Beliau merupakan teman dan sahabat dekat Syekh Muda Waly ketika di Minangkabau. Nama asli beliau Tuanku Labaisati, setelah menjadi seorang ulama, masyarakat Malalo mengenalnya dengan Syekh Zakaria Labaisati. Sebuah nama yang diberikan oleh Syekh Muda Waly karena kealiman Tuanku Labaisati Malalo dalam Ushul Fiqih. Beliau dilahirkan pada tahun 1908 di Padang Lawas Malalo, ketika menginjak usia delapan tahun tepatnya pada tahun 1916 ayahnya memasukkan Tuanku Labaisaiti ke Sekolah Rakyat (SR) selama dua tahun.
Pada tahun berikutnya Tuanku Labaisati ingin memperdalam keilmuan agama dan mulailah ia belajar pada sebuah Madrasah yang didirikan oleh ulama besar Minangkabau muridnya Syekh Ahmad Khatib Minangkabau yang bernama Syekh Muhammad Jamil Jaho atau disebut juga dengan Angku Jaho atau Inyiak Jaho sahabat dekat Syekh Sulaiman Arrusuli yang keduanya merupakan pendiri PERTI yang besar pengaruhnya di Minangkabau dan Aceh. PERTI atau Persatuan Tarbiyah Islamiyah, sebuah organisasi keislaman yang memperkuat pemahaman keislaman Ahlussunna Waljama’ah. Adapun di Aceh PERTI dibawa oleh Syekh Muda Waly al-Khalidy dan disambut oleh ulama besar lainnnya seperti Syekh Hasan Kruengkalee.
Mulai tahun 1919 belajarlah Tuanku Labaisati di Madrasah Tarbiyah Islamiyah yang didirikan oleh Inyiak Jaho selama tujuh tahun dengan segenap kesungguhan sehingga mengantarkan Tuanku Labaisati menjadi seorang yang alim yang mendalam ilmunya. Di Madrasah Jaho beliau memperdalam berbagai cabang keilmuannya mulai dari nahwu, sharaf, mantiq, bayan, balaghah, tafsir, hadis, fikih, ushul dan berbagai ilmu-ilmu lainnya. Sehingga pada tahun 1926 selesailah beliau belajar di Jaho dan mendapatkan ijazah.
Para ulama pada masa Tuanku Labaisati umumnya setelah mendalami berbagai ilmu dan menjadi alim, biasanya mereka punya ilmu tertentu yang lebih identik dan lebih dikuasai secara mendalam. Di antara ilmu yang mendalam dikuasai Tuanku Labaisati adalah ilmu ushul fikih dan ilmu mantik. Disebutkan pada saat Teungku Syekh Muda Waly yang dikenal di Minangkabau dengan Tuanku Mudo atau Angku Aceh membuka pengajiannya di Lubuk Alung, dalam pengajiannya Syekh Muda Waly mengajarkan berbagai cabang keilmuan termasuk ushul fikih dan kealiman Syekh Muda Waly dalam fikih dan ushul fikih tentu tidak diragukan apalagi beliau sempat berguru dengan Abu Syekh Mud, Abu Ali Lampisang, Syekh Jamil Jaho di Minang dan ulama-ulama besar lainnya.
Baca Juga: Syekh Muda Waly Syekhul Masyayikh Ulama Dayah Aceh Kontemporer
Pada saat pengajian ushul fikih sedang berlangsung, ada seorang yang bertanya kepada Syekh Muda Waly dalam bidang ushul fikih, dimana pertanyaannya bertingkat-tingkat. Mulai dari Syekh Muda Waly harus membuka kitab yang paling dasar dalam ushul fikih, sampai kepada kitab yang paling tinggi kajiannya dalam ushul fikih. Ternyata pertanyaan tersebut berasal dari Tuanku Labaisati yang kemudian Abuya menyadari bahwa si penanya merupakan seorang ulama dari Malalo Padang Lawas.
Semenjak hari itu Abuya menggelar Tuanku Labaisati dengan Syekh Zakaria sebagai bentuk penghormatan atas ilmu ushul fikihnya, dan ‘tafaul’ kepada nama besar ulama dalam Mazhab Syafi’i Syekhul Islam Zakaria al-Anshari yang dikenal ahli dalam ilmu ushul fikih dengan karya monumentalnya Ghayatul Ushul. Maka bersahabatlah dua orang ulama tersebut, dan kedua-duanya saling menganggap yang lain sebagai gurunya walaupun usia Syekh Zakaria lebih tua dari Syekh Muda Waly al-Khalidy.
Selain ahli dalam ilmu syariat, Syekh Zakaria juga ahli dalam ilmu tarekat dan tasawuf, beliau bahkan juga salah seorang mursyid dalam tarekat Naqsyabandiyah. Syekh Zakaria Malalo diangkat sebagai mursyid dalam Tarekat Naqsyabandiyah oleh Syekh Ja’far Pulo Gadang yang merupakan seorang mursyid dalam Tarekat Naqsyabandiyah. Disebutkan juga bahwa selain mendapat ijazah dari Syekh Ja’far, Syekh Zakaria juga menerima ijazah mursyid dari ulama tarekat yang terkenal gurunya para ulama tarekat yaitu Syekh Abdul Ghani Kampari yang juga guru dari Syekh Muda Waly al-Khalidy sebagaimana hal ini disebutkan oleh Syekh Aidarus Abdul Ghani yang merupakan anak dari Syekh Abdul Ghani Kampari.
Setelah mendalami dua ilmu baik syariat dan tarekat, pada tahun 1930 dalam usianya yang masih muda Syekh Zakaria Labaisati mendirikan Madrasah seperti gurunya Syekh Jamil Jaho. Maka banyaklah murid-murid yang datang dari berbagai tempat untuk belajar kepada ulama besar Malalo. Murid-muridnya bukan hanya berasal dari Minangkabau saja, tetapi ada yang datang dari tempat yang jauh seperti Aceh. Kebanyakan muridnya yang datang dari Aceh menjadi ulama dan berpengaruh, dan umumnya juga mereka pernah lama belajar kepada Syekh Muda Waly.
Di antara murid Syekh Zakaria Malalo yang berasal dari Aceh adalah Abuya Syekh Bahauddin Tawar Singkil yang merupakan ulama berpengaruh di Subulussalam dan Singkil, pendiri Dayah Muta’alimin Tanah Merah sehingga beliau disebut dengan Abuya Tanah Merah dan beliau juga mursyid dalam Tarekat Naqsyabandiyah. Ulama lainnya adalah Abuya Teungku Zamzami Syam Singkil, yang juga ulama yang memiliki peran yang besar di wilayah Singkil. Abuya Zamzami Syam lama menetap di Minangkabau belajar dan Mengajar di Malalo sampai sebelas tahun.
Sedangkan ulama lainnya yang juga murid Syekh Zakaria adalah Abu Ibrahim Ishaq Lamno yang merupakan ulama yang banyak mengkader para ulama sesudahnya melalui dayahnya Budi Lamno. Abu Budi belajar kepada Syekh Zakaria sekitar tiga tahun dari tahun 1963 sampai 1966 setelah sebelumnya beliau belajar di Dayah Mudi Mesra Samalanga yang dipimpin oleh Teungku Syekh abdul Aziz Samalanga yang dikenal dengan Abon Samalanga yang juga salah satu syaikul masyayikh ulama Aceh kontemporer. Dan disebutkan pula bahwa Abuya Syekh Amran Waly juga salah satu murid Abuya Labaisati Malalo dalam syariat dan tarekat.
Sebagaimana disebutkan di awal tulisan, bahwa Syekh Zakaria merupakan ulama yang dekat dengan Syekh Muda Waly al-Khalidy. Disebutkan oleh anak Syekh Muda Waly yaitu Abuya Doktor dalam riwayat hidup Syekh Muda Waly bahwa Syekh Zakaria Malalo, bila bertemu dengan Syekh Muda Waly pembahasan mereka selalu hal-hal ilmiyah tingkat tinggi. Pernah ketika mereka berada dalam satu perjalanan, selama empat jam seluruh waktu perjalanan Abuya Labaisati mendebat Syekh Muda Waly mengenai hukum memakai dasi. Sehingga hampir seluruh waktu dalam perjalanan tersita untuk debat tersebut. Demikian ketika kedua ulama besar berjumpa.
Disebutkan pula oleh Abu Keumala bahwa Syekh Muda Waly sangat memberi perhatian khusus kepada Abuya Labaisati dan menghormatinya. Sama seperti ketika seorang ulama besar PERTI Kiai Siradjuddin Abbas bertamu ke tempat Abuya Syekh Muda Waly, maka Syekh Muda Waly menyambut Kiai Siradjuddin seperti seorang kakak yang menyambut adiknya yang disayanginya, walaupun usia Kiai Siradjuddin lebih tua dari Syekh Muda Waly, karena begitulah orang yang berilmu pasti saling memuliakan dan menghormati. Setelah pengabdian yang besar bagi masyarakat Malalo dan Minangkabau secara umum, maka wafatlah Syekh Zakaria Labaisati pada tahun 1973.
Setelah wafatnya beliau, maka Madrasah yang didirikannya di tahun 1930 dilanjutkan oleh para murid-muridnya. Maka kehadiran Syekh Zakaria Malalo juga memiliki arti penting dalam jalur keilmuan Aceh kontemporer, mengingat hampir semua para ulama dayah Aceh setelahnya adalah murid dari muridnya Syekh Muda Waly, dan Abuya Labaisati adalah salah satu tokoh penting yang pernah menjadi sahabat, murid dan teman bertukar pikirannya Syekh Muda Waly. Bahkan banyak ulama di Aceh yang pernah menjadi murid dari Syekh Zakaria Labaisati Malalo. Rahimahullah Rahmatan Wasi’atan.[]
Saya Mau tanya,,
Apakah Ada Cerita/ Kisah Mengenai tgk,Abdul Al Azis (Tgk.Calang) Beliau juga merupakan Murid Dari pada Abuya zakaria dan Murid Abuya Mudawali,,
Mnurut sekilas cerita Beliau sesudah sekian Lama menimba Ilmu kepada Abuya Muda Wali,Beliau berangkat kepadang Mengikuti Abuya Zakaria untuk menimba ilmu Pula,,sudah sekian lama dipadang baru Beliau pulang ke Aceh,,dan mendirikan sebuah dayah yang tidak begitu Terkenal,,sekian ,,mohon responnya,,🙏🏻