Wanita Haid Berpuasa
Di satu sisi saya setuju dengan upaya mengangkat peran dan derajat wanita serta menghilangkan bentuk diskriminasi terhadap wanita. Namun di sisi lain saya sangat menolak ketika harus merobohkan kesepakatan para ulama. Saya menolak gerakan Anti Mazhab sebab sebenarnya mereka membangun Mazhab baru, yang menurut saya tidak lebih baik dari pada 4 Mazhab yang sudah berjalan ribuan tahun dan dianut oleh mayoritas umat Islam.
Kali ini diwacanakan kembali wanita haid tetap boleh berpuasa. Mengapa? Asumsi saya karena wanita dalam sebuah hadis disebut dengan Naqishat Din (kurang dalam mengamalkan agama), yakni tidak salat dan tidak puasa saat haid. Bagi saya ini bukan bentuk kekurangan wanita. Buktinya banyak wanita yang menjalani menstruasi dan tidak salat/puasa, nyatanya lebih cerdas dan lebih ahli dalam bidang tertentu dari pada laki-laki.
Baca Juga: Perempuan Haid (Tidak) Boleh Berdiam diri di Masjid
Berikut dalil-dalil larangan wanita haid berpuasa:
1. Hadis Sahih al-Bukhari
Imam al-Bukhari menulis Bab yang beliau istimbath-kan dari kesimpulan riwayat hadis:
باب الحائض تترك الصوم والصلاة
Bab wanita haid meninggalkan puasa dan salat
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ – قَالَ: ” أَلَيْسَ الْمَرْأَةُ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تَصُمْ، وَلَمْ تُصَلِّ فَذَلِكَ نُقْصَانُ دِينِهَا “
Dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa Rasulullah saw bersabda: “Bukankah jika wanita haid tidak berpuasa dan tidak salat? Itulah kekurangannya dalam agama”
2. Konsensus Ulama
فأجمعت الأمة على تحريم الصوم على الحائض والنفساء، وعلى أنه لا يصح صومها، كما قدمنا نقله عن ابن جرير، وكذا نقل الإجماع غيره، قال إمام الحرمين: وكون الصوم لا يصح منها لا يدرك معناه، فإن الطهارة ليست مشروطة فيها، وأجمعت الأمة أيضاً على وجوب قضاء صوم رمضان عليها، نقل الإجماع فيه الترمذي وابن المنذر وابن جرير وأصحابنا وغيرهم. انتهى.
Umat Islam sepakat akan keharaman wanita haid dan nifas untuk puasa, dalam pendapat yang lebih kuat puasanya tidak sah sebagaimana keterangan dari Ibnu Jarir. Demikian pula ijma’ yang lain. Imam Haramain berkata: “Puasa tidak sah bagi wanita haid tidak dapat dirasionalkan, sebab suci bukan termasuk syarat. Umat Islam bersepakat bahwa wanita haid wajib meng-qadla’ puasa Ramadan. Konsensus ini disampaikan oleh Tirmidzi, Ibnu Mundzir, Ibnu Jarir, ulama Syafi’iyah dan lainnya” (Al-Majmu’, 2/354)
3. Pendapat Syadz
Salah satu ulama besar dalam Mazhab Syafi’i, Al-Mawardi, berkata:
وَهَذَا صَحِيحٌ لَا اخْتِلَافَ بَيْنَ الْفُقَهَاء أَنَّ الْحَائِضَ لا صوم عليها ولا زَمَانِ حَيْضِهَا بَلْ لَا يَجُوزُ لَهَا، وَمَتَى طَرَأَ الْحَيْضُ عَلَى الصَّوْمِ أَبْطَلَهُ إِلَّا طَائِفَةٌ مِنَ الْحَرُورِيَّةِ، تَزْعُمُ أَنَّ الْفِطْرَ لَهَا رُخْصَةٌ فَإِنْ صَامَتْ أَجْزَأَهَا،
“Ini adalah pendapat yang sahih. Tidak ada perbedaan pendapat ulama fikih tentang larangan berpuasa bagi wanita selama mereka haid. Bahkan ketika haid muncul saat berpuasa otomatis puasa tersebut batal, kecuali menurut pendapat satu kelompok Harûriyyah (khawarij) yang menganggap berbuka bagi wanita haid hanyalah sebuah rukhshah (keringan), dan tetap sah apabila mereka tetap memilih berpuasa”
وَهَذَا مَذْهَبٌ قَدْ شَذَّ عَنِ الْكَافَّةِ
Wanita haid boleh puasa adalah Mazhab yang Syadz (kontroversi) dari seluruh umat Islam (Al-Mawardi, al-Hâwî al-Kabîr 3/962).
Baca Juga: Mengqadha Hutang Puasa
Kita tahu bahwa beda pendapat di kalangan ulama adalah hal biasa. Tapi jika yang dilabrak adalah ijma’ ulama maka ini masuk dalam kategori:
وليس كل خلاف جاء معتبرا • إلا خلاف له حظ من النظر
“Tidak semua beda pendapat memiliki nilai muktabar, kecuali perbedaan yang memiliki dalil”
Biasanya pula menampilkan pendapat medis dalam soal haid. Nah ternyata medis pun berpihak pada pada pendapat ijma’ ulama tersebut.
Leave a Review