scentivaid mycapturer thelightindonesia

Tersasar ke Tanah Sejarah yang Tersembunyi

Maqam Auliya’ Tuan Tombang

Ahad, 5 Maret 2023 saat cerita ini tercipta. Hari itu merupakan perjalanan balik saya dan keluarga dari Subulussalam-Aceh ke Bayur-Sumatera Barat setelah menghadiri aqad dan resepsi pernikahan saudara kandung saya.

Sore hari, kami memasuki kecamatan Andam Dewi yang bertetangga dengan kecamatan Barus di Sumatera Utara. Kami bermaksud menikmati suasana pantai sambil menikmati bekal yang dibawa dari Subulussalam. Di sebuah persimpangan kami menanyakan jalan menuju pantai kepada  seorang ibu muda yang sedang menggendong anak. Dia menunjuk ke salah satu arah. Tetapi tidak jauh dari arah yang dimaksud kami menemukan dua jalur jalan. Yang satu jalan cor-an semen dan yang satu lagi jalan beraspal. Sebenarnya kami sempat bingung menentukan jalan mana menuju pantai. Tetapi sopir kami dengan mantap memilih jalan cor-an semen.

Mobil luxio yang kami kendarai melaju tanpa ragu di jalan cor-an yang awalnya lumayan lebar, tetapi semakin ke ujung semakin sempit, hanya cukup untuk roda kiri-kanan mobil. Kami seperti dituntun menuju arah ini, dan sangat berharap sampai di tepian pantai setelah menyusuri jalan ini beberapa meter.  Tetapi apa yang terjadi, yang tampak hanya persawahan penduduk, bukan tepian pantai. Mobil terhenti di batas akhir jalan cor-an yang buntu. Kami tersasar!

Tempat ini begitu sempit dengan tekstur tanahnya yang lunak sangat nyaman ditempati oleh ribuan pacet. Kami geli sekali. Kondisi ini susah bagi mobil putar balik. Seketika mobil lumpuh total, tanpa aba-aba mesin tidak bisa nyala. Transmisi untuk maju tidak berfungsi dengan baik. Kami sontak tegang. Hanya doa-doa kepada Allah  SWT penawar hati yang gundah komat kamit membasahi bibir kami yang pucat.

Di dekat kami seorang pemuda yang sedang duduk di gubuk sawah asyik dengan layang-layang sembari mengembala ternak. Saat diantara kami terlibat tegur sapa, sang pemuda melontarkan pertanyaan “Apa kalian hendak beziarah?”. Kami tidak menggubris pertanyaan itu sehingga sang pemuda melanjutkan aktifitasnya dan tidak menghiraukan kami lagi.

Usaha untuk memutar balik mobil keluar dari tempat ini terus berlanjut. Sopir kami terlihat sangat gagap, seakan dia sopir yang baru belajar menyetir, pada hal dia adalah sopir ulung yang sigap. Sopir meminta bantuan sang pemuda yang masih berada di gubuk sawah itu untuk menghubungi montir terdekat. Tetapi saat montir dihubungi dia mengatakan tidak bisa datang karena sedang memasak.

Beberapa warga Lubuk Tua, nama tempat kami tersasar mulai berdatangan. Seorang ibu muda dan dua orang anaknya, dan disusul seorang bapak tua berumur 70-an mendatangi kami dan mengulurkan bantuan. Sang bapak melontarkan pertanyaan yang sama dengan pemuda pertama yang kami jumpai “Apa kalian hendak berziarah?”. Pertanyaan ini adalah pertanyaan ketiga kali yang dilontarkan warga tersebut yang tidak kami mengerti dan kami gubris. Akhirnya diantara kami balik bertanya, “Berziarah kemana Pak?”

Mulailah sang bapak dan beberapa warga Lubuk Tua yang menyertai kami berkisah bahwa di atas bukit di dekat sawah ini ada sebuah maqam Auliya’. Menurut pengakuan mereka, Auliya yang dimaqamkan disini adalah penyebar agama Islam pertama di daerah kecamatan Andam Dewi dan Barus. Tidak hanya satu, sebenarnya di daerah ini banyak terdapat maqam Auliya’. Khusus yang biasa dikunjungi para peziarah di tanah ini adalah maqam tua berumur sekitar lebih 500 tahun. Mereka menyebutnya dengan maqam Tuan Tombang.

Mereka terus berkisah menyingkap sejarah yang tersembunyi dari pengetahuan kami. Tidak hanya dipenuhi maqam Auliya’, Lubuk Tua-Andam Dewi ternyata banyak menyimpan situs sejarah yang luput dari pengetahuan banyak orang. Warga Lubuk Tua atau mereka menyebutnya dengan Labuan Tua, menunjukkan kepada kami bekas galian arkeolog yang sudah mengantongi banyak barang temuan. Bermacam perhiasan dari emas, dan barang sejenis porselen.

Sembari melanjutkan kisahnya, Sang bapak lalu mengajak dan memandu orang laki-laki diantara kami untuk berziarah ke maqam yang disebutkan. Menaiki bukit terjal karena memang akses jalan yang sesungguhnya bukan dari arah kami tersasar.

Setelah sampai ditempat tujuan, tampaklah sebuah bangunan tua berbentuk persegi yang di dalamnya terdapat sebungkus rokok dan mancis, beberapa helai daun sirih. Beberapa orang peziarah dari rombongan kami memasuki bangunan maqam tersebut sesuai adab berziarah. Membaca salam, mengirimkan bacaan al Fatihah dan doa-doa untuk jenazah

Setelah rangkaian kegiatan ziarah selesai, rombongan peziarah kembali ke tempat mobil kami yang terkapar. Kegiatan evakuasi mobil yang tersasar ini dilanjutkan. Seketika mesin mobil nyala dan transmisi depan yang sebelumnya bermasalah dapat berfungsi dengan baik. Dengan bantuan warga dan beberapa pemuda montir, mobil dengan mudah dapat putar balik meskipun di lahan sempit.

Kami menuju salah satu rumah warga untuk melakukan pengecekan keadaan mobil lebih dalam, kalau-kalau ada masalah karena perjalanan kami menuju Sumatera Barat masih jauh. Hasil  pengecekan tidak ada kerusakan dan masalah serius pada mobil kami.

Sembari pengecekan mobil berlangsung, dua orang laki-laki dari kami memnafaatkan kesempatan mengunjungi sumur Andam Dewi yang tidak jauh dari lokasi tersebut. Menurut penuturan warga (yang tidak diketahui namanya) sumur itu adalah sumber air penduduk Lubuk Tua yang tidak pernah kering meskipun di musim kemarau.

Sumur Andam Dewi adalah kolam yang diatasnya ada bangunan dengan pangkalnya berkepala makhluk mirip binatang sejenis monyet dengan sayap yang melindungi sumur ini. Menurut penuturan warga, Andam Dewi adalah sejenis makhluk seperti Peri yang jatuh dari langit tepat di sumur ini sehingga di sumur ini dinamai dengan sumur Andam Dewi.

Di daerah pesisir kecamatan ini, ada pula sebuah daerah yang disebut Aik Busuk  atau Air Busuk yang sampai sekarang masih berbau bangkai. Menurut kepercayaan warga, di tempat inilah burung Garuda Indonesia yang awalnya berkepala tujuh, mati.

Begitulah pengalaman singkat di Lubuk Tua kecamatan Andam Dewi. Hal yang menganjal hati saya dan menyimpan rasa penasaran dari pengalaman ini, titipan rasa kecewa warga mengenai berbagai temuan arkeolog di desa ini yang dibawa ke kecamatan Barus. Dan karena berbagai temuan itu terakhir di kecamatan Barus diresmikan tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara oleh presiden Jokowi Widodo pada tanggal 25 Maret tahun 2017 yang lalu.[1] Mereka merasa keberatan dengan status terbaru Barus sebagai Titik Nol penyebaran Islam Nusantara, sementara bukti-bukti temuan yang menjadi alasan peresmian itu berasal dari kecamatan Andam Dewi. ”Pernah kami sampaikan keberatan itu melalui demo, tetapi tidak digubris”. Alasan lain kenapa daerah mereka tidak diklaim “karena orang kami  tidak ada yang bertitel” ungkap mereka.

Informasi dari warga Andam Dewi itu tentu masih bersifat mentah dan untuk membuktikan kebenarannya harus melalui kajian dan riset yang objektif dan mendalam. Desmayuni


[1] Kompas.id tanggal 14 Februari 2023. Barus juga telah dikunjungi oleh Ma’ruf Amin dalam acara Barus Berselawat untuk Indonesia.

Desmayuni
Guru Pada MAN 4 Agam