Opini Muhammad Yusuf El-Badri
Hari ini, Selasa (7/6) saya secara tak sengaja melihat famplet Milad 94 Tarbiyah-Perti di berbagai status media sosial. Saya senang sekali bahwa di kalangan warga Persatuan Tarbiyah Islamiya ada girah dan semangat, tidak hanya memperingati hari penting kelahirannya tapi juga menyongsong 1 abad Persatuan Tarbiyah Islamiyah.
Hal yang membuat saya lebih senang lagi adalah peringatan atau Milad ke-94 Persatuan Tarbiyah ini tidak sekadar acara seremonial belaka berupa sambutan-sambutan, tetapi juga peresemian media TV, Lembaga Amil Zakat, Orasi dan peluncuran buku.
Buku yang diluncurkan dalam acara besok Rabu, (8/6) adalah buku dengan judul Tarbiyah Ramadhan dan Garis Perjuangan Tarbiyah Islamiyah. Dalam undangan yang tersebar peluncuran buku disebut Peluncuran Buku Ketarbiyahan, dan orasi disebut dengan Orasi Ketarbiyahan.
Setelah membaca judul buku Garis Perjuangan Tarbiyah Islamiyah dan susunan acara Peluncuran Buku Ketarbiyahan, Orasi Ketarbiyahan, saya mulai khawatir. Saya pun mulai bertanya-tanya, kenapa buku diberi judul Garis Perjuangan Tarbiyah Islamiyah, bukan Garis Perjuangan Persatuan Tarbiyah Islamiyah? Atau Garis Perjuangan Tarbiyah-PERTI?
Saya pun bertanya lagi, kenapa acaranya disebut Peluncuran Buku Ketarbiyahan, bukan Peluncuran Buku Ketarbiyah-Pertian? Kenapa pula Orasi Ketarbiyahan, bukan Orasi Ketarbiyah-Pertian? Atau Orasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah? Dan seterusnya dan seterunya.
Ketika pertanyaan itu muncul, ingatan saya langsung melesat pada peristiwa penting yang amat bersejarah, yakni Islah Persatuan Tarbiyah Islamiyah atau Tarbiyah-Perti, Desemper 2016. Bukankah organisasi ini sekarang bernama Tarbiyah-Perti? Tetapi kenapa dalam acara orasi dan peluncuran buku yang sarat ideologis dalam Milad 94 Tarbiyah-Perti, hanya ada “Tarbiyah” dan tidak ada “Perti”?
Acara peluncuran buku dan orasi saya sebut sarat ideologis karena buku berjudul Garis Perjuangan, -buku yang saya duga kuat berisi tentang ajaran dan doktrin sebuah organisasi. Demikian juga dengan orasi “Ketarbiyahan” frasa yang pekat dengan ideologis Tarbiyah, -sebutan untuk Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PTI) sebelum Islah.
Pertanyaan pentingnya adalah, untuk sebuah acara besar yang dilaksanakan atas nama Tarbiyah – PERTI yang sudah islah, menonjolkan ‘Tarbiyah’ dengan menyebut acara sebagai Orasi Ketarbiyahan, Peluncuran Buku Ketarbiyahan dan meresmikan buku Garis Perjuangan Tarbiyah Islamiyah, dan pada saat yang sama ‘meninggalkan’ Perti, apakah ini adil?
Bila para perumus Islah telah dengan suka rela melepaskan dirinya dari masa lalu mereka, dengan suka rela menyambut organisasi baru sebagai Tarbiyah – Perti, lalu logo digabung menjadi satu pula demi persatuan, kenapa setelah enam tahun Islam hanya ada ‘Tarbiyah’? Sekali lagi, apakah tindakan ini fair dan adil untuk kedua kelompok, Tarbiyah dan Perti yang sudah menjadi Tarbiyah-Perti?
Dari segi siasat, orang yang dahulunya terafiliasi dengan Tarbiyah akan menilai tindakan pemboncengan atau penunggangan atau pemanfa’atan atau apapun bahasanya, akan menyebut tindakan itu sebagai kecerdasan bersiasat, alias kehebatan strataknya. Tapi yang berlatar atau dulu terafiliasi pada Perti akan menilai ada keculasan atau kelicikan dari salah satu kelompok dalam Tarbiyah-Perti yang sedang dibangun untuk benar-benar islah.
Dari segi sosiologi, munculnya frasa Tarbiyah, Ketarbiyahan, dan Tarbiyah Islamiyah, yang berdiri sendiri tanpa frasa Perti, dalam susunan acara dan buku adalah dampak dari pewarisan sejarah dan doktrin masa lalu.
Orang-orang yang terlibat dalam merumuskan acara Milad 94 ini belum sepenuhnya dapat menerima kenyataan bahwa organisasi yang sedang diperingati kelahiran ke-94 ini bukan hanya berasal dari Tarbiyah belaka, melainkan juga Perti. Tetapi mereka masih gamang menerima Perti sebagai bagian dari organisasi Tarbiyah-PERTI dan bagian dari diri mereka sendiri.
Itu pulalah sebabnya dari sampul buku Garis Perjuangan, -yang saya duga kuat akan dijadikan sebagai pegangan ideologis untuk kaderisasi, hanya tertulis Tarbiyah Islamiyah. Dan tokoh utama ideologis itu adalah Syekh Sulaiman Arrasuli, satu-satunya.
Adanya gerakan atau siasat penyusupan, pemanfaatan atau penunggangan tersebut di atas menunjukkan bahwa Tarbiyah-Perti belum sepenuhnya Islah. Yang terjadi selama enam tahun ini baru penyatuan struktur organisasi dan logo. Adapun visi, misi, cara berpikir, bersiasat dan gerakan masih masing-masing.
Seperti yang pernah saya tulis dua tahun lalu, Mei 2020, selama cara berpikir baru tidak dibentuk dalam organisasi yang baru bernama Tarbiyah-Perti, maka selama itu pula masing-masing kelompok dalam organisasi baik kelompok Tarbiyah atau kelompok Perti akan berjalan sesuai dengan cara berpikir, keyakinan, dan warisan sejarahnya masing-masing. Lebih jauh lagi, masing-masing kelompok akan bergerak sesuai dengan visi dan tujuannya masing-masing. Dengan demikian, pemanfaatan dan pemboncengan organisasi Tarbiyah-Perti untuk kepentingan visi dan misi kelompok tidak dapat dihindarkan.
Bila pemanfaatan organisasi Tarbiyah-Perti yang islah ini untuk mengusung ‘Tarbiyah’ belaka dengan memuat frasa Tarbiyah, Tarbiyah Islamiyah, Ketarbiyahan dan menonjolkan Syekh Sulaiman melalui buku Garis Perjuangan, dilakukan secara sengaja dan untuk tujuan tertentu, ini sungguh memuakkan.
Dan untuk ke depan, saya menduga beberapa kemungkinan bakal terjadi. Pertama, memunculkan rasa khawatir warga Persatuan Tarbiyah yang dulu terafiliasi dengan Perti. Mereka akan khawatir dengan keberlangsungan organisasi Tarbiyah-Perti yang islah ini. Sebab dalam usia masih muda organisasi yang menyatu ada didominasi salah satu kelompok. Kekhawatiran itu bisa berdampak warga asal Perti menarik diri dari organisasi Tarbiyah-Perti dan membentuk Perti baru kembali.
Kemungkinan kedua, seandainya masalah penonjolan ‘Tarbiyah’ ini tidak disikapi serius, tidak menutup kemungkinan warga Perti yang memang sejak awal ragu dengan Islah, mereka tidak akan bergabung sama sekali Tarbiyah-Perti yang islah ini. Atau mereka bergabung dengan organisasi dengan nama Perti di bawah pimpinan Zulkarnaini Khamsa yang baru saja selesai muktamar.
Bila dua hal ini terjadi, maka tinggallah Tarbiyah-Perti yang diisi oleh warga Persatuan Tarbiyah yang berasal dari Tarbiyah (PTI). Lalu apa lagi pentingnya Tarbiyah-Perti kalau isinya hanya warga Tarbiyah?
Oleh sebab itu, sebelum semua itu terjadi saya ingin memberi saran. Pertama, untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang bakal terjadi, maka ada baiknya pengurus ataupun panitia mengganti frasa susunan acara dengan frasa yang netral, bukan frasa yang bersejarah. Frasa Tarbiyah dan Ketarbiyahan adalah frasa yang bersejarah. Ia tidak bisa dicabut dari sejarahnya begitu saja, tanpa beban sejarah yang dipikulnya.
Mengingat waktu yang mendesak dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penggantian, minimal pengurus atau panitia mengganti frasa tarbiyah, ketarbiyahan, dengan frasa yang netral, frasa yang bebas sejarah dan ideologis pada saat acara berlangsung. Misalnya, orasi ketarbiyahan diganti menjadi orasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah atau orasi Ketarbiyah-Pertian. Terdengar aneh, memang. Tetapi itulah yang harus dihadapi sebagai konsekuensi Islah Tarbiyah-Perti.
Kedua, Mengingat acara Milad 94 dilaksanakan oleh pengurus daerah atas nama Tarbiyah-Perti, maka tidaklah elok acara itu disusupi atau diberi beban yang berat sebelah. Tidaklah elok acara sebesar Milad 94 hanya dengan menonjolkan Tarbiyah, Ketarbiyah dan Syekh Sulaiman Arrasuli belaka. Sebab acara Milad 94 nanti, dari jauh atau dekat, akan dilihat juga oleh warga Perti, oleh murid-murid Syekh Abdul Wahid, ada murid Syekh Jamil Jaho, ada murid Syekh Abbas, dan murid para masyaikh utama Persatuan Tarbiyah.
Baca juga: Milad Ke-93,Tarbiyah-Perti Abdya: Kita Kirimkan Doa kepada Ulama dan Bangsa
Ketiga, bila dugaan saya benar, bahwa buku dengan judul Garis Perjuangan itu akan dijadikan sebagai buku pegangan dan kaderisasi, saya ingin mengusulkan, (1) judul buku ditambah dengan frasa persatuan. Sehingga judul berubah menjadi Garis Perjuangan Persatuan Tarbiyah Islamiyah. (2) muat semua gambar atau tokoh utama persatuan Tarbiyah, tidak hanya Syekh Sulaiman tapi juga Syekh Abdul Wahid,Syekh Jamil Jaho, Syekh Abbad, Syekh Said Bonjol, dan lain-lain. Atau tak tidak pakai gambar sama sekali.
Terakhir, kecuali pengurus daerah Sumatera Barat memang ingin berlaku berat sebelah, hanya memihak Tarbiyah dan Syekh Sulaiman Arrasuli, maka hutang saya sudah terbayarkan. Sebagai orang yang peduli pada organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah, tugas saya hanya menyampaikan.
Semua yang saya tulis ini perlu dipahami atas dasar keadilan dalam sebuah organisasi yang sudah Islah Tarbiyah-Perti. Tidak ada artinya Islah tanpa keadilan. Dan bukankah perpecahan dan sengketa terjadi karena perlakuan yang berat sebelah?
Pasaman, 7 Juni 2022 bertepatan dengan 7 Dzulqa’dah 1443 H
Leave a Review