini ada benarnya juga.

Baca Juga: Ahli Fikih Mengapa Harus Kekinian

Berbicara tentang selawat, cinta dan pengorbanan, ada satu kelompok dari firqah-firqah Islam yang  menarik dibahas. Mereka sering kita kenal dengan golongan shufi. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka tidak ada bedanya dengan masyarakat biasa. Mereka bekerja sebagaimana layaknya manusia biasa, bahkan dari segi amalan dan sikap terhadap sesama, mereka lebih baik dan sopan.

Dalam keyakinan, mereka mempunyai beberapa ajaran yang selalu mereka praktikkan setiap hari. Salah satunya adalah ajaran washilah (jalan). Secara bahasa, washilah berarti dekat dan sampai kepada sesuatu. Sedangkan menurut ahli shufi, makna washilah adalah meminta sesuatu kepada Allah Ta’ala melalui sesuatu yang beliau cintai. Nah, dari pemahaman ini, semarak selawat dikalangan shufi lebih terasa merasuk kedalam jiwa, karena dengan rasa cinta terhadap Nabi Saw mereka buktikan melalui selawat. Mereka meminta kepada Allah supaya selamat dunia akhirat, dan supaya Allah meredhai mereka.

Walaupun golongan ini sering mendapatkan kritikan dari beberapa golongan lain, namun dalam hal ini, perbuatan yang mereka lakukan tersebut tidak salah. Dalam salah satu riwayat, Nabi Saw pernah bersabda:

قال النبي صلى الله عليه وسلم : إذا سمعتم المؤذن فقولوا مثل ما يقول ثم صلوا علي فإنه من صلى علي صلاة صلى الله عليه بها عشرا ثم سلوا الله لي الوسيلة فإنها منزلة في الجنة لا تنبغي إلا لعبد من عباد الله وأرجو أن أكون أنا هو فمن سأل لي الوسيلة حلت له الشفاعة.

Nabi bersabda: Apabila kamu mendengar azan, maka ucapkanlah sebagaimana yang dikumandangkan. Kemudian berselawatlah kepada ku, karna barang siapa yang berselawat kepada satu kali, maka Allah akan mengampuninya sepuluh kali. Lalu, mintalah kepada Allah Ta’ala dengan berwashilah melalui ku, karna washilah adalah satu tempat di surga yang diperuntukkan bagi hamba-hamba Allah Ta’ala. Dan aku berharap; aku adalah di antara hamba tersebut. Maka barang siapa yang meminta washilah kepada ku, niscaya dia akan mendapatkan syafa’at.

Baca Juga: Meneguhkan Kearifan Lokal

Dalam Hadis ini, Nabi Saw menjelaskan bahwa selawat dan bertawashshul kepada beliau merupakan suatu hal yang penting. Di akhir sabdanya, beliau menegaskan: Barang siapa yang meminta kepada ku sebagai washilah (jalan), niscaya  ia berhak mendapatkan syafa’at. Hadis ini banyak sekali ditemukan di berbagai kitab Hadis, di antaranya Shahih Muslim, Syarh as-Sunnah, Sunan at-Tirmizi, Sunan Abi Dawud, Musnad Ahmad, dan lain-lain. Artinya, dikalangan para Muhaddis, Hadis ini sudah masyhur. Dan tidak perlu dipertanyakan lagi keshahihannya.[]

Ahmad Rifqi
Alumni Ponpes Tarbiyah Islamiyah at-Taqwa Canduang