Tajdid Ilmu
Tajdid itu gampang dibicarakan, tapi sulit dipraktikkan. Banyak orang mengajak pada tajdid ilmu agama, hanya saja dalam praktik? Paling banyak jatuh dalam 2 kelompok. Pertama mereka cuma mengajak saja, bahkan kalau lagi teriak baik melalui artikel, televisi, seminar, dll omongannya ngalah–ngalahin Imam Syafi’i. Bahkan sebagian merasa lebih paham dari Imam Syafi’i, tapi ketika praktik? Hampir tidak ada yang ditajdid, kecuali ajakan saja untuk mentajdid dengan satu dua contoh general.
Kelompok kedua mereka berusaha mentajdid. Sayangnya saat mereka menjelaskan Islam yang mereka tajdid, seolah Islam itu adalah agama yang baru ada di abad 20. Ajaran yang sangat berbeda dengan Islam yang dikenal dunia selama 13 abad. Seakan Jibril turun pada mereka dan mereka menjadi nabi untuk agama baru. Agama yang berbeda dengan agama yang dibawa Nabi Muhammad dan diteruskan sahabat, tabiin, tabi’in, para imam mazhab, dan ulama sepanjang agama. Salah satu sebabnya adalah terputusnya pemahaman mereka dengan para ulama generasi sebelumnya. Mereka begitu jauh dalam memahami turats para ulama, apalagi sampai belajar berjenjang. Makanya kontroversi yang ditimbulkan lebih besar daripada perbaikan.
Tapi tentu saja ada sedikit kelompok kecil, yang walaupun jumlahnya kecil, tapi diikuti oleh mayoritas umat. Mereka adalah para ulama yang jadi panutan mayoritas umat Islam, baik dari sisi spritual atau keilmuan. Keterikatan mereka yang kuat pada turats ulama setelah melewati pendidikan agama berjenjang selama puluhan tahun. Sehingga cara berfikir para ulama terdahulu seolah begitu mendarah daging pada diri mereka. Sangking mendarah dagingnya ilmu ulama terdahulu kita merasa seolah para imam mujadid itu hidup lagi di zaman ini. Hidup dalam tubuh yang berbeda tapi memiliki manhaj berpikir yang sama, akal yang sama, dan ruh yang sama. Itu semua ditambah lagi dengan pengalaman hidup mereka di zaman ini, dan bacaan mereka pada ilmu zaman ini. Kita seolah bisa melihat bagaimana para mujadid seperti al-Ghazali, Arrazy, Ibnu Shalah hidup di zaman ini.
Bagaimana akal dan manhaj mereka kemudian mereka pakai itu untuk menganalisis zaman ini lalu menyelesaikan masalah hari ini. Sekali lagi, tentu dengan memakai pengalaman hidup dan ilmu yang diambil di zaman ini, karena seperti kita katakan seolah mereka ada di dalam “tubuh” manusia yang “hidup” di zaman ini. Makanya tak heran kita mendengar Syekh al-Buthi dijuluki Imam al-Ghazali abad ini, Syekh Nurudin Itr dijuluki Imam Ibnu Shalah abad ini, Syekh Ahmad Kuftaro dikatakan Syekh Abdul Ghani Annabulsi zaman ini, Syekh Wahbah Zuhaily dijuluki Imam Sayuti abad ini, dll. Karena memang sangking pahamnya mereka pada cara berpikir para imam, sampai-sampai mereka berpikir seperti para imam mujadid. Maka dari itu mereka dijuluki dengan nama para imam mujadid, Al-Ghazali abad ini, Jurjany abad ini, dll. Tidak berlebihan jika katakan kalau para imam mujadid itu hidup di zaman ini, pasti akan melakukan hal yang sama dengan para ulama di atas dalam menanggapi permasalahan hari ini. Ya, faktanya pemikiran dan sumbangan para ulama itu memang mirip seperti pendahulu mereka yaitu para imam mujadid itu.
Para ulama seperti Syekh al-Buthi, Syekh Nuruddin Itr, Syekh Wahbah inilah yang kemudian memperlihatkan wajah tajdid yang sebenarnya. Tajdid dengan ilmu yang rasikh. Di satu sisi mereka bisa memberi solusi untuk penyelesaian permasalahan di zaman ini, di sisi lain pendapat mereka jarang yang kontroversi, karena nyaris tidak keluar dari dhawabit ilmiyah yang diwariskan ribuan tahun. Karena mereka begitu memahami pemikiran para imam karena siang malam mereka hidup dengan membaca isi pikiran para imam, turats dan tajdid berjalan seiring. Ini tidak lain karena mereka memang pewaris para imam terdahulu. Mereka belajar dengan guru yang mewarisi ilmunya dari para imam selama puluhan tahun. Sehingga benar-benar mewarisi ilmu, manhaj berpikir bahkan akhlak para imam.
Baca Juga: Tajdid yang Membumi: Alasan Mengapa Syekh al-Buthi Penting bagi Anak Siak dan Santri
Jika ingin melihat bagaimana ilmu-ilmu itu ditajdid tanpa banyak kontroversi dan tanpa keluar dari dhawabit ilmiyah para imam dan di satu waktu bisa menyelesaikan masalah zaman ini sesuai yang bisa diselesaikan dengan ilmu tersebut, maka bacalah buku-buku mereka. Yang sekarang jadi rujukan dimana-mana. Agar ini tidak jadi teori, dan klaim tok. Insyaallah tulisan selanjutnya akan ditunjukkan contoh praktis buku-buku yang bisa dikatakan tajdid pada masanya.[] Insyaallah.
Leave a Review