scentivaid mycapturer thelightindonesia

Simpul Gerakan Tokoh PERTI Napal Putih (Bagian IV/Akhir)

Simpul Gerakan Tokoh PERTI Napal Putih (Bagian IVAkhir)

Sebelumnya Baca: Jaringan Tokoh PERTI Napal Putih (Bagian III) – Tarbiyah Islamiyah

Oleh : D.M.S. Harby*

Tradisi kosmopolit yang bermula dari praktik morfogenetik agen (saling hubung dan pengaruh) dalam jejaring ketokohan trio elite PERTI Napal Putih di Provinsi Bengkulu adalah nyata. Sebagaimana yang telah penulis coba dokumentasikan pada tiga bagian tulisan terdahulu (Bagian: I, II, dan III). Peradaban kosmopolitan itulah yang menjadi kesimpulan sementara penulis sebagai kontribusi paling utama bagi tumbuh dan berkembangnya PERTI di Provinsi Bengkulu. Hal yang akan coba penulis uraikan pada tulisan ini sebagai penguat kesimpulan tersebut sekaligus sebagai bagian akhir dari ketiga tulisan tersebut.

Tradisi kosmopolit PERTI di Provinsi Bengkulu berbasis morfogenetik trio tokoh Napal Putih itu setidaknya dapat terlihat muncul pada tiga hal. Pertama, sebagai salah satu kontak jejaring elite adat dan penghulu syarak. Kedua, sebagai salah satu kontak murid Inyiak Canduang, Maulana Syekh Sulaiman Arrasuli, dalam perjuangan dan pembentukan Provinsi Bengkulu. Ketiga, sebagai salah satu kontak konsolidasi awal Orde Baru dan pembangunan awal Provinsi Bengkulu.

Jejaring Tetua Adat & Penghulu Syarak

Ketokohan trio Napal Putih ini sebagai salah satu kontak jejaring elite adat lokal sekaligus penghulu syarak Islam di Bengkulu tampak dari basis dukungan masyarakat suku Rejang. Satu dari dua suku kuno di wilayah Barat Sumatera selain Komering/Lampung. Sama dengan kebudayaan Komering/Lampung, pembagian suku Rejang juga berbasis hulu/mudik dan hilir/muara sungai  selaku masyarakat yang berada di kawasan pesisir pantai barat pulau Sumatera.

Istilah Unggak terkenal untuk kebudayaan yang mengacu ke mudik sungai Komering. Sementara kebudayaan yang mengacu ke muara sungai Komering, dikenal dengan Libah. Pada Lampung, istilah Unggak dikenal dengan Sai Batin dan Libah dengan Pepadun. Adapun di Rejang, dikenal dengan Daratan dan Pesisir. Beda dengan Komering yang memang secara fisik terkait dengan sungainya secara jelas di mana Unggak berarti bagian atas, hulu atau mudik sungainya dan Libah berarti bawah, hilir atau muaranya.

Lampung dan Rejang mengidentifikasi kebudayaannya dengan pegunungan dan pantai atau daratan dan pesisir. Tapi secara makna tetap sama, terbagi kepada dua wilayah. Wilayah air hujan turun dari langit dan menjadi sumber atau mata air sungai yang itu jelas di pegunungan atau daratan. Dan wilayah air sungai bertemu lautan untuk kemudian diserap kembali oleh langit yang itu jelas di sekitar pantai atau pesisir.

Diriwayatkan, leluhur suku Rejang, yang darinya kata Rejang berasal, bernama Rhe Jang Hyang. Sekitar tahun 2090 SM bersama rombongannya dari Mongolia melakukan pengembaraan dan sampai di Samudera Hindia mendarat di pesisir Barat bagian Selatan pulau Sumatera. Tepatnya di kawasan muara Ketahun, mereka masuk ke pedalaman dengan mulai membuka perkampungan yang bernama Kutai Nuak yang terletak di daerah Napal Putih.

Sungai Ketahun sendiri bermudik di wilayah Kecamatan Topos, Lebong. Tepatnya di Tebo Panjang, satu dari sekian lokasi kepala air atau sungai yang terdapat di bagian Selatan dari kawasan Bukit Barisan, Sumatera. Taman Nasional Kerinci Seblat juga termasuk di dalamnya yang berbatasan dengan sebelah utara dan timur Kecamatan Topos. Di sinilau terdapat Danau Tes yang sejak zaman kolonial, aliran airnya yang melalui sungai Ketahun dipakai untuk menggerakkan turbin Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tes. Melalui sungai Ketahun inilah kemudian kebudayaan suku Rejang tumbuh dan berkembang mengiringi sejarah dari zaman ke zaman.

Dari jalur sungai Ketahun ini pula adat Rejang tumbuh dan berkembang setali tiga uang dengan syarak Islam. Mulai dari zaman Sultan Abdullah gelar Ki Karang Nio hingga zaman Pangeran Ali gelar Rajo Mangkuto. Pangeran Ali punya mertua bernama Muning Deram yang bangsawan Rejang Pesisir dan Pesirah Marga Ketahun. Pangeran Ali juga punya menantu bernama Mohammad Thaib yang pribumi Napal Putih dan alumni MTI Payakumbuh.

Jaringan Napal Putih juga terakses dengan komunitas Pekal dan wilayah Mukomuko yang sebelumnya sudah cukup akrab di kemargaan Ketahun. Baik melalui tokoh Pangeran Ali sebagai Pesirah Marga Ketahun asal jaringan Mukomuko (Painan/Lunang) atau melalui tokoh Muhammad Thaib sewaktu merantau di Ranah Minang, datanglah tokoh Pekal dari Talang Rio Mukomuko, Awwaluddin, ke Napal Putih. Dari Napal Putih, murid Syekh Sulaiman Arrasuli, pendiri MTI Canduang ini kemudian mengepakkan sayap gerakannya di Provinsi Bengkulu.

Jaringan Napal Putih juga terakses dengan komunitas Padang Betuah. Terutama dari jalur Buya Thaib yang menikahkan puterinya, Wahdanijar dengan Amiruddin. Putera Abu Bakar bin H. Idris ini berasal dari Padang Betuah. Jaringan ini semakin berkembang perannya ketika berada di Curup. Dimana Buya Zaidin selaku elit PERTI Bengkulu di Curup dari jalur ibunya, Encik Hajjah Mazenah, berasal dari Padang Betuah. RA. Puspawati, ibunya EH. Mazenah, bermakam di Pasar Bembah. Tentu saja, Masjid Jamik Curup menjadi sentral hubungan jejaring ini.

Baca Juga: Trio Napal Putih dalam Lingkaran Elite Perti Renah Sekelawi (Bagian II)

Jejaring Perjuangan Murid Inyiak Canduang & Pembentukan Provinsi Bengkulu

Proses tumbuh dan berkembangnya jaringan perjuangan PERTI di Bengkulu dalam sejarahnya terjadi pada era 1930-an hingga 1940-an. Terutama di akhir 1930-an dan awal 1940-an. Setidaknya itu dapat terlihat dari tahun berdirinya MTI Curup dan MTI Napal Putih yang sama tercatat pada tahun 1938. MTI Pasar Kerkap, MTI Pasar Bengkulu, MTI Pasar Malabero dan MTI lainnya di Provinsi Bengkulu juga diperkirakan berdiri pada masa itu. Masa di mana para alumni MTI di Minangkabau telah pulang ke Bengkulu tak lama sebelumnya, berbarengan dengannya atau tak jauh sesudahnya.

Contoh yang tak jauh sebelumnya adalah Buya Zaidin. Murid Inyiak Canduang yang belakangan menjadi Ketua DPRD GR Rejang Lebong dan Anggota DPRD Provinsi Bengkulu ini pulang ke Curup pada tahun 1934. Empat tahun kemudian, bersama beberapa tokoh masyarakat Curup yang diketuai Mohammad Saleh, didirikanlah sekolah dan cabang PERTI Curup. Dengan Masjid Jamik Curup, murid Inyiak Canduang satu ini menggerakkan basis sosialnya yang memungkinkan PERTI untuk mendukung lebih maju dan penuh perjuangan pembentukan Provinsi Bengkulu.

Contoh yang hampir bersamaan adalah Buya Awal. Setamat dari MTI Canduang, murid Syekh Sulaiman Arrasuli ini pada tahun yang sama 1938, mendirikan MTI Napal Putih dengan dukungan  Pangeran Ali dan bantuan Buya Thaib, menantu Pangeran Ali. Karena sejarahnya, ketiga tokoh ini hijrah ke Curup hingga kemudian Buya Awal selepas menjadi pejabat pemerintah menjadi Ketua DPRD GR Bengkulu Utara. Dengan basis Napal Putih dan jaringan Mukomuko, murid Inyiak Canduang ini terlibat aktif pula dalam pembentukan Provinsi Bengkulu.

Sementara itu, dari basis Masjid Al Ikhlas Padang Betuah, muncul pula sentral gerakan PERTI di Pasar Kerkap yang mendirikan MTI Pasar Kerkap. Duo tokoh utamanya adalah Buya Abdul Muthallib dan Buya Adnan Ilyas. Jika Buya Thalib muncul sebagai birokrat urusan agama selain mengembangkan PERTI di Kota Bengkulu melalui jaringan Masjid Jamik Bengkulu, Masjid Pasar Bengkulu dan Masjid Pasar Malabero. Sementara Buya Adnan, selain sempat bertugas di Curup, murid Inyiak Canduang ini juga terlibat sebagai panitia Pembentukan Provinsi Bengkulu.

Adapun bagian inti Masjid Jamik Bengkulu dalam jaringan elite PERTI ini adalah RM. Yacub Ilyas. Murid Inyiak Canduang yang tamat MTI pada tahun 1942 ini meneruskan tugas ayahnya, Raden Haji Mohammad Ilyas, sebagai Imam Masjid Jamik Bengkulu. Sementara kakeknya, RH. Abdul Aziz adalah Imam Besar Masjid Jamik Bengkulu. Selain keluarga penghulu agama, keluarga ini juga keturunan Pangeran Mangkurajo, salah seorang bangsawan Bengkulu. Buya Yacub ini lulus dari MTI Canduang sama tahunnya dengan kelulusan Buya Thalib dari MTI Payakumbuh.

Masjid Jamik Bengkulu ini, pada masanya, yang menjadi pendukung utama bagi kemunculan sentral PERTI di Kota Bengkulu yang markasnya di Jalan Cenderawasih, Kelurahan Kebun Geran, Kecamatan Ratu Samban, Kota Bengkulu. Sekolah PERTI yang didirikan di sini masih beroperasi hingga kini dengan bentuk SMA Pembangunan Bengkulu. Tokoh utama di sini tak lain adalah Buya Thalib yang sempat menjadi Ketua Mahkamah Syariah Bengkulu. Buya Thalib juga yang mendirikan MTI di Aur Gading, Kerkap, Bengkulu Utara.

Jejaring Konsolidasi Awal Orde Baru & Pembangunan Provinsi Bengkulu

Jika dilihat dari narasi di atas, tampak bahwa jaringan murid Inyiak Canduang ini adalah jejaring elite organisasi Kaum Tua yang aktif dalam pergerakan perjuangan merebut kemerdekaan nasional. Akarnya yang kuat pada jejaring tokoh adat dan tokoh agama membuat mereka mendapat dukungan maksimal dalam peran perjuangan mereka.

Timbulnya Orde Baru dan lahirnya Provinsi Bengkulu yang terjadi beriringan pada tahun 1968 memberikan angin kuat bagi jejaring ini untuk muncul seperti lokomotif bagi gerbong ulama Kaum Tua di Provinsi Bengkulu yang menjadi keluarga besar Golongan Karya. Ditunjuknya elite mereka sebagai perwakilan untuk duduk di kursi pimpinan provinsi dan kabupaten baik eksekutif maupun legislatif. Penegasan ini dibuktikan dengan munculnya Tarbiyah sebagai singkatan organisasi yang terstruktur, sistematis dan masif di Bumi Rafflesia ini. Tidak lagi mengagungkan PERTI sebagai yang akrab dengan PPP.

Mesranya hubungan Tarbiyah dan Golkar di Provinsi Bengkulu dapat dilihat dari pendirian sekolah-sekolah organisasi ini dengan nama Pembangunan. Setidaknya tiga buah sekolah yang dapat penulis sebutkan yaitu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pembangunan Curup di Rejang Lebong yang berlokasi di Jalan Gajah Mada, Kelurahan Air Rambai. Sekolah Menengah Atas (SMA) Pembangunan Bengkulu di Bengkulu yang berlokasi di Jalan Cenderawasih, Kelurahan Kebun Gerand, Kecamatan Ratu Samban, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Pembangunan Manna di Bengkulu Selatan, yang berlokasi di Jalan Lettu Ubadi, Kelurahan Belakang Gedung, Kecamatan Pasar Manna. Ketiga sekolah menengah tingkat atas ini didirikan pada tahun 1986.

Sebelumnya, hubungan mesra itu juga dapat terlihat dengan didirikannya Pondok Pesantren Pancasila Bengkulu. Pesantren yang beroperasi sejak tahun 1974 ini dikelola oleh kader dari jaringan ini. Pesantren ini bermula dari kunjungan Presiden Soeharto ke Bengkulu pada tahun 1972. Pas satu tahun seusai Pemilu 1971 dan empat tahun setelah Provinsi Bengkulu terbentuk. Dalam kunjungan itu, Presiden Soeharto menyerahkan bantuan sebesar 50 juta rupiah.

Adalah Buya Djamaan Noer yang kemudian menjadi arsitek dan pemimpin pendirian pesantren ini. Alumni MTI Canduang tahun 1954 ini memberikan nama bagi pesantren tertua di Provinsi Bengkulu ini dengan nama Pondok Pesantren Pancasila Bengkulu. Buya Djamaan ini pula elite Rejang dari Kota Donok. Ibunya, Rahimah, adalah saudara dari Mohammad Hosein, Gubernur Sumatera Selatan 1957-1958 yang berasal dari Kota Donok. Ayahnya bernama Faqih Nurdin berasal dari Pauh Limo Pisang, Padang Pariaman.

Jika dilihat di Kota Donok pernah ada sekolah PERTI dan tahun kelahiran Buya Djamaan pada tahun 1933, seiringan dengan kepulangan Buya Zaidin ke Curup pada tahun 1934, diperkirakan ayah Buya Djamaan termasuk dalam jaringan ini pula. Diperkirakan sezaman pula dengan tokoh jaringan ini yang mendirikan sekolah PERTI di Embong Uram. Adapun sekolah PERTI yang di Kota Donok itu berlokasi di pinggir Danau Tes. Kini, sekolah tersebut sudah beralih menjadi MTs. Negeri Kota Donok.

Buya Djamaan sendiri di Bengkulu lebih aktif sebagai tokoh Nahdlatul Ulama. Pendiri perguruan tinggi keagamaan Islam negeri di Bengkulu maupun Curup. Serta mentor bagi aktivis NU maupun Muhammadiyah, di antara muridnya adalah Badrul Munir Hamidy, Hudzaifah Ismail, Saefullah, Sahabuddin Mancik, Zen Syahib, Kamaliah Malik dan Abdul Majid. Selain menjadi elite pejabat, para muridnya juga menjadi elite pimpinan NU maupun Muhammadiyah di Provinsi Bengkulu.

Baca Juga: Napal Putih dalam Lintas Sejarah PERTI Provinsi Bengkulu (Bagian I)

Selain Buya Djamaan, dalam jaringan ini yang muncul juga sebagai pengelola Pesantren ini adalah Buya Mohammad Rusli. Alumni MTI Payakumbuh sempat menjadi pimpinan di Pesantren ini. Yunior Buya Rusli di MTI Payakumbuh, Buya Abdul Aziz, yang pengasuh Pondok Pesantren Shofi Almubarrad Kepahiang, semula akan mengikuti jejak Buya Rusli mengabdi di Pesantren Pancasila. Namun, karena permintaan masyarakat, Buya Aziz lebih memilih berjuang di Talang Tige.

Yunior dari mereka ini pula Buya Dr. Zahdi Taher. Alumni MTI di Payakumbuh yang kini menjadi Kakanwil Kemenag Provinsi Bengkulu ini datang ke Bengkulu untuk melanjutkan studi di IAIN sembari mengabdi di Pesantren Pancasila. Mengikuti Buya Djamaan, tokoh ini juga aktif di organisasi NU yang digelutinya sejak mahasiswa lewat organisasi PMII.

Apa yang telah terjadi pada beberapa dekade lalu pada Tarbiyah/PERTI di Provinsi Bengkulu tentu mengalami dinamika sejarahnya sendiri. Dari beberapa sentral yang pernah aktif, tersisa setidaknya empat sentral yang masih beroperasi. Sentral Bengkulu di Kebun Gerand. Sentral Bengkulu Utara di Pasar Kerkap. Sentral Bengkulu Selatan di Belakang Gedung. Sentral Rejang Lebong di Air Rambai dan Pasar Baru. Tentu tantangan kini berbeda dengan perjuangan masa lalu. Setidaknya, melalui dokumentasi masa lalu, kita mampu melakukan refleksi untuk beraksi di masa kini sekaligus menyiapkan strategi perjuangan masa depan secara sederhana, mudah, amanah, ramah dan terarah. Semoga sinar Tarbiyah/PERTI di Renah Sekelawi ini kembali cerah dan terang. Allahumma barkah…

 * Penulis adalah Ketua PC Tarbiyah-PERTI Kabupaten Rejang Lebong dan Ketua Pembina Yayasan Tarbiyah Rejang Lebong (YTRL). Alumni MTI Curup, KKDI Masjid Jamik Curup, PP Arrahmah Curup, PP Nurul Huda Sukaraja, Khairani Study Centre (KSC) Bengkulu dan Harian Bengkulu Ekspress ini juga dipercaya sebagai Anggota Badan Pengawas Yayasan Khairani Bengkulu, Ketua Ikatan Keluarga Alumni Nurul Huda (IKANUHA), Ketua Bidang Pendidikan Yayasan Pondok Pesantren Nurul Huda (YPPNH) Sukaraja dan Ketua Dompet Alumni Peduli Arrahmah (DAPA) Curup.

Gerakan Tokoh PERTI, Gerakan Tokoh PERTI Gerakan Tokoh PERTI Gerakan Tokoh PERTI Gerakan Tokoh PERTI Gerakan Tokoh PERTI, Gerakan Tokoh PERTI

D.M.S. Harby
Tulisan diolah dari berbagai sumber. Penulis adalah alumni Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyah Islamiyah (MITI) Pasar Baru Curup, MTs. Pondok Pesantren Arrahmah Air Meles Atas Curup, MAK Pondok Pesantren Nurul Huda Sukaraja OKU Timur dan Kepala Sekolah Dasar Tarbiyah Islamiyah (SDTI) Curup 2015-2017. Kini Ketua Ikatan Alumni PPNH Sukaraja, Ketua PC Tarbiyah-Perti RL dan Ketua Pembina Yayasan Tarbiyah Rejang Lebong (YTRL).