scentivaid mycapturer thelightindonesia

Ulasan Singkat Apria Putra atas Buku 100 Ulama Nusantara di Tanah Suci

Ulasan Singkat Apria Putra atas Buku 100 Ulama di Nusantara Tanah Suci
Ilustrasi/Dok.Istimewa

Ulasan Singkat Apria Putra atas Buku 100 Ulama Nusantara di Tanah Suci

Ust. Oka Hidayat meminta sedikit ulasan mengenai buku 100 Ulama Nusantara di Tanah Suci karya Maulana La Eda. Sebenarnya saya agak sungkan memberi ulasan, sebab status saya hanya guru yang mengajar alif ba ta dan Ajurumiyah, di pesantren kecil di Pedalaman Minangkabau. Takutnya ulasan saya tidak komprehensif. Dan saya juga belum menulis buku untuk ulama yang saya idolakan dan saya bela. Namun, karena diminta, dan saya ada sedikit simpanan mengenai hal yang ditulis, saya tulis juga. Awalnya di kolom komentar, kemudian ada yang meminta agar ditulis dalam status khusus.

***

(1) Biografi dalam buku ini ditulis sangat singkat, tidak panjang lebar. Mirip dengan cara kerja penyusun-penyusun qamus tarajum. Sepertinya pengarang bertujuan hanya untuk memperkenalkan ulama-ulama, yang beliau kutip dari tarajum2 yang ada. Pada bagian itu saya belum analisis pengarang terhadap kutipan atau mozaik peristiwa yang dinukil, sebagai layaknya penulis biografi tokoh (bisa jadi saya tidak jeli dalam hal ini).

(2) Dalam biografi Syekh Isma’il Minangkabau, pengarang menulis kata “dahulu” ketika menjelaskan posisi Syekh Isma’il sebagai tokoh sentral Tarekat Naqsyabandiyah. Kata “dahulu” terasa bias, apakah maksudnya Syekh Isma’il awalnya syekh tarekat dan kemudian tidak, tidak ada penjelasan. Pembacaan sekilas akan memberi kesan bahwa benar Syekh Isma’il sebagai tokoh tarekat, dahulu. Padahal sudah maklum bahwa Syekh Isma’il adalah tokoh sentral tarekat (tanpa batas waktu).

Baca Juga: Syekh Abdul Karim al-Bantani; Mursyid Terekat dan Pejuang Kemerdekaan

(3) Pada beberapa bagian, setelah penulis menyebutkan bahwa tokoh yang dikisahkan merupakan syekh/ mursyid tarekat, kemudian beliau mengiringi dengan ucapan “rahimahullah wa ghafara lahu”. Bagi saya, ini menarik. Termasuk pada biografi Syekh Isma’il.

(4) Penulis menuliskan nisbah “al-Fadani” dibelakang tarajim ulama Minangkabau. Padahal al-Fadani adalah nama daerah tertentu dalam lingkup Minangkabau secara luas, yaitu daerah Padang dan Padang Pariaman. Ini bisa saja membuat keliru, sebab penyebutan al-Fadani tidak melingkupi al-Minangkabawi. Setiap al-Fadani ialah al-Minangkabawi, tidak setiap al-Minangkabawi ialah al-Fadani. Beda dengan nama Syekh Yasin al-Fadani, sebab memang betul Syekh Yasin keturunan yang berasal Padang Pariaman, sangat lazim diberi nisbah al-Fadani. Tapi kalau Syekh Ahmad Khatib dinisbahkan kepada al-Fadani, maka ia tidak lazim, bisa membuat keliru dalam menetapkan lokasi asal tokoh ini.

(5) Penulis, sepertinya, belum membaca karya-karya dari tokoh yang ditulis. Seperti pada biografi Syekh Ahmad Khatib, yang disebutnya, terkesan mutlak bahwa beliau penolak tarekat. Padahal Syekh Ahmad Khatib hanya mengkritisi beberapa fasal tarekat Naqsyabandiyah. Malah Syekh Ahmad Khatib juga seorang mursyid tarekat sebagaimana terbukti dalam kitab al-Fathul Mubin dan Maslak al-Raghibin, dll.

(6) Dalam menulis nama, penulis secara lengkap menulis informasi mengenai tokoh, seperti gelar, nisbah daerah, tempat mukim, bahkan mazhab fikih, namun saya belum bertemu (mungkin saya keliru) penjelasan mengenai akidah ulama2 tersebut. Seperti Syekh Isma’il, al-Asy’ari, atau Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, al-Asy’ari, dan Syekh Janan Thayyib, al-Asy’ari.

Baca Juga: Maulana Syekh Isma’il al-Khalidi al-Minangkabawi

(7) ‘ala kulli hal, ini adalah ensiklopedi ulama yang menarik. Sebab menariknya, di antaranya, ditulis oleh seorang ustadz salafi. Sangat jarang ustadz-ustadz salafi menulis buku sejenis, dimana mereka menulis dan menggambarkan tokoh-tokoh yang semuanya (sepengetahuan saya, luruskan kalau saya keliru) adalah bermazhab Syafi’i, berakidah Asy’ariyyah dan Maturidiyyah, serta mengamalkan tasawuf (diantaranya adalah mursyid-mursyid besar dan berpengaruh dalam tarekat sufi).

Apria Putra
Alumni Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Pengampu Studi Naskah Pendidikan/Filologi Islam, IAIN Bukittinggi dan Pengajar pada beberapa pesantren di Lima Puluh Kota