scentivaid mycapturer

Tarekat Naqsyabandiyah dan Konferensi di Bukittinggi Tahun 1954

Tarekat Naqsyabandiyah dan Konferensi di Bukittinggi Tahun

Ulama-ulama Minangkabau, yang notabenenya merupakan para alim yang memegang berbagai aliaran tarekat ahli sufi, termasuk juga tarekat Naqsyabandiyah telah memainkan peran penting dalam perjalanan agama di pulau Perca ini. keadaan ini paling tidak tetap berlaku hingga awal abad XX, sebelum datangnya angin pembaharuan yang di bawa oleh apa yang disebut sebagai “Ulama Muda” atau “Kaum Muda”, di mana mereka dengan segala daya, berikut hujjahhujjah yang keras dan kasar menghantam pengalaman ulama-ulama Silam.

Untuk hal ini, tulisan Martin van Bruinessen (berjudul “Tarekat: Amalan Dunia dan Akhirat?” dalam Kitab Kuning-nya) telah membuka tabir realita andil kaum tarekat dalam dinamika Islam berikut dalam pencapaian kemerdekaan republik ini. Ini tidak terbantah.

Baca Juga: Apologetik Tarekat Naqsyabandiyah dalam Kitab Dawaul Qulub fi Qishah Yusuf wa Ya’qub Karya Syekh Sulaiman Arrasuli: Sastra Seorang Ulama

Pada tulisan kali ini kita akan melihat satu peristiwa penting, di kalangan ulama-ulama tarekat di Minangkabau dalam merespons dinamika intelektual Islam di daerah ini. Peristiwa -yang mungkin kurang dibicarakan para sejarawan Islam di daerah ini ialah Konferensi Ulama-ulama Tarekat Naqsyabandiyah yang diadakan di Bukittinggi- pada tanggal 17-18 Januari 1954. Konferensi ini diadakan oleh Dewan Tarekat Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), yang dihadiri oleh oleh 280 ulama-ulama, guru mursyid dan khalifah-khalifah Naqsyabandiyah se-Sumatera Tengah. Di antara ulama-ulama besar yang hadir dalam konferensi tersebut:

  1. Syekh Abdul Ghani Batu Basurek – Kampar, Riau. Beliau Syekh Tarekat Naqsyabandiyah terkemuka setelah Syekh Abdul Wahab Rokan al-Khalidi. Yang sewaktu konferensi tersebut, Beliau –Syekh Ghani Batu Basurek- berumur 143 tahun (wafat 1961 dalam usia yang sepuh 150 tahun).
  2. Syekh Sulaiman Arrasuli Canduang, ulama besar PERTI. Waktu itu beliau berusia 83 tahun (wafat di tahun 1970, dalam usia senja 99 tahun).
  3. Syekh Muhammad Sa’id al-Khalidi – Bonjol. Di waktu itu beliau berusia 74 tahun (beliau wafat di Bonjol pada tahun 1979, dalam usia 99 tahun).
  4.  Syekh Mudo Abdul Qadim Belubus (wafat pada tahun 1957).
  5. Syekh Adam Palembayan – Agam.
  6. Syekh Ibrahim Harun Tiakar Payakumbuh (wafat di tahun 1961)
  7. Syekh Abdul Majid Koto nan Gadang – Payakumbuh.
  8. Syekh Darwisy Arsyadi Batu Hampar Payakumbuh, cucu dari yang mulia Syekh Abdurrahman Batu Hampar.
  9. Syekh Muhammad Zain Kumpulan – Lubuk Sikaping.
  10. Syekh Abdussalam Bangkinang – Kampar.
  11. Syekh Mansur Kamang Bukittinggi
  12. Syekh Ma’shum Penampungan – Bukittinggi.
  13. Syekh Muhammad Yunus Tuanku Sasak – Talu, Pasaman
  14. Syekh Yunus Yahya Magek – Bukittinggi
  15. Syekh Husen Amini al-Khalidi Pasia – Bukittinggi
  16. Syekh Yahya al-Khalidi Malalo – Tanah Datar
  17. Syekh Umar Lubuk Sikaping, Pasaman
  18. Syekh Hasyim al-Khalidi Pariaman
  19. Syekh Abdurrahman al-Khalidi Simalanggang – Payakumbuh
  20. Syekh Dzulqarnain al-Khalidi Situjuh – Payakumbuh
  21. Syekh Abu Bakar al-Khalidi, Maninjau
  22. Syekh Abdurrahman Kuran-kuran, Lubuk Sikaping
  23. Syekh Abdul Wahab al-Khalidi Pelangi PSK
  24. Syekh Muhammad Rasyad Koto Marapak, Pariaman
  25. Syekh Muhammad Syafi’i al-Khalidi Pandai Sikek, Padang Panjang
  26. Syekh Muhammad Kanis “Tuanku Tuah”, Batu Tanyuah.
  27. Syekh Abu Syamah al-Khalidi Tigo Baleh, Bukittinggi
  28. Syekh Sulaiman al-Khalidi Malampah, Lubuk Sikaping
  29. Syekh Zakaria Labai Sati Malalo, Tanah Datar
  30. Syekh Sulaiman al-Khalidi Magek, Bukittinggi
  31. Syekh Qulan al-Khalidi Painan, Pesisir Selatan
  32. Syekh Mahmud Abdullah “Beliau Tarantang”, Payakumbuh
  33. Syekh Arifin Jamil “Tuanku Solok” Kamang, Bukittinggi
  34. Syekh Jamaluddin al-Khalidi Padang Luar Kota
Sampul “Kitab Lima Serangkai”(1964) karangan H.Jalaluddin, dimana dalam tulisannya ini disebutkan pembelaannya, buku ini dipandang sebagai bentuk merendahkan Syekh Sulaiman ArRasuli, karena disertai dengan kata-kata yang tak pantas.

Salah satu agenda konferensi itu ialah mengoreksi buku-buku H. Jalaluddin (beliau ini mertua dari Prof. Kadirun Yahya yang terkenal dengan konsep “Suluk Metafisika”-nya itu) yang kala itu banyak beredar. Buku-buku itu banyak memuat pelajaran tarekat Naqsyabandiyah, yang menurut hemat konferensi tersebut banyak terdapat kesilapan. Hal ini penting sebab H. Jalaluddin diketahui bukan sebagai seorang ulama yang mumpuni untuk membahas masalah-masalah tarekat, dalam riwayatnya disebutkan bahwa H. Jalaluddin tidak belajar agama layaknya orang-orang siak masa itu, kebanyakan pengetahuannya disinyalir hanya diperoleh dari bacaan buku saja. Dan mengenai ijazah tarekatnya yang dikatakan berasal dari Syekh Ali Ridha Jabal Qubais patut dipertanyakan keabsahannya.

Hasil dari konferensi tersebut kemudian ditulis oleh Syekh Sulaiman Arrasuli dalam sebuah risalah yang berjudul Tablighul Amanah fi Izalatil Munkarat wasy Syubhah, yang berarti Menyampaikan Amanat untuk Menghilangkan Kemungkaran dan Syubhat yang Dimasukkan dalam Tarekat Naqsyabandiyah. Di dalam risalah ini disebutkan sebanyak 33 kesalahan H. Jalaluddin dalam karangan-karangannya.

Sampul kitab “Pertahanan Tarikat Naqsyabandiyah” karangan H.Jalaluddin, terbitan Tsamaratul Ikhwan (Bukittinggi) tahun 1950 salah satu kitab yang dikoreksi oleh Konferensi Tarikat Naqsyabandiyah di Bukittinggi

Keputusan dari konferensi tersebut disebutkan:

  1. Bahwa buku-buku yang dikarang oleh pengarang tersebut yang berkenaan dengan tarekat banyak sekali mengandung kesalahan
  2. Bahwa membaca buku-buku itu haram atas orang yang belum membedakan salah dan benar yang tersebut dalam buku-buku tersebut.
  3. Bahwa menaruh buku-buku tersebut haram kalau tidak dicoreng mana yang salah
  4. Wajib memberitahukan orang yang belum tahu akan kesalahan buku tersebut.

Risalah ini diterbitkan pada tahun 1954 pada percetakan KAHAMY, Bukittinggi. Kemudian dicetak ulang pada percetakan Nusantara, Bukittinggi, 1954, disertai dengan satu surat yang panjang dari H. Yunus Yahya, isinya membantah keras pembelaan H. Jalaluddin (yaitu dalam buku “Lima Serangkai”) yang dinilai merendahkan Syekh Sulaiman Arrasuli.

Meskipun buku-buku H.Jalaluddin telah diberi lampu merah oleh ulama-ulama Minangkabau di tahun 50-an itu, namun beberapa bukunya yang kemudian masih dicetak ulang masih mempunyai banyak peminat, yang tentunya mereka yang belum membaca “Tabligul Amanah”. Setelah wafatnya, kepemimpinan PPTI (Persatuan Pengamal Tarekat Islam) yang didirikannya dipimpin oleh muridnya Syekh Mustary, Tarekatnya pun mempunyai cabang yang lumayan banyak, bahkan sampai ke Malaysia.

*Tulisan ini berdasarkan

  1. Kitab “Tabligul Amanah fi Izalati Khurafat wa Syubhah” (Syekh Sulaiman Arrasuli)
  2. Surat panjang dari Syekh Yunus Yahya Magek, 1954)
  3. “Gerakan Kaum Tua di Minangkabau” (Disertasi Prof. Sanusi Latief, 1988)
  4. Kitab Lima Serangkai
  5. Majalah Sinar Keemasan (1964)
  6. Rahasia Mutiara Tarekat Naqsyabandiyah”
  7. Pertahanan Tarekat Naqsyabandiyah” (1950),
  8. Buku Penutup Umur” (Karangan H.Jalaluddin)
Apria Putra
Alumni Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Pengampu Studi Naskah Pendidikan/Filologi Islam, IAIN Bukittinggi dan Pengajar pada beberapa pesantren di Lima Puluh Kota