Syekh Yusuf Makassar
A. Ginanjar Sya’ban
==========================
Di antara tokoh penting sejarah peradaban Islam di Nusantara pada kurun masa abad ke-17 M adalah Syekh Abû al-Mahâsin Yûsuf al-Tâj al-Khalwatî al-Maqâsharî al-Jâwî, atau yang dikenal dengan nama Syekh Yusuf Makassar (1626-1699).
Syekh Yusuf Makassar memiliki pengalaman didaktis dan karier keulamaan yang kosmopolit. Ia lahir di Makassar pada 1626; menuntut ilmu di Gowa, Banten dan Aceh; melanjutkan pengembaraan intelektualnya di Yaman, Makkah dan Madinah; lalu pulang dan menjadi mufti di Banten; memimpin gerakan perlawanan terhadap VOC Belanda hingga akhirnya ditangkap dan dipenjara di Batavia, kemudian diasingkan ke Srilanka, lalu ke Afrika Selatan dan wafat di tanah pengasingan itu pada tahun 1699.
Prof. Dr. Azyumardi Azra dalam bukunya, “Jaringan Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara Abad XVII Dan XVIII: Melacak Akar-Akar Pembaruan Pemikiran Islam Di Indonesia” (Jakarta: Prenada Media Group, 2013), mengulas biografi, karya, kiprah dan jaringan intelektual Syekh Yusuf Makassar dengan sangat terperinci. Disebutkan jika Syekh Yusuf Makassar sama-sama belajar di Madinah bersama Syekh Abdul Rauf Singkel dari Aceh (w. 1693) kepada Syekh Ahmad al-Qusyâsyî (w. 1661) dan Syekh Ibrâhîm al-Kûrânî (w. 1690), dua orang ulama sentral dunia Islam yang berkedudukan di Madinah. Baik Syekh Yusuf Makassar atau pun Syekh Abdul Rauf Singkel, keduanya adalah tokoh sentral yang memiliki pengaruh sangat besar dan juga peran yang sangat menentukan dalam perjalanan sejarah pemikiran Islam di Nusantara pada kurun masa abad ke-17 M.
Setelah menempuh masa pengembaraan intelektual selama beberapa belas tahun di Timur Tengah, Syekh Yusuf Makassar kemudian menetap di Kesultanan Banten dan diangkat menjadi mufti kesultanan tersebut. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1669. Ia juga menikah dengan putri sahabatnya yang menjadi penguasa Banten saat itu, yaitu Sultan Abû al-Fath atau yang dikenal dengan gelarnya “Sultan Ageng Tirtayasa” (m. 1651-1683). Karena itu pula, Syekh Yusuf Makassar memiliki sedikit banyak pengaruh dalam arus perjalanan sejarah peradaban Islam di Tatar Sunda.
Di Banten, Syekh Yusuf mendapatkan dua legitimasi kekuasaan sekaligus: politik dan agama. Secara politis, Syekh Yusuf adalah menantu dari penguasa tertinggi Banten saat itu. Sementara secara agama, ia juga menjabat sebagai mufti, yaitu pucuk tertinggi jabatan keagamaan di sebuah negara Muslim. Di masa yang bersamaan, sahabatnya yang berasal dari Aceh, yaitu Syekh Abdul Rauf Singkel, juga menjabat sebagai mufti Kesultanan Aceh Darus Salam.
Ketika berada di Banten, Syekh Yusuf tercatat melahirkan beberapa karya intelektual. Di antara karya tersebut adalah kitab berjudul “Zubdat al-Asrâr Tahqîq Ba’dh Masyârib al-Akhyâr”, yang berarti “Intisari Segala Rahasia dalam Mengungkap Sebahagian Sumber Minuman Para Terpilih”. Karya tersebut berisi kajian dalam bidang ilmu tasawuf tingkat menengah.
Saat ini, terdapat setidaknya empat buah manuskrip salinan kitab “Zubdat al-Asrâr” ini. Tiga di antaranya tersimpan sebagai koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, dan satu lagi tersimpan sebagai koleksi Perpustakaan Universitas Leiden (Belanda). Prof. Dr. Nabilah Lubis telah menjadikan manuskrip-manuskrip salinan tersebut sebagai bahan kajian disertasinya yang kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku dengan judul “Menyingkap Intisari Segala Rahasia karangan Syekh Yusuf Al-Taj Al-Makasari” (Bandung: Mizan, 1996).
* * * * *
Salah satu naskah salinan “Zubdat al-Asrâr” koleksi Perpusnas RI Jakarta adalah naskah bernomor kode A 45. Dalam naskah bernomorkode itu, teks “Zubdat al-Asrâr” terhimpun bersama sebuah teks lain yang berjudul “Tuhfah al-Thâlib”. Pada naskah tersebut, teks “Zubdat al-Asrâr” bermula dari halaman 153.
Identitas Syekh Yusuf Makassar sebagai pengarang kitab “Zubdat al-Asrâr” termaktub dalam muqaddimah karya tersebut. Tertulis di sana:
وبعد فيقول العبد المذنب الفقير الراجي عفو ربه الكبير الحاج يوسف التاج المكنى من جانب شيخه بأبي المحاسن غفر الله له جميع ذنوبه الظواهر والبواطن آمين
(Wa ba’da. Maka berkatalah seorang hamba yang penuh dosa, seorang fakir yang mengharap ampunan Rabbnya yang Maha Besar, Haji Yusuf al-Tâj, yang dijuluki oleh gurunya dengan julukan “Abû al-Mahâsin”, semoga Allah mengampuninya serta semua dosa-dosanya baik yang tampak atau pun yang tersembunyi. Amin)
Adapun penamaan karya tersebut dengan judul “Zubdat al-Asrâr fî Tahqîq Ba’dh Masyârib al-Akhyâr” tertulis setelah mukaddimah di atas. Tertulis di sana:
هذه رسالة ظريفة ونبذة لطيفة سميتها بزبدة الأسرار في تحقيق بعض مشارب الأخيار. نرجو من الله تعالى أن تكون نافعة لأهل السلوك الى ملك الملوك إن شاء الله تعالى
(Ini adalah sebuah risalah yang ringkas, ulasan yang lembut, yang aku menamakannya dengan “Zubdat al-Asrâr fî Tahqîq Ba’dh Masyârib al-Akhyâr” [Intisari Segala Rahasia dalam Mengungkap Sebahagian Sumber Minuman Para Terpilih]. Aku mengharap kepada Allah Ta’ala agar risalah ini dapat bermanfaat bagi para ahli salik, yaitu mereka yang sedang menempuh jalan menuju hadirat Allah sang Raja Diraja. Insya Allah)
Syekh Yusuf Makassar juga menjelaskan jika penulisan karya “Zubdat al-Asrâr” ini dilakukan atas prakarsa penguasa Banten pada masa itu, yaitu Sultan Abû al-Fath atau yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa. Sang Sultan disebut dengan banyak “gelar” yang disematkan oleh Syekh Yusuf yang menunjukkan keluhuran posisinya dalam aspek politik, hukum, sosial, spiritual dan juga ilmu pengetahuan. Tertulis di sana:
قال كاتب الأحرف رزقه الله كمال التوفيق وجعله إن شاء الله تعالى (…) من كتابة هذه الرسالة المباركة متبركا برسم مولانا السلطان بن السلطان بن السلطان أعني بذلك حضرة الملك الأعظم والسلطان الأقدم صاحب العدالة التامة والأحكام العامة والهمة العالية وناشر الالوية المحمدية كهف العلماء والمساكين وقبلة الفقراء والصالحين معين الضعفاء والمحتاجين وجابر قلوب الغرباء من المتكسرين المتمسك بظاهر الشريعة وباطن الحقيقة والسالك على أهل المعرفة والطريقة مولانا السلطان أبا الفتح ابن السلطان أبي المعالي ابن السلطان أبي المفاخر صاحب بنتن المحروس. كمل الله سعادته وجمل سيادته ويحفظه في الدنيا والآخرة ويختم لنا وله بحسن الختام ببركة نبيه محمد سيد الأنام عليه الصلاة والسلام
(Berkata penyusun risalah ini, semoga Allah memberinya rezeki kesempurnaan taufiq dan menjadikannya Insya Allah […] telah selesai dari menyusun risalah yang diberkahi ini, sebagai bentuk tabarruk pada perintah Tuan kami, seorang sultan, anak dari sultan, cucu dari sultan, aku maksudkan sosok tersebut adalah paduka raja yang agung, duli sultan yang luhur, seorang pemilik keadilan yang sempurna, hukum yang menyeluruh, cita-cita yang tinggi, penyebar panji Muhammad, tempat bernaung para ulama dan kaum papa, kiblat para fakir dan orang-orang salih, penolong kaum lemah dan yang memerlukan, penghibur orang-orang terasing yang hatinya pecah berkeping, seorang yang berpegang teguh kepada zahir syariat dan juga batin hakikat, yang menempuh jalan para ahli makrifat dan tarekat, yaitu tuan kami Sultan Abû al-Fath, putra Sultan Abû al-Ma’âlî, cucu Sultan Abû al-Mafâkhir, sang penguasa negeri Banten yang senantiasa dijaga. Semoga Allah menyempurnakan kebahagiaannya, menghiasi kekuasaannya, menjaganya di dunia dan akhirat, memberinya dan kita semua husnul khotimah, dengan berkah Nabi Muhammad, sang gusti seluruh makhluk. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah untuknya).
Dalam kolofon, disebutkan jika karya tersebut diselesaikan pada akhir bulan Syawal tahun 1087 Hijri (bertepatan dengan Desember 1676 Masehi). Tertulis di sana:
وذلك في أواخر شهر الشوال المبارك من سنة سبع وثمانين بعد الألف من الهجرة النبوية على صاحبها أفضل الصلاة وأتم التسليم وعلى آله وصحبه أولى الفضل والتعليم
(Selesai pada akhir bulan Syawwal yang diberkahi, pada tahun seribu delapan puluh tujuh Hijriah. Semoga shalawat terbaik dan salam tersempurna senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad, juga keluarga dan sahabat-sahabatnya yang menjadi ahli pemilik keutamaan dan juga ilmu pengetahuan)
Wallahu A’lam
Sukabumi, 31 Juli 2021
Alfaqir A. Ginanjar Sya’ban
Leave a Review