Sosiologi Pendidikan Syekh Sulaiman Arrasuli (Inyiak Canduang) dalam Buku “Kisah si Muhammad Arif”
Salah satu karya Syekh Sulaiman Arrasuli adalah buku Pedoman Hidup di Alam Minangkabau: Nasihat Siti Budiman Menurut Garisan Adat dan Syarak, atau yang lebih dikenal dengan “Kisah si Muhammad Arif” ini, diterbitkan pada 1939 oleh Derekrij Tsamaratul Ikhwan, Bukittinggi. Buku kecil yang terdiri dari 70 halaman ini berisi kisah populer tentang seorang ibu bernama Siti Budiman yang menuturkan nasihat-nasihat kepada anaknya, Muhammad Arif, ketika selesai menamatkan sekolah dasar dan akan melanjutkan pendidikan ke sekolah agama.
Kisah ini ditulis oleh Syekh Sulaiman Arrasuli dengan berbahasa Melayu-Minangkabau dengan aksara Arab-Melayu. Karena bahasanya Melayu-Minangkabau, terdapat banyak kata atau istilah yang mirip atau bahkan masih bertahan sampai sekarang dalam Bahasa Indonesia. Bentuk pengisahan disampaikan dengan gaya sastra lama Minangkabau. Narasi disampaikan lewat syair-syair yang setiap larik terdiri dari 4 kata. Di beberapa tempat juga diisi dengan bentuk mamangan dan pituah. Mamangan dan pituah adalah dua kategori dari 6 kategori bentuk kiasan yang ada dalam bahasa Minangkabau. Empat kategori lainnya adalah Pepatah, peribahasa, pameo dan petitih. Mamangan dan pituah adalah kiasan-kiasan yang berisih ajaran-ajaran moral dan etika. Perbedaan keduanya adalah mamangan lebih berisi konteks suruhan atau larangan yang spesifik, sementara pituah lebih pada ajaran-ajaran yang lebih universal.
Baca Juga: Membaca Muhammad Arif Menyalami Inyiak Canduang Bag I
Sinopsis “Kisah Si Muhammad Arif”
Kisah ini terdiri dari penduhuluan, isi dan penutup. Pada pendahuluan, Syekh Sulaiman Arrasuli mulai memperkenalkan tokoh perempuan bernama Siti Budiman yang merupakan anak dari Tuanku Lebar Alam di kampung Telaga Manis Kenagarian Teluk Paham yang ketika itu berada di bawah kendali pemerintahan Laras Nan Dua. Siti Budiman memiliki Pengetahuan agama yang luas, kesalehan dan kecantikan. Demikian menjadi daya tarik banyak pemuda di kampung Telaga Manis dan mereka ingin mempersuntingnya sebagai istri.
Ia pun dijodohkan, dengan persetujuannya, dengan Muhammad Shadiq (Fakiah Arifin), yaitu sosok laki-laki shaleh yang memiliki pengetahuan agama yang luas. Meskipun ia hanya seorang petani di kampung, tetapi banyak masyarakat sekitar yang belajar agama kepada Muhammad Shadiq.
Bagian kedua adalah Siti Budiman Kabaranak bercerita tentang kelahiran anak laki-laki yang bernama Muhammad Arif, yaitu tokoh utama yang dijadikan sebagai judul buku ini. Dua tahun kemudian, Siti Budiman melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama dengan Siti Arifah. Sekitar satu tahun umur anak perempuannya, sang suami, Muhammad Shadiq, meninggal dunia tanpa mewariskan harta yang banyak kepada keluarganya. Dengan harta seadanya, Siti Budiman membesarkan kedua buah hatinya. Ia tidak mau menikah lagi meskipun Siti Rahimah, isteri Datuk Raja Adil (kakak Siti Budiman, dan demikian Siti Rahimah adalah ipar Siti Budiman), meminta Siti Budiman untuk mencari pengganti suaminya.
Selanjutnya cerita ini mengalir pada kisah Siti Budiman dalam membesarkan dan mendidik kedua anaknya. Pada siang hari, Siti Budiman sibuk dengan aktivitas jahit dan merenda. Malam harinya, ia mengajarkan al-Qur’an dan agama kepada anak-anak di kampung Telaga Manis. Selain itu, banyak juga masyarakat kampung tersebut yang belajar agama dan menjahit kepada Siti Budiman. Untuk nafkah kedua putra dan putrinya, Siti Budiman tidak mengalami kesulitan dan apalagi orang-orang yang datang berziarah ke makam suaminya sering pula membawa perlengkapan untuk kedua anaknya.
Selanjutnya bab-bab kisah ini fokus pada Muhammad Arif yang beranjak besar, dimulai dengan ceritanya masuk sekolah dasar. Kemudian disusul dengan nasihat Siti Budiman kepada anaknya.
Nasihat seorang ibu kepada anak laki-lakinya ini cukup unik dan dapat menjadi saripati pertama dalam kisah ini. Dalam nasihat ini ditekankan pada pembentukan diri manusia selayaknya. Siti Budiman mulai memperkenalkan pada anaknya mana hal yang baik dan tidak baik bagi seorang anak untuk dilakukan dalam menjalani kehidupannya. Kemudian kisah masuk pada cerita adiknya, Siti Arifah masuk sekolah.
Alur penceritaan dilanjutkan dengan cerita Muhammad Arif Akan Masuk Sekolah Agama Sejalan dengan sub-judul ini, tema yang digulirkan di dalamnya terkait dengan keinginan Muhammad Arif belajar di sekolah agama. Pada bagian ini diungkap secara panjang lebar beberapa nilai yang terkait dengan etika menuntut ilmu agama. Demikian adalah ilmu yang bersifat fardu ‘ain dan hendaknya dipelajari terlebih dahulu dan kemudian diikuti oleh ilmu-ilmu yang bersifat fardu kifayah, sunat, dan mubah. Lebih jauh, etika ini dikontekstualkan dengan kecenderungan generasi muda ketika itu yang dalam banyak kasus kurang memperdulikan urutan ilmu-ilmu yang disebutkan sebelumnya.
Baca Juga: Membaca Muhammad Arif Menyalami Inyiak Canduang Bag II Habis
Setelah tamat sekolah agama, tema cerita berikutnya direfleksikan dalam sub-judul yang kedelapan, yaitu Muhammad Arif Akan Jadi Guru. Maksud guru di sini sebagaimana dijelaskan sebagai tempat bertanya masyarakat banyak dan kehadirannya adalah sebagai guru dalam kehidupan sosial.
Cerita ini sebagian besar memang berisi penyampaian pesan lewat nasihat Siti Budiman kepada Muhammad Arif. Salah satu pesan dalam bagian ini adalah agar hati-hati dalam menyampaikan fatwa agama. Nasihat selanjutnya terkait dengan nasib Muhammad Arif seandainya ditakdirkan oleh Yang Mahakuasa menjadi seorang ambtenar dengan sub-judul: Nasihat Siti Budiman Kalau Anaknya Jadi Ambtenar. Jikalau anaknya menjadi orang kaya sebagai saudagar, Ibunya itu pun memberikan pesan. Siti Budiman menambahkan semoga Muhammad Arif muncul sebagai saudagar yang suka menolong dan keuntungan besar tidak menjadi tujuan. Sebab, saudagar yang mengutamakan keuntungan besar secara bersamaan ketidak-jujuran akan menjadi perilaku orang tersebut dan sesuatu yang tidak baik bisa saja disebut baik.
Poin selanjutnya adalah nasihat tentang penghulu di Minangkabau yang kehadirannya sangat penting dalam membangun nagari. Nasihat yang disampaikan oleh Siti Budiman kepada Muhammad Arif seandainya ia menjadi penghulu di nagari nantinya agar memiliki jasa baik dan menetapkan sesuatu hukum secara adil. Bagian ini juga menceritakan tentang syarat dan apa saja yang menjadi syarat layaknya seseorang diangkat menjadi penghulu, sebuah posisi penting dalam alam kebudayaan Minangkabau.
Selanjutnya Siti Budiman memberi nasihat kepada Muhammad Arif terkait dengan kehidupan berumah tangga. Pada bagian judul ke dua belas ini kisah dirangkai dalam cerita tentang nasihat ketika memilih jodoh, etika di tengah keluarga perempuan (samando), kewajiban suami dan tanggung-jawab orang tua.
Bagian akhir isi cerita ini ditujukan kepada Siti Arifah, adik Muhammad Arif, dengan sub-judul; Nasihat Kepada Siti Arifah Tentang Adab Bersuami. Adapun Pesan yang disampaikan kepada anak perempuan Siti Budiman itu berada di seputar etika bersuami. Nasihat diawali oleh pesan dari Siti Budiman tentang sosok laki-laki yang pantas dijadikan suami dan etika seorang istri. Pada bagian penutup, Syekh Sulaiman Arrasuli menampilkan ringkasan tentang pembagian manusia. Pembagian manusia yang dimaksud terdiri dari pembagian penghulu, ulama, anak muda dan orang tua. Gaya penyajian juga dalam bentuk cerita dan majas. Pembagian (model-model) itu berupa:
1. Pembagian yaitu penghulu kayu gadang, penghulu nan di tanjuang, penghulu ayam gadang, penghulu buluh bambu, penghulu katu-katu, penghulu topi tua dan penghulu gadang sarawa.
2. Ulama yang terdiri dari ulama matahari, ulama sumbu lampu, ulama ulama nan pamacah, ulama banyak lancah, ulama bagai kancah, ulama ruok sabun dan ulama pangawuik. Di antara mereka hanya ulama matahari yang berperan sebagai penerang dalam kehidupan masyarakat.
3. Anak muda terdiri dari pemuda pasurau, pemuda palapau, pemuda parisau, pemuda pangusau dan pemuda lingkisau. Pemuda yang baik adalah pemuda pasurau yang biasa juga disebut dengan pemuda sejati yang memegang teguh nilai-nilai adat dan agama.
4. Anak muda perempuan dibagi menjadi perempuan sejati, simarewan, simambang rewan dan gadih palawan. Perempuan sejati merupakan sosok yang terbaik dari mereka, yaitu perempuan yang memegang teguh ajaran Allah dan Nabi Muhammad SAW, serta mengikuti perintah kedua orang tua.
Syekh Sulaiman Arrasuli juga membagi orang tua menjadi empat macam, yakni: orang tua karambie masak, orang tua bibir tak menentu, orang tua diamuek badak jantan, dan orang tua riang-riang asam. Masing-masing memiliki karakter yang berbeda-beda dan yang terbaik adalah orang tua karambie masak.
#berlanjut: Sosiologi Pendidikan Syekh Sulaiman Arrasuli Inyiak Canduang dalam Buku Kisah si Muhammad Arif Bag-2
Redaksi tarbiyahislamiyah.id menerima tulisan berupa esai, puisi dan cerpen. Naskah diketik rapi, mencantumkan biodata diri, dan dikirim ke email: redaksi.tarbiyahislamiyah@gmail.com
Sosiologi Pendidikan Syekh Sulaiman Arrasuli (Inyiak Canduang) dalam Buku “Kisah si Muhammad Arif” Sosiologi Pendidikan Syekh Sulaiman Arrasuli (Inyiak Canduang) dalam Buku “Kisah si Muhammad Arif”
Leave a Review