scentivaid mycapturer thelightindonesia

Syekh Darraz dan Ide Rekonstruksi Susunan al-Qur’an

Syekh Darraz dan Ide Rekonstruksi Susunan al-Qur’an
Syekh Darraz dan Ide Rekonstruksi Susunan al-Qur’an

Syekh Darraz Syekh Darraz Syekh Darraz

Oleh: Yendri Juanidi

Bantah-membantah sudah menjadi sesuatu yang biasa dalam dunia keilmuan. Motifnya tentu beragam meski semua mengaku untuk menegakkan kebenaran dan menghancurkan kebatilan. Hanya Sang Maha Tahu yang tahu apa yang di hati.

Yang menarik adalah mengamati gaya dan style setiap alim dalam membantah suatu pemikiran, gagasan, atau pendapat. Ada yang keras, bahkan bisa dibilang kasar, sehingga tak jarang argumentasi yang dikemukakannya tertutupi oleh pilihan kalimatnya yang memancing emosi. Ada juga yang terlalu membesar-besarkan masalah. Sehingga pemikiran yang sesungguhnya remeh-temeh itu terlihat ‘perkasa’ karena dibantah secara berlebihan. Ada juga dengan bahasa menyindir dan kalimat menohok dan tak jarang mempermalukan pihak yang dibantah. Syekh Zahid al-Kautsari rahimahullah sering menggunakan gaya yang terakhir ini, walau tetap dengan argumentasi yang teruji.

Ada satu gaya lagi dalam membantah sebuah ide atau pendapat yang sangat saya kagumi. Gaya ini membantah dengan tenang, argumentatif, jauh dari menjelek-jelekkan apalagi mempermalukan pihak yang dibantah, dan disampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Harga diri orang yang dibantah tetap dijaga, tapi pendapatnya yang kacau hancur berantakan dengan berbagai argumen yang tak terbantahkan. Membaca bantahan itu kita seolah sedang melihat orang tua yang bijaksana dan kenyang pengalaman tengah mengajari anak kecil yang baru belajar a b c d sambil mengusap kepalanya dan berkata, “Rajin-rajin belajar ya nak dan jangan buru-buru berpendapat…”.

Baca Juga: Syekh Muhammad Mutawalli Sya’rawi; Ulama Besar Mesir dan Ahli Tafsir Kontemporer

☆☆☆

Diantara sosok yang membantah dengan gaya ini adalah asy-Syaikh al-‘Allamah Dr. Muhammad Abdullah Darraz rahimahullah; salah satu qamah ‘imlaq (tokoh besar dan panutan) didikan Al-Azhar Mesir dan Sorbonne Perancis. Kekuatan logika dan kelembutan bahasanya diperoleh dari dua Universitas tertua dunia; yang satu representasi keilmuan Islam dan yang satu lagi representasi keilmuan Barat.

Membaca karya-karyanya seolah membaca karya ulama abad ketiga hijriah; dalam, berbobot, diksi kata yang tepat, perpaduan yang harmonis antara kekuatan argumentasi dengan kelembutan rasa serta penyajian dengan bahasa yang sangat menarik.

Salah satu karya monumentalnya yang menjadi bukti kedalaman ilmu, kelembutan jiwa, dan keindahan bahasanya adalah an-Naba` al-‘Azhim ; Nazharat Jadidah fi at-Tafsir.

Syekh Darraz dan Ide Rekonstruksi Susunan al-Qur’an

☆☆☆

Di tahun 1950-an, seorang peneliti pada salah satu kementerian di Mesir melayangkan sepucuk surat kepada institusi al-Azhar. Dalam surat itu ia mengusulkan dan mendorong agar susunan al-Qur’an yang ada sekarang dirombak ulang. Menurutnya, al-Qur’an mesti disusun sesuai dengan urutan turunnya. Jadi surat yang pertama itu mestinya 5 ayat pertama dari surat al-‘Alaq. Lalu diikuti dengan surat al-Qalam, kemudian al-Muzammil, lalu al-Muddatstsir, baru setelah itu al-Fatihah. Begitulah seterusnya sampai ayat yang terakhir turun.

Menurutnya, “Susunan al-Qur’an seperti saat ini justru membuat pikiran pembaca menjadi kacau karena tidak terstruktur sebagaimana mestinya. Di samping itu, ia juga mengabaikan hikmah diturunnya al-Qur’an sesuai dengan peristiwa dan kebutuhan. Bukankah diturunkannya al-Qur’an secara bertahap sesuai dengan urutannya sangat sejalan dengan Hikmah Tasyri’ yang gradual? Ditambah lagi, dalam susunan al-Qur’an seperti saat ini, dari surat Makkiyyah langsung melompat ke surat Madaniyyah, kemudian ke Makkiyyah lagi, lalu Madaniyyah lagi dan begitu seterusnya. Susunan yang ‘acak’ ini memaksa pembaca berpindah dari satu aura ke aura yang berbeda, dan ini membuatnya merasa terasing. Intinya, susunan al-Qur’an saat ini tidak sistematis dan bertentangan dengan hikmah Allah menurunkannya secara berurutan.”

Sekilas tampak alasan tersebut kuat. Bukankah al-Qur’an memang diturunkan secara bertahap? Bukankah hal itu mengandung hikmah yang sangat dalam? Apakah sia-sia belaka ketika Allah Swt menurunkan pertama kali lima ayat pertama dalam surat al-‘Alaq? Lalu kenapa posisinya tidak di awal al-Qur’an sesuai dengan waktu turunnya?

Anda tahu, apa jadinya kalau usul yang tampak ‘hebat’ ini sampai diterima oleh al-Azhar? Kita akan kehilangan kepercayaan kepada para pendahulu kita, termasuk kepada Rasulullah Saw sendiri yang membiarkan al-Qur’an disusun ‘tidak terstruktur’ seperti yang sekarang kita kenal. Bahkan kita akan kehilangan kepercayaan pada al-Qur’an itu sendiri, karena ternyata ia tidak ‘sesakral’ yang dibayangkan. Toh, ia bisa diubah-ubah sesuai kemauan kita, bahkan hanya dengan satu usulan yang terlihat ‘ilmiah’.

Bagaimana al-Azhar membantah hal ini?

Sosok yang diminta membantah ide ‘hebat’ ini adalah Syekh Dr. Muhammad Abddullah Darraz rahimahullah. Ia membantah ide tersebut dengan cara yang sangat luar biasa. Bahkan saya merasa, kata-kata ‘luar biasa’ pun tidak cukup menggambarkan bagaimana hebatnya bantahan tersebut; argumentatif, berbobot, tenang, berkelas, menjaga harga diri yang dibantah tapi mementahkan idenya dengan sangat mudah.

Baca Juga: Al-Azhar Produsen Ulama

Beliau hanya butuh 14 halaman untuk membantah hal itu (lihat Hashad Qalam hal 45 – 59) dan ide ini pun sudah dikubur sebelum ia lahir.

Yang sangat menarik adalah ia menggunakan sebuah permisalan untuk menjawab syubhat itu.

Beliau mengatakan:

“Seseorang ingin membangun rumah. Untuk mewujudkan hal itu ia segera memberi bahan dan material yang dibutuhkan. Ia tak peduli membeli bahan yang mana terlebih dahulu. Bisa saja semen, besi, papan atau yang lain. Yang jadi patokannya adalah ketersediaan barangnya di pasar dan dana yang ia miliki. Tapi ketika tiba waktunya untuk membangun, apakah ia akan membangun rumahnya berdasarkan urutan bahan yang dibelinya atau sesuai dengan design rumah yang sudah ia rancang?[]

رحم الله شيخنا العلامة محمد عبد الله دراز ونفعنا بعلومه فى الدارين ، آمين .

Yendri Junaidi
Alumni Perguruan Thawalib Padangpanjang dan Al Azhar University, Cairo - Egypt