scentivaid mycapturer thelightindonesia

Teungku Chik Lambirah Ulama Besar Lambirah, Sanad Keilmuan dan Jaringan Ulama Sesudahnya

Teungku Chik Lambirah Ulama Besar Lambirah, Sanad Keilmuan dan Jaringan Ulama Sesudahnya
Ilustrasi diolah dari dok. Penulis

Beliau lahir dari keluarga ulama dan pemuka agama masyarakat Lambirah Aceh Besar. Ayahnya adalah Teungku Chik Muhammad Lambirah merupakan seorang ulama dan pendiri Dayah Lambirah. Dari Teungku Chik Muhammad Lambirah menurunkan dua orang ulama besar Aceh pada masanya yaitu Teungku Syekh Haji Abbas yang dikenal dengan Teungku Chik Lambirah, pelanjut estafet kepemimpinan Dayah Lambirah dan Teungku Syekh Haji Jakfar yang dikenal dengan Teungku Chik Lamjabat, pendiri Dayah Jeureula.

Semenjak kecil Teungku Abbas Lambirah telah dididik dan dipersiapkan oleh orang tuanya untuk menjadi seorang ulama dan pengayom agama di wilayahnya. Pendidikan awal Teungku Abbas Lambirah ialah langsung kepada ayahnya yang juga sebagai ulama terkemuka di Lambirah kecamatan Suka Makmur Aceh Besar. Dengan segenap kesungguhan beliau belajar kepada ayahnya, sehingga mengantarkan Teungku Abbas Lambirah menjadi seorang remaja yang alim dan saleh. Bekal keilmuan tersebut kemudian beliau perdalam dari para ulama lainnya, bahkan sampai ke Makkah hingga mengantarkan seorang Teungku Abbas Lambirah menjadi ulama yang mendalam ilmunya.

Setelah dibekali dengan dasar-dasar keilmuan Islam yang memadai dari orang tuanya, Teungku Abbas Lambirah melanjutkan pendalaman keilmuannya kepada seorang ulama di wilayah Seulimuem kepada ulama dan pejuang Aceh, pimpinan Dayah Teungku Chik Tanoh Abee yaitu Teungku Chik Abdul Wahab Tanoh Abee yang dikenal mumpuni dalam kajian keilmuan Islam secara mendalam. Teungku Chik Abdul Wahab merupakan seorang ulama besar yang juga lama belajar di Makkah. Melihat kepada tahun lahirnya 1810 kemungkinan besar beliau ketika di Makkah segenerasi dengan Syekh Nawawi al Bantani dan berguru kepada Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan yang merupakan pemuka Ulama Makkah dan Mufti Syafi’i pada zamannya. Disebutkan pula bahwa Teungku Chik Abdul Wahab Tanoh Abee bersambung sanad langsung kepada gurunya Syekh Sayyid Zaini Dahlan Syekh Utsman bin Hasan ad Dimyathi.

Selain sebagai seorang ulama, Teungku Chik Tanoh Abee juga pejuang dalam perang Aceh. Beliau, Teungku Chik Di Tiro, Teungku Chik Kuta Karang, dan Teuku Panglima Polem merupakan tokoh kunci dalam perang Aceh 1881-1891 dan pada tahun 1894 Teungku Chik Abdul Wahab Tanoh Abee wafat. Kepada Teungku Chik inilah Teungku Abbas Lambirah memperdalam berbagai kajian keilmuan, melanjutkan pendalaman ilmunya yang pernah beliau pelajari dari ayahnya Teungku Chik Muhammad Lambirah. Melihat kepada tahun lahir, pada saat wafatnya Teungku Chik Abdul Wahab Tanoh Abee, usia Teungku Abbas Lambirah sekitar 24 tahun, karena beliau dilahirkan pada tahun 1870, lebih tua dua tahun dari adiknya yang juga ulama Teungku Jakfar Lamjabat yang lahir tahun 1872.

Selain belajar kepada Teungku Chik Tanoh Abee, Teungku Abbas Lambirah disebut juga pernah belajar kepada beberapa ulama besar lainnya seperti kepada Teungku Syekh Abdussalam Lamgugob yang dikenal dengan Teungku Chik Di Lamgugob, seorang ulama pejuang dalam perang Aceh, beliau dikenal dengan kealimannya dalam ilmu mantik. Kealiman Teungku Chik Lamgugob dalam ilmu mantik sama dengan penguasaan Teungku Chik Lampaloh dalam bidang tafsir. Sehingga ada semacam adagium yang berkembang di masyarakat “bila ingin belajar mantik, bergurulah kepada Teungku Chik Lamgugob, dan bila ingin menjadi ahli tafsir, maka bergurulah kepada Teungku Chik Lampaloh”.

Baca Juga: Tafsir-tafsir Al-Qur’an Karya Ulama Minang

Setelah beberapa lama berguru kepada Teungku Syekh Abdussalam Lamgugob, Teungku Abbas Lambirah juga berguru kepada ulama lainnya yang juga pejuang dalam perang Aceh yaitu Teungku Chik Ahmad Buengcala yang merupakan ulama dan pendiri dayah di Buengcala. Teungku Chik Ahmad Buengcala juga teman akrab dari Teungku Syekh Muhammad Saman Di Tiro atau yang dikenal dengan Teungku Chik Di Tiro dab Teungku Chik Ahmad Buengcala disebutkan syahid dalam peperangan di wilayah Tangse. Di antara muridnya yang terakhir adalah Teungku Syekh Aidarus bin Teungku Khatib Sulaiman yang dikenal dengan Abu Masjid Sabang Lamno, gurunya Abu Muhammad Salim Mahmudi dan Abu Muhammad Darimi Nyak Badai, pelanjut estafet Dayah Bustanul Aidarusiah Leupee Lamno.

Setelah belajar secara tekun kepada para ulama tersebut, tentu telah mengantarkan beliau menjadi seorang ulama yang rasikh ilmunya. Walaupun demikian, Teungku Abbas Lambirah masih merasakan kadangkalan ilmunya, sehingga mengantarkan beliau untuk mengembara ke tempat yang lebih jauh di Kota Makkah. Keberangkatan beliau ke Makkah sekitar tahun 1906 bila mengacu kepada tahun berangkat adik beliau Teungku Jakfar Lamjabat. Di Makkah kematangan keilmuan Teungku Syekh Abbas Lambirah bermula. Pada tahun kedatangan beliau di Makkah, ulama lainnya yang juga tiba dalam waktu yang berdekatan adalah Tuwanku Raja Keumala seorang ulama dan bangsawan Aceh murid dari Teungku Chik Pantee Geulima.

Sekitar tujuh tahun beliau di Mekkah, Teungku Syekh Haji Abbas Lambirah kemudian pulang ke Aceh untuk melanjutkan estafet keilmuan para ulama Aceh. Sepulangnya dari Makkah, beliau melanjutkan kepemimpinan Dayah Lambirah yang sebelumnya dipimpin oleh ayahnya Teungku Chik Muhammad Lambirah. Sedangkan adiknya Teungku Syekh Haji Jakfar mendirikan lembaga pendidikannya di Jeureula masih dalam kawasan Aceh Besar. Dari Syekh Abbas Lambirah dan Syekh Jakfar tersebut jaringan ulama baru di Aceh Besar dan Banda Aceh.

Teungku Syekh Abbas Lambirah yang dikenal dengan Teungku Chik Lambirah, memiliki murid yang juga seorang ulama berpengaruh pada masanya yaitu Teungku Syekh Ibrahim yang merupakan guru besar pendiri JADAM Montasik. Teungku Syekh Ibrahim juga pelanjut kepemimpinan Dayah Lamnga yang sebelumnya dipimpin oleh Teungku Haji Muhammad Yunus yang dikenal dengan Teungku Chik Di Dayah Lamnga. Sedangkan Teungku Syekh Jakfar yang dikenal dengan Teungku Chik Lamjabat, memiliki murid yang dikenal sebagai pembaharu pendidikan di Aceh Besar yaitu Teungku Abdul Wahab Kenaloi Seulimum, pendiri Dayah Najdiah Kenaloi, guru dari Prof. Ali Hasymi mantan Gubernur Aceh.

Baca Juga: Syekh Muda Waly: Syekhul Masyayikh Ulama Dayah Aceh Kontemporer

Selain memiliki murid yang menjadi para ulama berpengaruh, Teungku Chik Lambirah memiliki beberapa anak yang melanjutkan estafet keilmuannya seperti Teungku Hamzah, yang merupakan ayah dari Teungku Haji Soufyan Hamzah Imam Besar Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebelum era Prof Azman Ismail. Sedangkan Teungku Chik Lamjabat, salah satu anaknya menikah dengan Teungku Haji Abdussalam Meuraxa yang merupakan ulama Aceh dari Kutaraja Banda Aceh. Selain itu, Teungku Haji Abdussalam Meuraxa juga murid kepada Teungku Chik Lambirah dan Teungku Chik Lamjabat dan Teungku Haji Abdussalam Meuraxa juga pernah berguru kepada ulama Bangsawan Aceh Tuwanku Raja Kemala yang merupakan teman sepengajian Teungku Chik Lambirah dan Teungku Chik Lamjabat ketika di Mekkah. Dan kemungkinan ketiganya berguru kepada Syekh Sayyid Ahmad bin Sayyid Bakhri Syatta yang merupakan anak dari penulis Hasyiah I’anatuththalibin. Karena Syekh Sayyid Bakhri Syatta lebih duluan wafat sekitar tahun 1894, lahir sekitar tahun 1848 yang juga guru utama dari Syekh Ahmad Khatib Minangkabau dan ulama nusantara lainnya.

Pada masa kepemimpinan Teungku Syekh Abbas Dayah Lambirah berada pada puncaknya, namun setelah beliau wafat maka dayah tersebutpun tidak ada yang melanjutkannya. Artinya kebesaran dayah mereda dengan wafat tokoh besarnya. Setelah berkiprah secara luas untuk masyarakatnya, pada tahun 1934 wafatlah ulama besar Lambirah tersebut. Rahimahullah Rahmatan Wasi’atan.

Nurkhalis Mukhtar El-Sakandary
Ketua STAI al Washliyah Banda Aceh; Pengampu Pengajian Rutin TAFITAS Aceh; dan Penulis Buku Membumikan Fatwa Ulama