scentivaid mycapturer thelightindonesia

Surau Tobek Panjang Tempat Tan Malaka dan Syekh Mukhtar Angku Lakuang Berguru

Kondisi Surau Tobek Panjang Tempat Tan Malaka dan Syekh Mukhtar Angku Lakuang Berguru
Surau Tobek Panjang Beliau Tobek Panjang, Syekh Abdul Wahid Asy-Syadzily An-Naqsyabandi

Siapa yang tak mengenal Tan Malaka, salah seorang Pahlawan yang namanya sering disematkan dengan gelar “Bapak Republik” yang dilupakan. Tan Malaka merupakan salah seorang sufi yang kurang terdeteksi kesufiannya di pentas nasional.

Foto bangunan-bangunan surau yang saya lampirkan di atas tersebut adalah sebuah surau yang berlokasi di Jorong Ampang Gadang, Kenagarian VII Talago, Kabupaten 50 Kota. Masyarakat di sini menyembutnya dengan Surau Tobek Panjang atau Suraunya Syekh Abdul Wahid Asy-Syadzily An-Naqsyabandi (Beliau Tobek Panjang).

Surau Tobek Panjang ini merupakan tempat belajarnya Tan Malaka kepada salah seorang Tokoh Tarekat besar pada pertengahan abad 20 yakni Al-Arif Billah Syekh Abdul Wahid Asy-Syadzily Summa Naqsyabandi “Beliau Tobek Panjang”. Di surau ini pula kedekatan antaran keduanya terjalin sangat erat meskipun kurang diangkat ke permukaan.

Tan Malaka sebagai orang yang dekat sekaligus berguru pada Syekh Abdul Wahid Asy-Syadzily Summa Naqsyabandi inilah dianggap seorang sufi juga sekaligus pengamal tarekat yang diamalkan gurunya.  Berkat amalan sufi ini jugalah banyak menganggap memiliki kelebihan dari pada orang pada umumnya. Oleh karena itulah muncullah buah bibir di tengah-tengah masyarakat banyak bahwasannya Tan Malaka sering diceritakan bisa menghilang hilang dengan sekejap ke suatu tempat dan tempat lainnya. Ilmu ini disebut dengan Ilmu Bayang-bayang Tujuh, kaji 9.

Baca Juga: Kepercayaan bagi Tan Malaka

Arif Billah Syekh Abdul Wahid Asy-Syadzily Summa Naqsyabandi sebagai pengamal tarekat beliau juga mengarang salah satu kitab yakni berjudul Aq’idul Iman.  Kitab ini  yang berisikan tentang do’a-do’a khusus mengenai Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Kitab ini tersimpang rapi di salah satu rumah.

Syekh Abdul Wahid “Beliau Tobek merupakan seorang anak ulama besar yaitu Syekh Muhammad Shaleh Padang Kandih Al-Khalidi. Sebagai ulama Syekh Abdul Wahid “Beliau Tobek Panjang” juga  aktif di organisasi keumatan sehingga beliau dikenal sebagai sesepuh Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Organisasi kaum ulama tua yang berkembang di Sumatra khusunya Sumatera Barat.

Di samping pencetak salah seorang murid yang hebat yaitu Tan Malaka, Beliau Syekh Abdul Wahid ini juga pengkader ulama. Salah satu kader beliau menjadi salah satu ulama besar Perti yakni Al-Allamah Syekh Mukhtar Angku Lakuang.  Syekh Mukhtar Angku Lakuang  inilah juga pendiri Madrasah Tarabiyah Islamiyah Koto Panjang. Beliau juga mengarang sebuah kitab yang berjudul Istidlal yang berisi tentang notulen Muzakarah Ulama Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Syekh Mukhtar Angku Lakuang memeroleh 2 ijazah dari 2 guru yang namanya sama. Ijazah pertama dari Syekh Abdul Wahid “Beliau Tobek Godang

Dan ijazah yang ke 2 dari nama yang sama juga yakni dari Syekh Abdul Wahid “Beliau Tobek Panjang ” yang notabenenya surau tersebut letaknya berseberangan dengan MTI Tobek Godang. Hal yang membedakan ijazah tersebut ialah yang dari Beliau Tobek Godang merupakan ijazah (Pendidikan Pesantren) sedangkan dari Beliau Tobek Panjang ialah ijazah Suluk Syadziliyah Wan Naqsyabandi (Pendidikan Rohani).

Namun yang membuat Syekh Mukhtar Angku Lakuang istimewa dari yang lainnya ialah ketika beliau memperoleh ijazah tersebut beliau diistimewakan dengan perhelatan besar atau arakan dengan kuda bendi menuju Koto Panjang yang merupakan tanah kelahiran beliau. Apalagi kalau bukan karena keilmuan yang beliau miliki cukuplah luas?

Baca Juga: Syekh Mukhtar Engku Lakuang (1913-1978) – Tarbiyah Islamiyah

Kini, surau tersebut hanyalah sebuah bangunan yang tak terawat. Ia termasuk dalam deretan surau “tingga”. Ketika kaki saya menapaki surau tersebut berlinang air mata saya. Mengapa tidak? Hati siapa yang tidak akan luluh ketika melihat salah satu bukti sentral keilmuan penting pada masanya terbengkalai begitu saja?

Seperti yang terlampir, seperti itulah kondisi bangunan bersejarah itu kini dihinggapi rayap yang membuatnya makin lama makin rapuh dan tak bernilai.  Ketika saya memasuki surau tersebut saya mendapati baju-baju orang yang ke bekerja di sawah untuk penjemuran pakaian di dalam surau. Apakah seperti itu kegunaan surau? Dan juga saya menemukan gantungan satu persatu botol racun gromoxone (racun rumput) yang membuat hati saya semakin pilu. Cukuplah ini menjadi pelajaran bagi kita bersama untuk daerah kita masing-masing bagaimana cara kita menjaga itu semua dengan elok dan tepat, bukan lagi ditinggali seperti halnya membuang sampah, dibuang dan tak dipegang lagi.

Semoga keberkahannya meliputi kita semua, Amin Allahumma Amin!

Habibur Rahman
Pecinta ulama dari Ranah Minang