scentivaid mycapturer thelightindonesia

Tokoh-tokoh Peletak Fondasi Corak Pemikiran Islam di Berbagai Belahan Dunia

Pengaruh Peletak Fondasi pada Corak Pemikiran Islam di Berbagai Wilayah Islam
Ilustasi/Dok. Penulis

Pemikiran Islam

Oleh: Fauzan Inzaghi

Pada masa kenabian dan khulafaur rasyidin, di setiap daerah yang telah masuk Islam selalu dikirim ulama yang akan mengajarkan Islam kepada penduduknya. Para ulama dari kalangan sahabat menaruh fondasi keislaman yang kuat pada setiap daerah tempat mereka mengabdi. Jika ditelaah lebih lanjut, agak sedikit unik yaitu bagaimana warna keberislaman di suatu daerah masih sangat terpengaruh dengan peletak fondasi awal yaitu para ulama sahabat yang awal berdakwah ke daerah itu.

Warna pemikiran Ibnu Abbas, Ibnu Zubair dan Ibnu Umar begitu mewarnai ulama Hijaz.  Di sana sampai sekarang bagaimana gaya berpikir naqlynya: tegas, bahkan sampai gaya berpakaianpun kita bakal tahu, kalau ulama dan pelajar di sana, mereka itu adalah anak didik sahabat di atas. Mungkin jika ada sisi lentur mereka bisa jadi diambil dari style Zaid, tapi tetap aja sisi jalal lebih menonjol di sini.

Di Mesir berbeda lagi coraknya. Sebagaimana peletak fondasi pertamanya Abdullah bin Amr bin Ash, seorang enksiklopedi ilmu. Beliau salah satu ulama sahabat yang dibicarakan hampir di setiap bidang ilmu, mulai hadis, fikih, tafsir, bahkan politik. Ulama Mesir sekarang bahkan dulu juga mirip gaya berpikir enksiklopedi beliau. Di mana mereka mampu menguasai lebih dari satu cabang ilmu mulai dari mulai Sayuti, Munnawi, Bajuri,dll. Bisanya mereka tidak cuma dibicarakan dalam satu bidang ilmu. Satu lagi mereka itu orang yang terbuka, bisa masuk ke mana saja, persis gurunya Abdullah bin Amr bin Ash.

Baca Juga: Sufistik sebagai Ciri Pemikiran Islam Nusantara

Di Iraq dan Persia beda lagi gaya berpikirnya.  Mereka lebih ke tipe penggunaan nalar dalam melihat sesuatu. Tidak terlepas dari dua orang sahabat Nabi yang meletakkan fondasi pemikiran di sana, Abu Musa al-Asyari dan Ibnu Mas’ud keduanya dikenal sebagai ahlu ra’yi. Makanya banyak ulama ahlur ra’yi bahkan yang katanya ahlu hadistpun akan berwarna ra’yi di sana seperti pembesar Mutakalimin seperti Ghazali, Iji, Taftazani, dll. Dan kebanyakan petualang dalam menuntut ilmu seperti Anas bin Malik, jarang ulama daerah sini yang tidak bermusafir keluar dalam mencari ilmu. Kalau ada yang berkarakter naqly mungkin itu juga diturunkan dari Anas. Sampai sekarang masih sama petualang.

Berbeda cerita di Yaman, dimana dipengaruhi pemikiran Ali bin Abi Thalib dan Ubay. Dimana masalah qadha atau hukum dan tasawufnya sangat kental. Di negeri ini ilmu hikmahnya sangat luar biasa. Sampai sekarang madrasah di sana sangat ditekankan masalah tarbiyah bahkan menjadi ciri khas tersendiri. Kental suasana Ahlul Bait dengan Nusus Abawi sampai sekarang masih gampang dilihat di sana.

Syam beda lagi gayanya. Mereka pewaris pemikiran Abu Darda sebagai peletak fondasi pemikiran dinegeri ini. Ciri khasnya yaitu perpaduan naqly rasa tasawuf, aqly rasa tasawuf, fikih rasa zuhud. Didapatkan di sini nawawi fakih Qutub, Muhyidin ibnu Arabi mutakalim Qutub, bahkan al-Ghazali fase kedua terbentuk di sini. Di era modern, Syekh al-Buthi pemikir besar dan mutasawif. Gaya belajar? Sama! Gaya halakah yang dimulai Abu Darda di tengah kota dan keakraban antara guru dan murid sampai sekarang terjaga.

Adapun Maghrib Araby, kalau dilihat gaya berpikirnya seperti Umar sekali, “maqashid abis”. Tentu gaya berpikir yang dipadukan dengan Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Tapi siapa yang membawa kesana? Saya kurang tahu. Nah, pemikiran tadi itu seiring berkembangnya Islam, diekspor ke daerah lain yang agak telat Islamnya dikarenakan jarak, tapi ciri khasnya sesuai dengan peletak fondasi, tetap tidak bisa dihilangkan. Mulai dari gaya belajar sampai wirid yang berkembang, tak peduli mazhab apapun, tapi gaya berpikir, ya mirip.

Wilayah Asia Tenggara misalnya, ya Yamannya dan Hijaznya tidak bisa hilang. Karena memang yang awal mendakwah Islam, ya ulama Yaman dan Hijaz. Sampai detik ini ulama Yaman dan Hijaz seperti Habin Umar, Abuya, dll masih jadi yang paling berpengaruh di Asia Tenggara. Bahkan, cara berpakaian, gaya berpikir kami ingin pakai baju kayak nabi untuk mengekspresikan hubungan rohani kami dengan hati, bukan untuk pamer tapi itu gaya kami mencintai, itu adalah “Hijaz abis’. Pengaruh Ahlul Bait dan Habaib yang “Yaman abis”. Mau bagaimana lagi, itu pengaruh guru kita.

Baca Juga: Dialog dan Upaya Menemukan Corak Pemikiran Politik Arab

Hal di atas terjadi juga di daerah lain. India misalnya, sangat terpengaruh dengan Iraq. Turki dan Rusia terpengaruh Syam. Afrika Timur terpengaruh gaya Mesir. Afrika Barat dan Tengah terpengaruh Mghrib Araby. Dan semuanya berasal dari Rasulullah dan atas izin Rasulullah. Murid yang tidak jauh dari gurunya, lah. Apalagi murid rekomendasi dari yang Makshum. Jadi, ya, nikmati saja khazanah pemikiran Islam ini. Toh, pada akhirnya mereka peletak fondasi. Adakalanya satu generasi menjauh dari ajaran mereka, ada juga yang mendekat. Hasilnya, menurut amalan masing-masing saja.[]

Fauzan Inzaghi
Mahasiswa Indonesia di Suriah