scentivaid mycapturer

Tgk M Yusuf Alami, Wakil Abuya Muda Waly di Darussalam

Teungku Muhammad Yusuf bin Alami merupakan keponakan, menantu sekaligus murid kesayangan Abuya Teungku Haji Muhammad Waly al-Khalidy atau yang sering disebut Abuya Muda Waly. Tgk M Yusuf Alami lahir pada tahun 1927 atau 10 tahun di bawah Abuya Muda Waly (sebaya dengan Ummi Rasimah Padang, istri pertama Abuya Muda Waly). Tgk Yusuf Alami termasuk assabiqunal awwalun atau generasi pertama yang belajar di Dayah Darussalam Labuhan Haji, pesantren yang didirikan oleh Syekh Muda Waly pada tahun 1942.

Teungku Yusuf Alami termasuk kerabat Syekh Muda Waly dan juga berasal dari Minangkabau. Bisa dikatakan di Darussalam, ia termasuk murid yang paling cerdas. Para murid Darussalam saat itu mengakui ada dua santri yang keilmuannya paling tinggi dan berada di bawah ilmu Abuya Muda Waly yaitu Teungku Muhammad Yusuf Alami dan Teungku Imam Syamsuddin (Abu Sangkalan). Kedua santri tersebut bersama beberapa santri lainnya diajarkan secara langsung oleh Abuya Muda Waly sampai tingkat Bustanul Muhaqqiqin di Balai Gunung Intan, Dayah Darussalam, Blang Poroh, Labuhan Haji Barat, Aceh Selatan.

Teungku Muhammad Yusuf Alami dan Teungku Imam Syamsuddin merupakan dua murid yang paling kuat berdiskusi dengan Abuya Muda Waly. Keduanya merupakan murid yang paling menonjol selama belajar dengan Abuya. Tgk M Yusuf Alami beberapa kali memberikan syarahan yang persis dengan penjelasan Abuya kepada kawan-kawannya. Bahkan diskusi antara Abuya dengan Tgk Yusuf di dalam kelas menjadi tontonan yang sangat menarik bagi murid-murid lain. Pernah Abuya Muda Waly sampai membuka imamahnya dan bangun dari tempat duduknya lalu berjalan di antara murid-murid lain menuju Tgk Yusuf Alami sembari menyampaikan syarahan.

Menurut Abon Abdul Aziz Samalanga, Tgk Yusuf Alami merupakan murid Abuya Muda Waly yang paling cerdas melebihi Abon Tanoh Mirah, Abon Abdul Aziz, Abu Keumala, dll. Di Bustanul Muhaqqiqin, Abuya Muda Waly selaku mudir menguji sendiri murid-muridnya saat ujian. Selama ujian Abuya menyerahkan kunci lemari kitab beliau kepada orang lain, sebagai pertanda bahwa dalam menguji muridnya, Abuya tidak membuka-buka kitab.

Pada saat giliran Tgk Yusuf Alami mengikuti ujian, Abuya mengajukan pertanyaan sulit, namun Tgk Yusuf Alami dapat menjawabnya. Demikian juga pertanyaan kedua yang tingkat kesulitannya sudah semakin tinggi. Pada pertanyaan ketiga, tingkat pertanyaan semakin sulit, Tgk Muhammad Yusuf Alami tidak bisa menjawabnya, beliau berpikir keras untuk menemukan jawaban dari pertanyaan Abuya, akan tetapi tetap saja beliau tidak mampu menjawabnya, namun beliau terus berusaha sekeras mungkin untuk menemukan jawabannya, namun masih juga tidak mampu menjawab pertanyaan Abuya Muda Waly sampai akhirnya keluar darah dari pori-pori kulit Tgk Yusuf Alami, mungkin akibat terlalu kuat berpikir.

Teungku Muhammad Yusuf Alami dan Teungku Imam Syamsuddin yang oleh Abuya Muda Waly digelari Hilul Ma’qud merupakan murid di Bustanul Muhaqqiqin yang paling banyak menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit dari Abuya Muda Waly. Sampai tidak lama keduanya diangkat menjadi dewan guru di Bustanul Muhaqqiqin.

Abu Imam Syamsuddin pernah bercerita kepada muridnya bahwa pada suatu pengajian di Bustanul Muhaqqiqin, Abuya Muda Waly dan seluruh dewan guru sudah hadir di balai, yang belum hadir saat itu hanya Abu Yusuf Alami. Pada saat Abu Yusuf Alami tiba di balai, ia ditegur oleh Abuya Muda Wali karena memakai celana panjang saat menghadiri pengajian. Abuya Muda Wali berkata ”jangan kamu pakai pakaian itu, pakaian itu adalah bid’ah” lalu Abu Yusuf Alami menimpali “kalau berbicara bid’ah, di tubuh kita juga terdapat bid’ah”, jawab Abu Yusuf mencoba mengungkit ilmu dari Abuya Muda Waly.

Tak lama kemudian datanglah seorang laki-laki berpakaian hitam bersorban merah masuk ke Balai Bustanul Muhaqqiqin, sambil berkata “jangan kamu menguji Muda Waly, Yusuf, karna Muda Waly itu benar” lalu laki-laki itu keluar dan menghilang. Pada saat itu Syekh Imam Syamsuddin bertanya kepada Abuya Muda Waly ”siapakah orang itu ya Abuya?.” Abuya menjawab “dia adalah Nabi Khidir.”.

Setelah banyak mendapat pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat di berbagai daerah seputar keagamaan baik dalam masalah ibadah, muamalah maupun masalah politik yang saat itu sedang gencar di perdebatkan, Abuya Muda Waly kemudian mendirikan satu majelis fatwa khusus untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Majelis ini beliau namai dengan Majelis Safinatus Salamah Wannajah yang disingkat dengan SASAWAN. Abuya Muda Waly kemudian mengangkat Tgk Yusuf Alami sebagai koordinator majelis ini.

Menurut Abu Keumala, setelah membentuk Majelis Safinatus Salamah Wannajah pada tahun 1953, Abuya Muda Waly memanggil para tokoh masyarakat yang mendukung Darussalam serta beberapa murid Dayah Bustanul Huda Blangpidie (almamater Abuya Muda Waly) pimpinan Abu Syekh Mud untuk menghadiri majelis tersebut di balai Bustanul Muhaqqiqin. Setelah para hadirin lengkap, Abuya kemudian membuka majelis ini dengan Ummul Quran lalu memperkenalkan nama majelis ini yaitu Safinatus Salamah Wannajah.

Setelah itu Abuya menyampaikan maksud dan tujuan majelis ini secara rinci. Kemudian Abuya meminta para hadirin untuk menyusun struktur organisasi Dayah Darussalam. Komposisi struktur tersebut Abuya serahkan kepada majelis. Kemudian Abuya meninggalkan majelis.

Majelis yang selanjutnya dipimpin Tgk Yusuf Alami mulai membahas dan menyusun struktur kepengurusan Dayah Darussalam. Majelis kemudian menetapkan struktur organisasi Dayah Darussalam yang terdiri dari:
a. Pimpinan: Abuya Syekh H. Muhammad Waly Al-Khalidy
b. Wakil Pimpinan: Tgk. Muhammad Yusuf Alami
c. Sekretaris: Tgk. Aidarus Abdul Ghani Kampar
d. Ketua Departemen Keamanan: Tgk. Abdullah Hanafi Tanoh Mirah
e. Ketua Departemen Pekerjaan Umum: Tgk. Basyah Lhong

Dewan Pengamat yang terdiri dari beberapa tokoh masyarakat, antara lain:

  1. Tgk. Nyak Diwan
  2. T. Ramli Angkasah bin T. Raja Angkasah (Wedana Bakongan)
  3. Tgk. Adnan Mahmud Bakongan
  4. T. Usman Pawoh (Asisten Wedana Kecamatan Labuhan Haji)
    serta beberapa tokoh lainnya. Adapun depertemen lain disempurnakan kemudian. Setelah struktur organisasi terbentuk dan disepakati lalu Abuya Muda Waly kembali masuk ke ruangan majelis untuk mengesahkan keputusan majelis tersebut.

Abuya Muda Waly menikahkan Tgk Muhammad Yusuf Alami dengan putrinya bernama Halimah Waly. Halimah Waly merupakan anak kedua Abuya Muda Waly bersama istri pertamanya yaitu Ummi Rasimah. Mengikuti jejak Abuya Muda Waly, Teungku Yusuf Alami juga aktif dalam organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti). Ia masuk dalam kepengurusan Wakil Pengurus Besar Partai Islam Perti Daerah Istimewa Aceh yang diketuai oleh Tgk. Syekh H. M. Hasan Krueng Kale pada tahun 1952.

Setelah terjadinya pemberontakan DI/TII di Aceh yang dideklarasikan oleh Tgk Muhammad Daud Beureueh pada 20 September 1953, Perti Aceh menyatakan menolak gerakan tersebut. Penolakan Perti menyebabkan munculnya ancaman dari DI/TII kepada para ulama Perti termasuk Abuya Muda Waly di Labuhan Haji. Untuk membendung gerakan DI/TII, Abuya Muda Waly kemudian membentuk lasykar Peudeung Panyang yang dikomandoi langsung oleh Abuya. Selanjutnya Abuya mengangkat Tgk Yusuf Alami sebagai komandan operasi/lapangan.

Pada tahun 1954, Syekh Muhammad Hasan Krueng Kale, Syekh Muhammad Waly dan beberapa ulama Perti lainnya diundang oleh Presiden Soekarno untuk menghadiri Konferensi Alim Ulama di Istana Bogor. Pada tahun tersebut juga Tgk Muhammad Yusuf Alami bersama Halimah Waly dikaruniai seorang putra yang kemudian dinamakan Busthami.

Tidak berselang lama, Tgk M Yusuf Alami yang masih berusia muda dengan restu sang guru kemudian memantapkan diri mengikuti pemilihan umum pertama di Indonesia yang akan dilaksanakan setahun kemudian. Ia mencalonkan diri sebagai calon anggota konstituante dari Partai Islam Perti.

Terdapat 5 calon yang diusung Partai Islam Perti pada pemilihan umum konstituante tahun 1955 di wilayah Sumatra Utara yang kala itu termasuk Aceh. Kelima calon tersebut antara lain Syekh H. Hasan Krueng Kale di Kutaraja, Marah Syamsuddin gelar Marah Maharaja di Kutaraja, Tgk. M. Yusuf Alami di Tapaktuan, Mansurdin di Medan, dan Tgk. Mahmud Ibrahim di Langsa.

Sayangnya sebelum pemilihan dilakukan, Tgk Yusuf Alami terlebih dahulu dipanggil oleh Allah SWT dalam usianya yang masih sangat muda yakni di usia 28 tahun dengan meninggalkan istri dan putranya yang baru berusia satu tahun. Tgk Muhammad Yusuf bin Alami kemudian dimakamkan di komplek Dayah Darussalam Labuhan Haji bersebelahan dengan makam Syekh Haji Muhammad Salim bin Malim Palito, ayahanda Abuya Muda Waly yang wafat pada tahun 1948.

Pada pemilihan umum tahun 1955, Perti meraih suara tertinggi di Aceh Selatan. Perolehan suara Perti pada pemilihan tersebut meloloskan Syekh Muhammad Hasan Krueng Kale sebagai satu-satunya perwakilan Aceh-Sumatra Utara dari Perti di Konstituante. Adapun secara keseluruhan Perti berhasil memperoleh 7 kursi konstituante dalam pemilihan umum yang dilaksanakan pada 17 Desember 1955 tersebut.

Sebelumnya pada pemilihan anggota DPR-RI tanggal 29 September 1955, Perti berhasil memperoleh 4 kursi DPR-RI termasuk diantaranya didapatkan Tgk. Nyak Diwan yang selanjutnya menjadi Sekretaris Fraksi Perti mendampingi KH Sirajuddin Abbas. Sementara itu di konstituante, pendiri Perti Syekh Haji Sulaiman Ar-Rasuli selaku anggota konstituante tertua ditunjuk menjadi pimpinan rapat pertama Konstituante yang bertugas menetapkan komposisi pimpinan tetap Konstituante. Tradisi anggota DPR tertua memimpin rapat perdana DPR RI ini kemudian terus berlanjut sampai sekarang.

Berselang enam tahun setelah meninggalnya Teungku Muhammad Yusuf Alami, sang guru sekaligus mertua yakni Abuya Syekh Muda Waly pada 20 Maret 1961 juga ikut berpulang ke rahmatullah dalam usia 44 tahun. Abuya kemudian dimakamkan didekat makam ayah beliau, Syekh Muhammad Salim dan menantu sekaligus murid kesayangan Abuya, Tgk M Yusuf Alami di Darussalam, Labuhan Haji.

Pimpinan Dayah Darussalam kemudian dipegang oleh putra tertua Abuya Muda Waly sekaligus ipar Tgk. Muhammad Yusuf Alami yaitu Abuya Muhibuddin Waly. Pada tahun 1964 saat Abuya Muhibuddin melanjutkan pendidikan di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, pimpinan Dayah Darussalam kemudian dijabat sementara oleh Abuya Imam Syamsuddin Sangkalan sampai kemudian diserahkan kepada Abuya Jamaluddin Waly, adik ipar Tgk. Muhammad Yusuf Alami.

Setelah Abuya Yusuf Alami meninggal dunia pada tahun 1955 M / 1375 H, Ummi Hj. Halimah Waly kemudian menikah lagi dengan Abuya Hasan Sabil yang kemudian juga menjadi pengurus harian Dayah Darussalam Labuhan Haji. Ibunda Halimah Waly yaitu Ummi Hajjah Rasimah binti Yahya (Ummi Padang) konon sangat menyayangi cucu pertama Abuya Muda Waly yaitu Busthami bin Muhammad Yusuf Alami. Ummi Hajjah Rasimah meninggal dunia pada tahun 1997, sementara putrinya Hajjah Halimah Waly meninggal dunia pada 7 November 2013. Keduanya dimakamkan di Dayah Darussalam Labuhan Haji, Aceh Selatan.

Abuya Muda Waly dan Abu Yusuf Alami termasuk ulama yang meninggal dunia di usia muda, namun memiliki capaian intelektual yang mencengangkan. Keduanya menakjubkan dalam sisi kecerdasan, komunikasi, keseriusan dalam belajar, kuatnya hafalan, pengaruh dan dicatat dalam tinta abadi tarbiyah islamiyah (pendidikan Islam). Sungguh kedua sosok tersebut telah mencapai derajat kemuliaan yang teramat tinggi ditambah doa para peziarah, perindu dan pewaris keilmuan yang terus dipanjatkan kepada mereka. Semoga berkat itu rahmat Allah senantiasa tercurahkan kepada tanah air, bangsa dan umat Islam hingga akhir zaman.

Rozal Nawafil bin Nawawi
Rozal Nawafil Penulis merupakan ASN alumni Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) asal Blangpidie yang diamanahkan menjadi Ketua Bidang Dakwah, Sosial dan Ekonomi Kreatif Pengurus Besar Kesatuan Mahasiswa Tarbiyah Islamiyah (PB KMTI), Wakil Ketua PD OPI Aceh, Sekretaris Balitbang Aceh Culture and Education dan anggota Bidang Informasi, Komunikasi dan Penerbitan PC PERTI Aceh Barat Daya