scentivaid mycapturer thelightindonesia

Tarbiyah Perti, on The Track: Refleksi Musda Persatuan Tarbiyah Islamiyah (TARBIYAH-PERTI) Sumatera Barat 2019

Tarbiyah Perti, on The Track: Refleksi Musda Persatuan Tarbiyah Islamiyah (TARBIYAH-PERTI) Sumatera Barat 2019
Ilustradi/Dok.facebok Azwarman Raim

On the track artinya “Berada pada jalurnya.” Misalnya, “The train is on the track“. Artinya, “Kereta itu berada pada jalurnya” dan dalam percakapan sehari-hari sering di dengar “You are on the right track“. Artinya, “Kamu berada pada jalur yang benar”.

Pernyataan bahwa Tarbiyah Perti sudah on the track disampaikan oleh Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno dalam pembukaan Musda Pasca Ishlah Tarbiyah Perti Provinsi Sumatera Barat dengan menegaskan Perti Tarbiyah adalah aset dan investasi Sumatra Barat yang wajib hukumnya dirawat bersama. Karya ulama dan tokoh Minang yang sudah menasional ini tentu harus diwariskan dengan lebih bernilai dan bermakna. Politik praktis yang mewarnai gerak ormas sebelum ini tentu tidak harus dinafikan, yang harus dilakukan adalah menempatkan kepentingan bersama secara tepat dan benar. Politik diperlukan dan tentu Tarbiyah Perti mengambil peran dalam makna sesuai khittah perjuangan dan aktivisnya diminta sadar dan paham ruang dan arena permainannya.

Gubernur menegaskan bahwa Tarbiyah Perti satu-satu nya organisasi keagamaan sudah menasional yang lahir dari Sumatera Barat, 5 Mei 1928, namun perlu memperhatikan dengan hati-hati cara pikir untuk ikut dalam politik serta mewarnai gerakan politik. Politik itu kotor yang dipahami sementara tokoh umat, ini keliru, jika ini yang dipahami maka tentu Tarbiyah-Perti dapat dikatakan anti politik. Sejarah umat menunjukkan bahwa politik adalah bagian dari perjuangan. Sejarah juga mencatat justru berbeda dalam aspirasi politik itu Tarbiyah-Perti bersimpang jalan mengikuti langkah berbeda soal penyaluran aspirasi aspirasi ke Golkar dan partai politik PPP, itu sudah selesai dan tinggal jadi sejarah. Tidak berlebihan bila disebut bahwa Tarbiyah Perti sudah on the track, dalam memelihara kekuatan umat, dengan adanya ishlah kedua kekuatan besar yang sudah sadar dan satu visi besar.

Baca Juga: Madrasah-madrasah Tarbiyah Islamiyah yang Bersejarah di Pedalaman Minangkabau

Tarbiyah-Perti dan Pendidikan Ulama

Khittah awal dan visi besar pendirian Tarbiyah Perti oleh Inyiak Candung dan ulama sepaham di zamannya awal abad 20 lalu, adalah memperkuat dan memantapkan lembaga pendidikan Islam, ditandai dari pilihan nama organisasi dengan kata Persatuan Tarbiyah, fakta sejarah, bahwa pendidikan keulamaan yang berlangsung di Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) perlu dukungan tambah dari lembaga organisasi sosial kemasyarakatan. Indikasinya jelas sekali bahwa pendidikan Islam, khususnya ulama adalah prioritas dari MTI dan tentu juga oleh ormas Tarbiyah Perti.

Core institusi pada Pendidikan keulamaan menjadi misi utama MTI, dapat pula diamati dari kritik terhadap ulama di masa itu. Inyiak Candung dalam bukunya Nasihat Siti Boediman Menurut Garis Adat dan Syarak, terbit 1930, h. 60 menulis tentang 7 (tujuh) realitas ulama, yaitu ulama matohari, ulama sumbu lampu, ulama nan pamacah, ulama lancah, ulama bak kancah, ulama ruok sabun dan ulama panguik. Ketujuh tipe ulama di atas adalah bentuk penjelasan menurut kearifan adat Minangkabau yang beliau dasarkan pada pembagian ada ulama akhirat dan ulama al-su’ yang ditulis Imam Al Ghazali.

Hampir satu abad kritik Inyiak Candung terhadap kepribadian dan marwah ulama Minang lalu, baik yang dilahirkan surau, MTI, dan Perguruan Thawalib, kini sulit menyebut ada perbaikan yang mendasar. Dalam batas tertentu justru bertambah ruwet dan rumit, saat “pabrik” ulama bergeser haluan dari yang semestinya.

Satu di antara kawah candra di muka lembaga pendidikan keulamaan sejak awal abad 20 lalu adalah Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI). Syekh, Tuanku dan Ulama pimpinan MTI kemudian mengokohkan pendidikan dengan mendirikan organisasi sosial kemasyarakatan bersama di bawah bimbingan Syekh Sulaiman Arrasuli, yang disepakati bersama Persatuan Tarbiyah Islamiyah, itu terjadi awal abad 20 lalu, tepatnya 5 Mei 1928.

Jejak sejarah, kesamaan paham dan tantangan bersama dari gerakan pembaharuan yang mengkritisi pemahaman moderat, dan penyesuaian pelaksanaan Islam dengan adat Minangkabau berdasarkan akidah ahlusunah wal jamaah, bermazhab Syafii, bertarekat mu’tabarah adalah pengikat kokoh ulama, mursyid, murid MTI dan jamaah Tarbiyah Perti dalam menjalankan Islam dan adat Minangkabau yang saling menguatkan, Adat Basandi Syarat, Syarak Basandi Ketahuilah (ABS-SBK).

Dokumen: Azwarman Rahim

Akselerasi Ishlah

Ishlah artinya berdamai dan berbaikan kembali. Penggunaan kata islah itu pada penyatuan struktural dua organisasi Perti dan Tarbiyah adalah kesadaran kolektif mengakui adanya beda jalan dan beda strategi dalam mencapai tujuan. Sejak 26 November 2016 telah ishlah telah dibekukan dan dibukukan melalui piagam yang disaksikan Presiden Jokowi, Mentri Agama RI Pimpinan Daerah kedua ormas yang hadir pada Munas Muktamar bersama. Masa penyatuan psikologis, sosiologis dan emosi sektoral setelah ishlah ini perlu ikhtiar, usaha dan kearifan semua pihak dan perlu waktu.

Kejadian masa lalu yang boleh saja setiap orang memiliki memori dan kenangan sendiri, tidaklah pada tempatnya diungkit-ungkit dan dibuka jika itu akan merusak silaturahim dan ishlah yang susah payah sudah diusahakan 15 tahun lalu. Ulama, aktivis dan jamaah Tarbiyah Perti harus bangkit menyatukan pandangan, mengendalikan emosi sempit, jangan merasa paling asli, merasa sangat kuat, dan bahasa lain yang merusak kebersamaan dan ishlah.

Komitmen ulama, pimpinan MTI, dan eksponen pada esensi ishlah adalah akan menjadi tali pengikat kuat dalam melanjutkan Tarbiyah Perti, MTI, Pesantren, halaqah dzikir, dan umat yang setia pada paham ahlusunah wal jamaah di tengah gempuran kaum takfiri, dan golongan anti sunah. Ishlah yang terabaikan jelaskan akan menimbulkan kerugian bagi kemajuan bersama. Alqur’an mengajarkan tegaknya ishlah di tentukan oleh elitenya. (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 9).

Baca Juga: Tarbiyah Islamiyah Kembali pada Khittah

Masa Depan Tarbiyah Perti

Sejarah berulang, dinamika kehidupan sosial keumatan di millenium ketiga ini sepertinya mengulang keadaan di awal 20 lalu. Relasi agama dan negara, kini setelah 74 tahun merdeka, kembali ada ketegangan yang sering kali dipicu oleh faktor prilaku politik. Kecurigaan aparat negara terhadap gerakan keagamaan, penggunaan simbol agama oleh tokoh agama lalu kapitalisasi dengan muatan politik praktis, tuduhan terhadap kelompok umat beragama, stigma negatif radikalis, fundamentalis, teroris, pada umat, tokoh, ulama, mubalig dan beragam isu-isu negatif tentang umat dan kelompok umat yang di produk buzzer, adalah bentuk baru dari terganggunya hubungan mesra umat dengan aparat negara. Hal yang sama itu pula lah yang memotivasi ulama dan tokoh umat menghadapi pemerintah penjajah masa itu, dengan mendirikan organisasi sebagai wadah kolektif untuk mengimbangi tekanan negara.

Pergeseran hubungan negara dengan umat Islam di masa demokrasi yang bebas dan terbuka saat seperti sekarang, langsung atau tidak telah juga membawa efek sosial yang luar biasa bagi pergerakkan keumatan dan tentu juga menjadi ajang terbuka yang kadang kala menimbulkan iklim tidak sehat. Perebutan pengaruh tokoh, institusi dan partai politik telah ikut menyumbang luar biasa terjadi pembusukan sosial yang akibat nya kepercayaan antar umat, antar institusi dan pemerintah sekalipun menjadi rusak (distrust).

Dalam level paham keagamaan tidak kalah hebatnya pergesekannya. Keseimbangan polarisasi umat Islam dalam hal pengamalan dan pola pikir keagamaan antara mereka yang kuat berpegang pada teks normatif, dan mengakomodir adat budaya, kaum tradisionalis, berhadapan dengan paham dan pemikiran Islam yang cenderung tekstulis, anti mazhab. Realitas ini menjadi tantangan bagi Tarbiyah Perti di masa datang.

Masa depan yang tidak mudah menghadapinya adalah jurang pemahaman dan pengertian tentang identitas, eksistensi, nilai, moral dan keadaban antara generasi tua (jadul) dengan generasi baru (now or millinial). Ideologi, spirit dan cita-cita moral “kaum tua” dengan “kaum muda” banyak yang berbenturan dan tidak selalu seiring sejalan dengan kebebasan, demokrasi, dan tindakan amoral. Keprihatinan bertambah dalam saat ormas Islam, bisa jadi Tarbiyah Perti, terjangkit virus hedonisme, materialisme dan transaksi.

Sebagai bagian akhir patut dipahami bahwa mengembalikan ormas dan semua stakeholder pada jalan kebenarannya, jalan yang sebenarnya, dan terus membangun komitmen pada khittah dan ideologi yang kita jika yakini sebagai kebenaran.[]

25 November 2019.

Prof. Duski Samad
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Sumatera Barat dan Ketua Pimpinan Pusat Tarbiyah Perti Masa Khidmat 2016-2021