Muhammad Shaleh Padang Kandih
Banyak kesyukuran saya, terutama dalam minggu-minggu ini. Banyak hal yang membangkitkan himmah terjadi, mengunjungi sosok-sosok shaleh, dan dikunjungi juga oleh “air-air” keshalehan.
Salah satunya sore ini, saya dikunjungi oleh cicit dari Syekh Muhammad Shaleh Padang Kandih atau “Baliau Munggu”, salah satu soko guru Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah, yang keramatnya ibarat kembang yang harum sepanjang masa. Syekh Muhammad Shaleh adalah salah satu khalifah besar Maulana Syekh Ibrahim al-Khalidi Kumpulan atau “Baliau Kumpulan” atau “Angguik Balinduang Kumpulan.”
Dalam catatan bersua, bahwa Syekh Muhammad Shaleh Padangkandih ialah salah seorang ulama tersohor dan berpengaruh abad 19. Prof. Mahmud Yunus menyebut nama beliau dalam bukunya. Buya H. Sirajuddin Abbas mengabadikan pula dalam “thabaqat”-nya. Seorang ‘alim sekaligus shufi. Tempat berpulang segala tanya. Tempat ragu disudahi. Tempat kaji dikhatam. Salah satu murid beliau, tempat aliran air mengalir, yaitu Maulana Syekh Mudo Abdul Qadim Belubus. Khabarnya, dalam usia yang masih belia, gelar “Syekh Mudo” dari Baliau Belubus ini diperoleh di Padangkandih. Oleh sebab itu, nama Syekh Muhammad Shaleh ditulis dalam silsilah Syaikh belubus pada kitab Assa’adatul Abadiyah Fi-ma Ja’a Bihin Naqsyabandiyah (1936).
Baca Juga: Beberapa Fakta tentang Arif Billah Syekh Balubuih/ Belubus
Syekh Mudo Abdul Qadim Belubus menerima ijazah irsyad Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah dari Syaikh Muhammad Shaleh Padangkandih, sebelum beliau menerima ijazah Thariqat Sammaniyah Khalwatiyah dari Syekh Abdurrahman al-Khalidi Kumango Batusangkar. Syekh Muhammad Thayyib Umar Sungayang (guru Prof. Mahmud Yunus) mengasah fiqih dengan Syekh Muhammad Shaleh Padangkandih. Syekh Thaha Limbukan (ayah Ust. Nasharuddin Thaha, Ketua Mahkamah Syar’iyyah Sumatera Tengah) yang dikenal dengan sebutan “Oyah Limbukan” mengambil kaji juga kepada Syekh Muhammad Shaleh Padangkandih. Salah seorang pendiri PERTI, Syekh Abdul Wahid Asshalihi, adalah anak kandung dari Syekh Muhammad Shaleh Padangkandih sendiri.
Qaddasallahu sirrahu
Dalam pertemuan sore ini, saya memberikan Sanad Ijazah Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah Syekh Muhammad Shaleh Padangkandih, sebuah teks kuno yang di dalamnya terdapat cap stempel Syekh Abdul Wahid bin Syekh Muhammad Shaleh Padangkandih. Teks sanad ini saya peroleh dari simpanan Abuya H. Angku Mudo Sawir, yang merupakan peninggalan buyut beliau, yaitu Syekh Abdul Jalil “Angku Padang” yang mendapat irsyad dari Syekh Abdul Wahid Asshalihi bin Syekh Muhammad Shaleh Padangkandih. Teks sanad dan ijazah ini disimpan oleh Abuya H. Angku Mudo Sawir dalam buluh, dan diperlihatkan pada saya pada tahun 2017. Dengan seizin beliau, saya menduplikat sanad ijazah ini. Dan saya simpan sangat baik. Ketika cicit Syekh Muhammad Shaleh datang, pada ia keluar dari simpanan, memulangkan hak pada yang punya.
Dari Abuya H. Angku Mudo Sawir saya juga mencatat sebuah pengajian yang diwarisi dari Syekh Muhammad Shaleh Padangkandih. Saya terlewatkan, untuk mengkhabarkan ini pada yang hadir. Karena sudah haru dan hairannya.
Baca Juga: Air Wajah Ahli Naqsyabandi di Pedalaman Minangkabau
Saya katakan, bila kawan-kawan ke Payakumbuh/ Limapuluh Kota, selain berziarah ke Makam Beliau Taram, Makam Baliau Batuhampar, Makam Syekh Sa’adi Mungka, Makam Syekh Belubus, Makam Syekh Tobiangpulai, maka makam yang sangat penting ziarahi ialah Makam Beliau Munggu, di Munggu, Padangkandih.
Semoga tulisan ini menambah himmah. Sebab, biasanya, bila guru disebut, darah “tasirok”, dzuq bangkit, air mata kadang meleleh, hati timbul rindu, dan lain-lain. Bila benar kita betul-betul berguru. [] Allahu yubarik.
Leave a Review