scentivaid mycapturer thelightindonesia

Ulama Tidak Berfatwa untuk Membuat Rakyat Senang atau Menjadikan Para Pemimpin Senang

Ulama tTdak Berfatwa untuk Membuat Rakyat Senang atau Menjadikan Para Pemimpin Senang

Berfatwa Berfatwa Berfatwa Berfatwa Berfatwa Berfatwa

Tahun 60an suriah sempat dipimpin oleh seorang pemimpin diktator Amin Hafiz. Sangking gilanya dia memimpin dia, sampai sekarang masih rakyat suriah baik pemimpin ataupun rakyatnya menjulukinya Abu Abdo al-Jahys. Jahys artinya keledai, ini kiasan dalam bahasa Arab yang menunjukan pada sifat bodoh. Karena kegilaannya dalam memimpin baik rakyat, politisi dan tokoh agama takut untuk menegurnya. Salah satu ulama yang paling berani menegurnya adalah Syekh Hasan Habannakeh, selain karena beliau begitu berpengaruh dan dicintai rakyat Suriah karena keikhlasan, keilmuan dan pengabdian beliau pada agama dan negaranya. Selain itu pengaruh besar beliau juga dikenal sangat kharismatik dan pemberani.  Makanya presiden Amin Hafiz sering kicep kalau berhadapan pada Syekh Hasan Habannakeh.

Ada dua peristiwa unik dan menarik dari Syeikh Hasan Habannakeh pada masa itu. Tentang bagaimana beliau melihat hubungan antara beliau dengan rakyat dan pemimpin.

Pertama kisah beliau dengan pemimpin, yaitu Amin Hafiz. Kebiasaan Sheikh Hasan pada bulan Ramadhan adalah berdiam di rumah dan di masjidnya, tidak mau keluar kemanapun. Saat terjadi fitnah IM tahun 1960-an, beliau ditelpon oleh Istana kepresidenan untuk hadir rapat bersama Amin Hafez dan ulama-ulama lainnya. Hal itu terjadi pada malam Ramadhan. Beliau menjawab di telpon bahwa tidak keluar kemanapun pada bulan Ramadhan. Kolonel yang menelpon marah, dan berkata, “Ya Shekh, anda tahu siapa yang meminta anda ke istana? Jendral Amin Hafez! Presiden Republik Arab Syria!”, Dengan nada marah beliau menjawab, “Memang dia siapa!? Tuhanku!? Sampai aku harus patuh pada semua kata-kata dia!”, teriak beliau sambil menutup telpon. Semua orang takut, tapi Syekh Hasan tidak peduli, dan melanjutkan kebiasaannya.

Baca Juga: Nasihat Syekh Hasan Habannakeh al-Midany untuk Jamaahnya dan Da’i

Kedua kisah Syeikh Hasan Habannakeh ketika dipenjara karena menyuarakan kebenaran dengan mengkritik pemerintah. Dalam penjara beliau bersama muridnya disidik. Ketika murid beliau yang saat itu masih muda ditanya penyidik kenapa mengkritik? Murid beliau ini menjawab; ‘kalau bukan kami para masyaikh yang mengkritik, siapa lagi yang berani? Nanti umat akan mengakatakan bahwa para masyaikh pengecut”. Syekh Hasan Habannakeh yang berada disampingnya, langsung menegur muridnya ini. Dengan nada geram beliau berkata “jadi kamu melakukannya untuk manusia!! Tidak!!! Aku tidak melakukannya untuk mereka, tapi hanya untuk Allah, hanya untuk Allah saja!!”. Begitulah cara beliau mendidik muridnya yang masih muda.

Ini adalah dua peristiwa unik, Syekh Hasan Habannakeh mengajarkan kita satu hal, bahwa apa yang kita lakukan itu sehsrusnya semata karena Allah. Bukan karena makhluk.  Jika kita melakukan karena Allah maka kita tidak perlu takut pada manusia. Jika memang benar maka itu harus mengatakannya karena Allah. Bukan untuk menjilat pemimpin, bukan juga untuk menjilat rakyat. Dengan begitu, kita tidak perlu takut akan hukuman pemimpin atau takut kehilangan simpati rakyat/umat. Karena mereka semua makhluk. Jangan jadikan mereka tuhan yang harus diikuti semua kemauannya.

Baca Juga: Beragama, Berfatwa dan Bertoleransi

Jadi dalam berfatwa ulama tidak boleh berpihak pada pemimpin dan tidak juga memihak rakyat, tapi memihaklah pada kebenaran yang dijelaskan tuhan, baik fatwa itu dibenci pemimpin atau dibenci rakyat. Jadi ulama ketika berbicara kebenaran tidak untuk membela rakyat dan juga membela pemimpin, tapi ya karena itu benar menurut syariat. Baik mereka para rakyat dan pemimpin suka atau tidak, tidak perlu takut ditinggalkan umat dan tidak perlu takut juga dengan ancaman pemimpin, selama ada Allah. Jadi bicara tentang kebenaran itu bukan masalah sok keren atau mengambil simpati atau membela siapa gitu, tapi ya karena perintah tuhan. Itulah mauqif para ulama rabbany, diantaranya tentu saja Syekh Hasan Habbanakeh.

Inilah yang membuat saya bangga dengan intisab saya pada madrasah Syeikh Hasan ini. Mereka mengajarkan kami bahwa tidak usah terlalu peduli dengan pendapat orang dalam beragama, tidak pemimpin, tidak pula rakyat, tapi hanya peduli pada yang diinginkan Allah saja, walaupun kita harus paham situasi dalam menyampaikan, atau dengan ibarat Syeikh Rusydi Qalam yang saat ini meneruskan madrasah Syeikh Hasan Habannakeh “kita itu tidak boleh keras kepala, di sisi lain juga tidak boleh menjilat, tapi mengerti keadaan dan ikhlas lillahi taala“. Siapa murid-muridnya Syekh Hasan? Syekkh al-Buty, Syekh Wahbah Zuhayli, Syekh Muhammad Zuhayli, Syeikh Shadiq Habannakeh, Syeikh Abdurramahman Habbanakeh, Syeikh Mustafa Dib Bugha, Syeikh Mustafa al-Khin, Syeikh Rusydi Qalam, Syeikh Muhammad Syuqair, dll. Mereka semua berasal dari madrasah yang sama.[]

Fauzan Inzaghi
Mahasiswa Indonesia di Suriah